Chapter 16

988 143 19
                                    

┏━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┓
Secret Oasis
┗━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┛

Lyane dibangunkan oleh harum lezat daging yang menyeruak masuk ke indra penciumannya. Matanya mengerjap-ngerjap, menyesuaikan penglihatan. Telinganya disapa oleh suara kicau burung, terdengar bagai nyanyian. Cahaya matahari belum bersinar terang membuat udaranya masih segar dan lembab. Lyane bangun perlahan, terduduk dan menengok ke segala arah, matanya berhenti di api unggun yang masih menyala, ada beberapa tusuk daging di atasnya.

"Selamat pagi putri tidur." Suara familiar menyapa. Mata Lyane berpaling ke arah Edmund sebelum memutarnya dan mendengus.

"Kau berburu?" Tanya Lyane.

"Ya, meskipun ada camilan matang, aku memutuskan untuk berburu selagi bisa dan menyisakan camilannya untuk nanti saat di padang pasir, atau untuk keadaan darurat," jelas Edmund, Lyane hanya menanggapi dengan anggukan.

Lyane meraih botol minum di kantong sadel sebelum bergabung, duduk bersama Edmund di dekat api unggun. Tangan Edmund bersih tanpa noda darah, begitu pula dengan pisaunya, sepertinya sudah cukup lama sejak dia berburu lalu memanggang daging. Edmund mengangkat satu tusuk dan memberikannya pada Lyane.

"Daging apa itu?" Tanya Lyane sebelum menerimanya.

"Kelinci," jawab Edmund santai.

Lyane terbelalak, "hah?!? Apa tidak ada hewan lain?"

"Aku sudah mencari, tidak ada ayam, bebek. domba ataupun rusa di sekitar sini, sedangkan sapi terlalu besar dan kalaupun ada pasti milik warga."

"Kan masih ada burung?" Kukuh Lyane.

"Jika ingatanku tidak salah, bukankah kau yang pandai memanah?" Sindir Edmund.

Lyane diam lalu melirik setusuk daging di genggamannya, sedangkan Edmund tampak tidak terganggu dan lanjut menyantap.

"Wah, seorang pemanah hebat yang membunuh manusia dengan brutal di peperangan ternyata tidak bisa memakan daging kelinci," sindir Edmund.

"Manusia dan kelinci tidak sama," sangkal Lyane. Kelinci merupakan hewan kesukaannya setelah kucing, membuat Lyane tidak tega.

"Kalau kau tidak mau buat ku saja, silahkan habiskan camilan matang disini dan menderita kelaparan di padang pasir," kata Edmund ketika melihat Lyane tak kunjung menyantap daging panggang di hadapannya.

Lyane menghela napas sebelum menyuapkan sepotong daging ke mulutnya, dia terkejut saat mengetahui rasa daging kelinci ternyata enak, lebih gurih daripada daging sapi, kambing ataupun domba. Namun saat menyadari dia menikmati, rasa bersalah singgah di benaknya. Lyane berusaha menngenyampingkan perasaannya dan lanjut menghabiskan sarapannya.

Lyane juga sempat melihat ke arah para kuda yang sedang menyantap rumput sambil bersenda gurau, sepertinya mereka mulai akrab.

Setelah selesai makan, Edmund mematikan api unggun lalu mereka membereskan barang-barang, kemudian memasang sadel dan tali kekang ke kuda masing-masing, lalu memastikan tidak ada barang yang tertinggal sebelum berangkat, kembali melanjutkan perjalanan.

Semakin dalam memasuki hutan, jalan setapak mulai terbuka lebih lebar, membuat mereka bisa berjalan berdampingan, di sisi satu sama lain. Lyane melamun, masih memikirkan kejadian semalam, sedangkan Edmund hanya bisa diam dalam jenuh. Keheningan lagi-lagi mengiringi perjalanan, sampai Edmund menyeletuk: "tidak biasanya kau diam seperti ini."

𝐀𝐫𝐫𝐨𝐠𝐚𝐧𝐭 -𝘌𝘥𝘮𝘶𝘯𝘥 𝘗𝘦𝘷𝘦𝘯𝘴𝘪𝘦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang