┏━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┓
The Queen's Diadem
┗━━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━━┛Tak terasa lonceng pertanda waktu makan siang telah dibunyikan. Lyane, Ratu Lucy dan Aravis terlalu asik berbincang sampai tidak begitu memperdulikan. Awalnya mereka mendengarkan cerita Aravis, tentang petualangannya dan alasan dia pergi. Namun setelah ceritanya selesai, percakapan mereka merambat kemana-mana. Seperti sekarang ini mereka sedang membicarakan betapa konyolnya Rabadash kemarin. Walaupun Aravis tidak ada di tempat saat kejadian itu terjadi namun dia dapat menyaksikan lewat sebuah kolam di rumah seorang pertapa.
Ketukan pintu menghentikan tawa mereka. "Masuk!" Jawab Aravis.
Seorang pelayan masuk, memberitahu bahwa raja menunggu kehadiran mereka, segera mereka bersiap untuk turun setelah mempersilahkan si pelayan kembali ke tempatnya.
Makan siang kali ini diselengarakan di teras, dengan santapan berupa burung dingin, pai bebek, anggur, roti dan keju. Raja Lune mengernyitkan alis, menghembuskan napas dan berkata, "hhh kita masih harus mengurus Rabadash si mahluk menyedihkan itu, teman-temanku, dan perlu memutuskan apa yang akan kita lakukan terhadapnya."
Ratu Lucy duduk di sebelah kanan sang raja sementara Aravis di sebelah kirinya. Edmund duduk pada salah satu ujung meja dan Lord Darrin berhadapan dengannya di ujung lain. Dar, Peridan, dan Cor duduk di sisi yang sama dengan raja, sedangkan Lyane duduk di hadapan Aravis dengan Corin di sebelahnya.
"Yang Mulia punya setiap hak untuk memacung kepalanya," kata Lord Peridan. "Penyerangan yang dia lakukan membuat posisinya sejajar dengan pembunuh gelap."
"Itu benar sekali," kata Edmund. "Tapi bahkan pengkhianat pun bisa bertobat. Aku pernah mengenal orang seperti itu." Lalu dia tampak merenung dalam.
Lyane yang menyadari langsung menyenggol pelan Corin. "Ada apa dengannya?" Bisiknya.
"Rumor mengatakan, ia pernah mengkhianati saudara-saudaranya demi permen," jawab Corin, juga dengan bisikan.
"Aku tidak pernah mendengarnya... ceritakan padaku ya!" Seru Lyane, masih dengan bisikan.
"Tentu, tapi tidak sekarang." Dan percakapan mereka pun selesai.
"Membunuh Rabadash nyaris sama saja dengan memulai perang dengan Tisroc," kata Lord Darrin.
"Kesempatan yang ditunggu Tisroc," kata Raja Lune. "Seberapa besar pun pasukannya, mereka tidak akan mampu menyebrangi padang pasir. Tapi aku tidak berniat membunuh prajurit (bahkan pengkhianat sekalipun) dengan darah dingin. Memotong lehernya dalam pertempuran akan membuat hatiku teramat ringan, tapi ini situasi yang berbeda."
"Usulku," Kata Ratu Lucy, angkat bicara. "Bagaimana jika Yang Mulia memberikannya kesempatan lagi? Biarkan dia pergi bebas bersama sumpah untuk bertindak adil di masa depan. Bisa jadi dia akan menepati kata-katanya."
"Dan mungkin, kera akan belajar berkata jujur." Kata Edmund. "Tapi demi sang singa, kalau dia mengingkarinya lagi mungkin saat itu akan terjadi pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga salah satu dari kita bisa memacung kepalanya dengan tenang dalam peperangan."
"Bisa kita coba," kata sang raja, kemudian dia berkata kepada salah satu prajuritnya, "Bawa kemari tawanan itu, teman."
Rabadash dibawa ke depan mereka dalam keadaan dirantai. Bila melihat kondisinya kita akan berpikir dia telah melewati malam di penjawa bawah tanah yang kotor tanpa makanan dan minuman. Padahal kenyataannya dia telah ditahan di ruangan yang cukup nyaman dan diberi makan malam yang luar biasa. Tapi karena dia terlalu marah untuk menyentuh makanannya dan menghabiskan sepanjang malam mengentak-entakan kaki, mengerang dan mengutuk, sudah pasti kini dia tidak tampak dalam keadaan terbaiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐫𝐫𝐨𝐠𝐚𝐧𝐭 -𝘌𝘥𝘮𝘶𝘯𝘥 𝘗𝘦𝘷𝘦𝘯𝘴𝘪𝘦
Fanfic𝗮𝗿·𝗿𝗼·𝗴𝗮𝗻𝘁 /ˈ𝘦𝘳əɡə𝘯𝘵/ 𝘢𝘥𝘫𝘦𝘤𝘵𝘪𝘷𝘦 having or revealing an exaggerated sense of one's own importance or abilities. ⊱ ────── {⋆❉⋆} ────── ⊰ Kesan pertama adalah hal yang paling penting saat bertemu...