Hari pertama ujian perguruan tinggiku sudah berhasil kulalui kemarin, meski aku membutuhkan usaha ekstra untuk bisa fokus pada ujianku. Yah, tapi bisa kukatakan ujianku tidak maksimal karena aku tidak belajar dengan baik. Aku pasrah saja. Jika nanti aku tidak bisa diterima di kampus pilihanku nanti, aku akan memilih universitas di Korea saja. Hari ini, adalah ujian lanjutan tentang psikotes. Untuk persiapan ujian hari ini, aku memutuskan pulang ke rumah orangtuaku setelah ujian kemarin. Aku tidak bisa lagi tinggal di apartemen tempatku dan Paman Chanyeol karena hubungan kami sudah berakhir.
Yah, meskipun sulit melupakannya, tapi aku percaya aku pasti bisa melakukannya.
“Oh, Sohyun, sudah bangun?” sapa ibuku ketika aku keluar dari kamarku lengkap dengan pakaian sekolahku.
“Pagi, Bu. Ayah mana?” ujarku seraya mendudukkan diri di meja makan. Di atas meja sudah ada segelas susu cokelat dan roti panggang.
“Ayah tadi sudah berangkat duluan. Ada pekerjaan yang harus segera dikerjakan,” jawab ibuku. Aku mengangguk, lalu mulai menikmati sarapan pagiku. Ibu kemudian meletakkan sosis panggang di atas meja yang langsung kuambil dengan cepat karena ini salah satu makanan favoritku. Ibu tersenyum, lalu ia mengusap kepalaku lembut.
“Sepertinya hari ini kau terlihat senang. Apakah ada yang terjadi?” tanya ibuku.
“Tentu saja aku senang karena nilai ujian nasionalku bagus! Ibu, kan, sudah kuberitahu kemarin. Rasanya masih senang saja memikirkan hasil ujianku baik. Tapi, aku sedikit tidak yakin dengan ujian perguruan tinggiku kemarin, Bu,” ujarku.
“Apapun hasilnya, kau sudah melakukan yang terbaik, Sayang. Terlebih lagi keadaanmu belakangan ini benar-benar buruk karena masalah pernikahan kalian,” kata ibuku dengan wajah sedih. “Apakah kalian benar-benar tidak bicara lagi sekarang?”
Aku tersenyum tipis, mencoba terlihat baik-baik saja karena aku tidak mau membuat ibuku khawatir lagi padaku.
“Ya, begitulah, Bu. Tapi tidak apa-apa. Mungkin ini yang terbaik,” jawabku.
Ibu kemudian duduk di sebelahku. Netranya menatapku dengan sorot mata sedih. “Apakah kau mencintai Chanyeol, Nak?”
Pertanyaan itu membuat dadaku bergemuruh. Rasa sesak itu datang lagi dan aku tidak tahu bagaimana meredakannya. Sial, air mataku kembali berkumpul di pelupuk mata. Aku ragu, haruskah kujawab pertanyaan ibuku. Tapi akhirnya kuberanikan tersenyum lagi sembari menarik napas.
“Ibu yang paling tahu aku, bukan?” ujarku.
Ibuku tidak lagi berbicara. Seperti yang kukatakan, beliau adalah orang yang paling mengerti diriku. Meskipun aku tidak mengatakan apapun, ibu selalu lebih tahu isi pikiran dan hati. Wanita berhati lembut itu kemudian menggenggam tanganku dan menepuknya pelan, berusaha menguatkan hatiku yang masih belum sembuh dari sakitnya.
Setelah sarapan, aku pun pergi ke sekolah. Seperti biasa, Jungkook dan Soodam sudah menungguku di depan koridor sekolah. Mereka memberikan senyum terbaik mereka ketika aku menghampiri mereka.
“Wah, kau terlihat bahagia hari ini. Apa ada sesuatu?” tanya Jungkook sembari melipat tangannya di depan dada.
“Um? Benarkah? Sepertinya aku biasa saja kali ini,” jawabku sembari tersenyum tipis.
“Tentu saja Sohyun bahagia. Nilai ujian nasionalnya bagus. Ia juga berhasil menghadapi ujian kemarin! Ya, kan?!” kata Soodam seraya merangkul bahuku, yang kujawab dengan anggukkan.
Jungkook hanya menatapku dalam diam. Tatapan matanya menusuk seolah-olah sedang bertanya padaku; Apakah kau benar baik-baik saja sekarang?
“Aku baik-baik saja, Jungkook. Jangan khawatir,” jawabku, menjawab tatapannya padaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Moment ✓
RomanceKupikir takdir mempermainkanku ketika aku harus bertemu dengan pria dingin yang menyeramkan itu, seolah tali takdir itu enggan terputus meskipun aku sudah berusaha mengakhirinya. Di balik itu semua, tersimpan sebuah rahasia yang membentuk sosoknya...