7| Kesendirian

240 50 9
                                        

Selama tujuh hari, aku menikmati waktuku yang tersisa sebagai seorang gadis pelajar biasa. Di samping banyak hal yang dilakukan oleh kedua orang tuaku dan ayah Chanyeol untuk persiapan pernikahan, aku lebih memilih fokus untuk melakukan tugas-tugas sekolah dengan baik. Entah mengapa hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas bersama teman-temanku jadi jauh lebih berharga selama tujuh hari berlalu. Aku, Jungkook, dan Soodam jadi tiga serangkai yang selalu bersama jika pergi ke mana-mana.

Dan hari yang tidak kuinginkanpun tiba...

Hari yang membuat hidupku mengalami perubahan yang sangat drastis.

Dengan perasaan berat aku pergi dengan keluargaku ke gereja agar bersiap-siap. Pernikahan ini dilakukan pada malam hari dan tidak diselenggarakan besar-besaran, sudah bisa ditebak alurnya akan seperti itu. Jadi orang yang datang hanya keluarga dan sahabat dekat, cukup melakukan pemberkatan nikah di gereja, dan mendaftar pernikahan ke sipil keesokan harinya.

Pernikahan impian meriah yang selama ini kuidam-idamkan seperti negeri dongeng, hilang dalam sekejap karena hal ini.

Aku duduk termenung sendirian di ruang tunggu pengantin wanita sembari menatap pantulan tubuhku di cermin, yang mengenakan gaun pengantin berwarna peach, serta riasan yang menghiasi wajahku. Aku tampak seperti orang yang berbeda dan kehilangan arah untuk sejenak. Rasanya hanya ingin cepat mengakhiri hari ini dengan cepat, lalu tidur.

"Sohyun!" terdengar suara panggilan yang membuatku terkejut. Aku menoleh ke arah dua temanku yang datang hari ini—Soodam dan Jungkook.

"Kalian datang ...," gumamku dengan perasaan sesak. Soodam berjalan cepat menghampiriku lalu memelukku erat.

"Hei, Sohyun, kau cantik sekali!" seru Soodam tersenyum haru. "Aku tidak menyangka bisa melihatmu begini!"

Jungkook menyandarkan tubuhnya di dinding, di sisi pintu masuk. "Ya. Kau sangat cantik hari ini, Sohyun."

Air mata yang sudah coba kutahan-tahan akhirnya turun, membuat dadaku terasa berat, dan semakin berat ketika aku mencoba menahan isakan.

"Sohyun, jangan menangis! Riasannya nanti bisa luntur!" seru Soodam cepat-cepat meraih tisu untuk menghilangkan air mata di wajahku.

"Aku takut, Soodam-ah ...," ujarku. "Aku takut."

"Hei," Jungkook berjalan mendekat ke arahku dan berdiri di hadapanku. Ia meraih jemariku lalu menggenggamnya erat. "Kau tidak boleh takut. Ada kami bersamamu."

"Benar, Sohyun," kata Soodam. "Sesulit apapun masalahmu, kami siap mendengarkannya! Kau pasti bisa melalui semua ini. Jadi, jangan menangis lagi, eoh?"

"Jika Chanyeol itu berbuat jahat padamu, kau bisa lapor padaku. Biar kuhajar dia!" seru Jungkook, yang entah mengapa berhasil membuatku tersenyum.

"Astaga, Sohyun, kenapa menangis?!" seru ibuku terdengar. Ia masuk ke dalam ruangan dan menghampiri kami.

"Aku kelilipan bulu mata palsu, Bu," kilahku. Soodam dan Jungkook sama-sama tersenyum saat mendengarnya.

"Ayo, bersiap-siap. Acaranya dimulai sebentar lagi," kata ibuku sembari mengusap pundakku dan tersenyum lembut.

***

Ketika pintu gereja terbuka. Aku bisa melihat lumayan banyak kerabat dekat keluarga Chanyeol dan juga keluargaku yang datang. Tatapan mereka semua tertuju padaku dengan senyum bahagia. Ayahku datang menghampiriku, menyampirkan jemariku di lengannya, lalu membawaku berjalan menuju altar. Di depan sana, kulihat Chanyeol berdiri sambil menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Dan juga ... ia terlihat tampan dengan tuxedo hitam itu.

Eternal Moment ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang