┏━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┓
Sudden Battle
┗━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┛Di sore hari, setelah kepulangan Raja Peter dan Ratu Susan, juga setelah makan siang bersama saudara-saudara Raja Lune, Lyane bersantai di balkon kastil yang menghadap ke arah taman bunga Anvard. Sembari menyaksikan matahari terbenam, pikiran Lyane melayang pada kejadian kemarin malam, ia masih tidak bisa melupakannya.
Satu hal yang membuatnya bingung, ia bisa saja membiarkan Edmund mati diterkam Werewolf, namun ia tidak melakukannya. Padahal jika Edmund mati, ia bisa hidup tenang tanpa gangguan Raja arogan itu dan kematian Edmund juga bukanlah tanggung jawab Lyane.
Namun Lyane melakukan hal yang sebaliknya, ia masih mengingat rasa panik saat mendengar denting pedang Edmund yang beradu dengan cakar Werewolf. Ia masih mengingat bagaimana dengan pening di kepalanya, ia bangkit dan mencari-cari busur serta anak panah miliknya. Ketakutan dan kepanikan Lyane yang mendominasi pada saat itu, membuat rasa pening di kepalanya tidak begitu terasa.
Sekarang ia berpikir, untuk apa ia merasa panik dan takut saat dirinya aman bersembunyi di balik pohon? 'Untuk Edmund. Kau khawatir padanya' Jawab suara di kepalanya. Lyane menggeleng, 'omong kosong' sangkalnya. 'Namun itu kenyataannya' ujar si suara, bagai berdebat.
Tepukan di bahu kiri Lyane membuyarkan semua lamunan dan perdebatan antara dua suara di kepalanya. Dengan insting panik, Lyane reflek menarik dan memelintir tangan orang yang menyentuh bahunya dengan tangan kiri, lalu mendorongnya, menghantam pilar balkon dan mengangkat sikut kanannya ke depan leher si penepuk.
Sekali hantaman dari sikut Lyane bisa menyebabkan si penepuk lumpuh, atau bahkan mati. Si penepuk terkejut, Lyane juga tak kalah terkejut saat mengetahui orang yang baru saja ia hantam pada pilar balkon adalah Edmund, Raja arogan yang baru ia perdebatkan di dalam benaknya.
"Jeez, jika kau mau dekat-dekat denganku tinggal bilang saja, tidak usah menggunakan kekerasan," ujar Edmund masih dengan raut terkejutnya.
Lyane mendengus jengkel sebelum melepaskan tangan Edmund. Ia merasa bodoh karena baru saja memperdebatkan pria arogan dan penuh percaya diri itu. Lyane mundur, menjauhkan diri dari Edmund lalu mengalihkan pandangannya pada langit ber-gradasi oranye, pink dan kuning yang sebentar lagi akan menjadi hitam ke-ungu-an.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Lyane datar, masih memandang langit.
"Tadinya aku mencarimu, berniat ingin mengucapkan terimakasih..." Edmund berjalan mendekati Lyane, mau tak mau, Lyane pun harus beralih menghadap Edmund.
Edmund terus berjalan mendekat sampai Lyane terpojok pada pilar balkon di belakangnya."...namun sepertinya kau ingin melakukan hal lain," lanjut Edmund dengan senyum culasnya. Sebelah tangannya sudah bertengger di pilar, menghalangi jalan keluar Lyane, ia benar-benar terpojok.
Lyane mendongak, menatap mata coklat Edmund, lalu pandangannya turun pada bibir ranum Edmund yang sebelah sudutnya terangkat. Ia benci senyuman itu, senyuman menyebalkan yang membuat dirinya merasa aneh.
"Get. Away. From me," geram Lyane.
Edmund mendekatkan wajahnya pada Lyane, "Make me." Wajah Edmund cukup dekat dengan Lyane sampai Lyane bisa merasakan aroma mint dari mulut Edmund menyeruak masuk ke indera penciumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐫𝐫𝐨𝐠𝐚𝐧𝐭 -𝘌𝘥𝘮𝘶𝘯𝘥 𝘗𝘦𝘷𝘦𝘯𝘴𝘪𝘦
أدب الهواة𝗮𝗿·𝗿𝗼·𝗴𝗮𝗻𝘁 /ˈ𝘦𝘳əɡə𝘯𝘵/ 𝘢𝘥𝘫𝘦𝘤𝘵𝘪𝘷𝘦 having or revealing an exaggerated sense of one's own importance or abilities. ⊱ ────── {⋆❉⋆} ────── ⊰ Kesan pertama adalah hal yang paling penting saat bertemu...