"Kenapa kau datang ke sini?" Paman Chanyeol menatap Jiwon dengan tatapan dingin dan sinis, sementara gadis itu hanya melontarkan senyum tipisnya. Dari jauh, aku bisa merasakan aura dingin yang menyelimuti keduanya.
"Kau tidak mau membiarkan masuk dulu?" Gadis itu kemudian mengangkat kedua tangannya yang membawa dua kantung belanja besar. "Aku membawakan ini untukmu dan Sohyun."
"Pergilah. Aku tidak butuh," jawab Chanyeol. Namun, melihat itu, aku jadi merasa tidak enak pada Jiwon yang telah susah payah membeli itu semua untuk Chanyeol. Sepertinya dia tahu kalau Chanyeol jarang makan makanan sehat.
"Paman, biarkan Jiwon masuk," kataku mendekat, membuat Paman Chanyeol kini ganti menatapku tajam. "Dia sudah susah payah membawakan ini untukmu."
"Kau panggil dia Jiwon, tapi memanggilku 'Paman' tanpa henti, begitu?" ujar pria itu dengan nada sinis kemudian berjalan masuk ke dalam. "Terserah kau mau menerima itu atau tidak. Yang pasti, aku tidak mau."
Aku menghela napas kemudian mempersilakan Jiwon masuk. Gadis itu memberikanku senyum tipisnya sekali lagi kemudian berjalan masuk ke ruang tengah. Ia terlihat mengamati sekeliling sebelum akhirnya meletakkan barang-barang tersebut di atas pantry dapur.
"Terima kasih banyak. Seharusnya kau tidak perlu memberikan ini," ujarku seraya membungkuk sopan padanya.
"Sama-sama. Itu juga ada yang kubeli untukmu," jawab Jiwon padaku, lalu kepalanya menoleh ke arah Paman Chanyeol yang hendak berjalan ke kamarnya. "Chanyeol, bisa bicara sebentar soal proyek kita?"
Paman Chanyeol menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah kami. "Aku sudah pernah bilang jika kau ingin berdiskusi denganku, bisa lewat e-mail atau chat."
"Kumohon, ini penting, dan agak sedikit susah untuk membahasnya melalui pesan. Kau tahu, kan, ada hal-hal yang lebih baik dibicarakan secara langsung daripada melalui pesan."
Paman Chanyeol tak langsung menjawab. Netranya tiba-tiba mengarah padaku yang berdiri sedikit di belakang Jiwon. Ia seperti meminta pendapatku dengan tatapan matanya yang gelap itu. "Ada benarnya yang dikatakan Jiwon," timpalku kemudian. "Ini juga demi pekerjaanmu, Paman. Kalian berdiskusilah, aku akan menyiapkan sarapan untuk kalian."
Pria itu menghela napasnya kasar karena jawabanku, tapi ia tidak lagi menolak. Pria itu pada akhirnya berbalik dan berjalan menuju sofa ruang tengah dan mendudukkan dirinya.
"Aku tidak punya waktu banyak karena aku belum sarapan," kata Paman Chanyeol akhirnya, membuat Jiwon tersenyum senang.
"Baiklah. Aku janji tidak akan lama," jawabnya kemudian ikut duduk di hadapan Chanyeol seraya membuka beberapa berkas musik yang sedari tadi ada di dalam tasnya. Sementara mereka mulai berdiskusi soal pekerjaan, aku melanjutkan kegiatan memasak pancake. Sesekali aku mencuri pandang terhadap keduanya. Jiwon berceloteh mengenai berkas lirik yang dibuat berikut dengan nadanya, sedangkan Paman Chanyeol lebih banyak diam sesekali melihat berkas yang diberikan oleh Jiwon.
Setelah beberapa saat, pancake buatanku pun jadi dan aku meletakkannya di atas meja kecil di sana, untuk Paman Chanyeol dan Jiwon.
"Seharusnya kau tak usah repot-repot," kata Jiwon padaku. Kulihat ia memasukkan berkas-berkas tersebut ke dalam tas. "Aku sudah selesai dan akan segera pergi."
"Ah, tapi kau belum sarapan, kan?" tanyaku.
"Biarkan saja dia sudah sarapan atau belum. Dia sudah dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri," kata Paman Chanyeol seraya meraih cangkir teh hangat yang baru saja juga kuletakkan di atas meja. Aku melongo, sedikit terkejut dengan jawaban pria itu yang benar-benar terkesan dingin dan tak peduli. Sementara Jiwon kembali tersenyum, namun bisa kulihat, terbesit rasa kecewa di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/247913064-288-k434450.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Moment ✓
RomansaKupikir takdir mempermainkanku ketika aku harus bertemu dengan pria dingin yang menyeramkan itu, seolah tali takdir itu enggan terputus meskipun aku sudah berusaha mengakhirinya. Di balik itu semua, tersimpan sebuah rahasia yang membentuk sosoknya...