Apakah gadis-gadis remaja sepertiku ini mudah sekali jatuh cinta? Kupikir, jatuh cinta itu butuh proses yang cukup panjang. Berkenalan dengan seseorang, proses mengenal dan memahami orang tersebut, lalu masuk ke tahap selanjutnya; suka atau tidak, dan jika kau memang pada akhirnya tertarik untuk tahap selanjutnya, itulah yang dinamakan dengan jatuh cinta.
Tapi apa yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan realitanya.
Aku jatuh cinta.
Ya. Jatuh cinta pada orang yang kini menjadi suamiku, Park Chanyeol. Katakanlah aku payah, pada awalnya aku bilang membencinya, tak menyukainya. Hanya karena sentuhan dan perhatian, dalam satu hari, hatiku berlabuh padanya.
Aku jatuh cinta.
Dan aku tidak menyangka prosesnya akan semudah ini.
Apa yang membuatku pada akhirnya jatuh cinta padanya? Entahlah. Aku juga tidak tahu. Hanya saja, aku mulai ingin bisa menghabiskan waktu bersamanya setiap hari. Selama seminggu terakhir kami jadi sering berinteraksi. Entah itu makan bersama, atau berbincang soal sekolahku. Paman Chanyeol mulai membuka dirinya, ia jadi suka tersenyum sekarang meskipun masih terlihat malu-malu padaku. Karena interaksi itu, setiap pulang dari sekolah, pikiranku hanya satu; bertemu dengan Paman Chanyeol.
Apa yang sedang Paman lakukan?
Apakah dia sudah makan?
Dia mau makan apa ya nanti malam?
Dan setiap memikirkan hal itu, hatiku berdebar-debar, terasa menyenangkan. Pipiku mulai terasa panas dan tanpa sadar aku mulai senyum-senyum sendiri.
"Dari tadi kau senyum-senyum seperti orang gila. Ada apa, huh?" celetuk Jungkook saat jam istirahat berbunyi, membuat lamunanku akan wajah Paman Chanyeol menghilang.
"Aish, kau menggangguku!" seruku, sebal karena ia membuyarkan lamunanku.
"Sedang memikirkan si dia?" tanggap Jungkook lagi. Pria itu memutar tubuhnya menghadapku dan bertopang dagu.
"Siapa?"
"Siapa lagi?" tanya Jungkook. Ia mendekatkan wajahnya padaku lalu berbisik, "Suamimu!"
"A-aku tidak sedang memikirkannya!" seruku membuang muka. Sial, Jungkook sekarang malah senyum-senyum sendiri. "Wajahmu memang tidak bisa bohong padaku, ya, Sohyun."
"Apaan, sih!"
"Apa yang terjadi? Apakah kau dan Chanyeol sudah baikan?" tanya Jungkook lagi sambil tersenyum meledekku. Ingin sekali aku memukul wajahnya yang kini terlihat menyebalkan! Aku memilih diam karena tak mau wajahku semakin memerah. Jungkook pada akhirnya tertawa karena puas meledekku. Setelah selesai dengan tawanya, ekspresi wajahnya kini kembali serius.
"Aku harap hubunganmu dan Chanyeol berjalan dengan baik. Tapi, apakah kau sudah memberitahu Chanyeol kalau kau akan kuliah di Singapura nanti?"
Pertanyaan Jungkook membuatku tertegun. Entah mengapa dadaku berdebar tak nyaman. Aku kembali teringat perjanjian yang kubuat dengan orang tuaku dan Ayah Park. Pernikahan kami hanya berjalan setahun, itu yang dijanjikan. Ketika aku mengingat hal itu, aku kembali memikirkan alasanku mau menikah dengan Chanyeol. Aku hanya membantunya untuk bisa sembuh dari gangguan mental yang ia miliki. Dan aku pernah bertekad untuk tak pernah menyukai pria itu karena kami pasti nanti akan berpisah.
"... Kau baik-baik saja?"
Aku tersenyum tipis menanggapinya, berusaha untuk merasa baik-baik saja. Tapi tidak bisa kupungkiri pertanyaan Jungkook terus terngiang di kepalaku.
Ya. Pada kenyataannya, aku sekarang tidak merasa baik-baik saja setelah memikirkan hal itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Moment ✓
RomanceKupikir takdir mempermainkanku ketika aku harus bertemu dengan pria dingin yang menyeramkan itu, seolah tali takdir itu enggan terputus meskipun aku sudah berusaha mengakhirinya. Di balik itu semua, tersimpan sebuah rahasia yang membentuk sosoknya...
