1| Pria Bermata Dingin

696 92 34
                                        

"Kau sudah mengirim formulir rencana kuliah ke Pak Han?"

Aku menggeleng sembari membereskan buku-buku di atas meja ke dalam tasku ketika mendengar bel sekolah terakhir berbunyi. "Aku belum diskusi dengan ayahku. Memangnya kau sudah?"

Pria yang duduk di hadapanku itu mengangguk. "Aku mau ke KAIST."

Aku terbelalak, tak percaya dengan apa yang kudengar. "Kau yakin? KAIST?!"

"Kenapa? Kau meremehkanku?"

"Tentu saja. Kau selalu mengulang dua kali untuk ujian sains!"

Pria itu mendengkus lalu memutar badannya ke arah depan, sementara aku terkekeh pelan melihatnya. Aku berdiri lalu membawa tasku di punggung, kemudian menepuk pundak pria itu.

"Hei, aku hanya bercanda, Jungkook," ucapku.

"Bercandamu itu terlalu menyebalkan kadang-kadang," balasnya.

"Kau mau pulang bersama tidak?"

Jungkook terlihat memasukkan buku terakhir ke dalam tasnya, lalu berdiri. "Ayo. Katanya kau mau beli buku kan?" Aku mengangguk senang lalu berjalan bersama Jungkook pulang sekolah.

Ah, ya.

Aku Kim Sohyun. Sekarang aku sudah kelas tiga SMA. Semester depan kami akan mulai ujian kelulusan dan dari sekarang, kami harus memikirkan soal perguruan tinggi mana yang akan jadi tujuan kami selanjutnya. Cita-citaku ingin jadi desainer terkenal, karena aku suka hal-hal yang berkaitan dengan membuat pola dan juga fashion. Hanya saja, aku belum membicarakan hal itu pada ayahku. Entahlah, aku hanya ragu ayah menyetujui keinginanku masuk jurusan desain.

"Kau mau makan es krim?" tanya Jungkook tiba-tiba saat melihat toko es krim di jalan yang kami lalui.

"Tadi baru saja hujan dan kau ingin makan es krim?" tanyaku.

"Biar saja. Jadi kau mau apa tidak?" Aku menggeleng, dan hanya mengekori Jungkook yang masuk ke kedai es krim itu.

Dia Jeon Jungkook, sahabatku sejak kecil. Kami selalu bersama-sama sejak sekolah dasar hingga sekarang. Aku punya beberapa teman, tapi hanya Jungkook satu-satunya orang yang memahamiku dengan baik. Dia sudah kuanggap kakak laki-laki sendiri. Hanya saja, terkadang sikap cuek dan menyebalkannya membuat kami sering bertengkar hanya karena hal-hal sepele.

"Kau yakin bisa lulus di KAIST nanti?" tanyaku ketika kami keluar dari toko es krim, melanjutkan perjalanan kami ke toko buku.

"Kau benar-benar meremehkanku, ya?" tanya Jungkook sambil menatapku dengan tajam.

"Hei, aku hanya khawatir jika kau tidak lulus," jawabku. Jungkook menghela napas sambil menggigit es krim di tangannya.

"Aku juga tidak yakin," jawabnya, "tapi aku akan mengambil kelas belajar nanti. Aku punya waktu satu semester untuk belajar dengan giat."

"Memangnya apa alasanmu ingin masuk KAIST?"

"Hanya ingin," jawabnya lagi, membuatku menghela napas. "Kau sendiri kenapa ingin jadi desainer? Apakah ayahmu akan setuju jika kau ingin melanjutkan kuliah di jurusan itu?" tanyanya.

"Aku menyukainya," jawabku sambil tersenyum, "aku juga ragu apakah ayahku akan menyetujui hal itu. Kau tahu kan ayahku sangat berharap aku kuliah kedokteran?"

Jungkook mengangguk, lalu kami sama-sama menghela napas pelan. Tidak lama kemudian, kami tiba di toko buku yang cukup besar, tempat biasa aku suka membeli buku. Di beberapa rak, ada banyak buku novel dan tentang desain keluaran terbaru. Ah, sepertinya aku hanya bisa beli satu buku kali ini.

Eternal Moment ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang