8

24 18 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Aku hanya membuka luka lama, dan kamu yang menambahi garamnya.
Menambah kadar perih di dalam sana, membuatku bergairah di atas luka sang bahagia.

.

Selasa, 17 Desember 2019
10:32

"Makasih udah bantuin belajar kemarin, Dav, ujiannya tadi lumayan gampang!" sorak Mio di samping Davio. Kini mereka berjalan beriringan di lantai benua Eropa.

"Iya, sama-sama." Davio mengangguk, sembari melepaskan almamater yang terasa membelit tubuhnya.

"Nanti malam lagi, ya?" Mio memohon, dan rasanya, wajah memelas Mio membuat Davio mau tak mau mengabulkannya.

Siang ini, Davio berniat pergi ke gedung sekolah, bukan tanpa alasan Davio melakukannya. Pagi tadi, ketika ia bangun tidur, ia mendapati selembar kertas tertempel di balik pintu lemarinya. Yang ia tahu dari tulisan tak rapi adalah milik Hilary Olga.

Jelas saja Davio termenung sesaat ketika bingung memikirkan bagaimana cara Hilary meletakkan kertasnya di sana, tanpa perlu masuk kamar. Sebab, tak mungkin membuka pintu tanpa membuat suara, dan Aza yang peka pasti akan terbangun dengan ketakutan lalu membangunkannya juga.

Tapi, tak ada kejadian apa pun tadi malam.

[]

bisa bertemu di gedung sekolah? ada cerita penuh luka yang harus dibuka.

[]

Sesaat setelah membacanya, ia tersenyum simpul, kamu puitis juga, ya, ternyata. Ia tertarik pada cerita, ingin tahu pada apa yang Hilary maksud dengan luka, dan sepenting apa kiranya hingga harus kembali dibuka.

Setelah mengulurkan pasmina ke kepalanya, Davio segera melangkah keluar kamar dengan langkah lebar. Beberapa juniornya yang berpapasan di jalan menyapanya, dan ia meresponnya dengan anggukan, tanpa senyum, seperti yang sebelum-sebelumnya.

Para penyapa pun terbiasa dengan tanggapan Davio yang terkesan tak acuh, meski begitu, entah kenapa mereka tetap menyapa. Mungkin melihat Davio yang cenderung anteng, mengangguk-anggukkan kepala adalah kepuasan tersendiri bagi mereka.

Langkah Davio berhenti di depan mading sekolah, menatap jajaran puisi dengan inisial D sebagai pengarangnya memenuhi beberapa tempat di mading tersebut. Davio tersenyum ketika mengingat bahwa sudah berkali-kali para pengurus OSIS mencari siapa sebenarnya si D ini, tanpa menyadari bahwa si D ada di sekitar mereka, di angkatan mereka sendiri.

'Luka lama'

Davio membaca salah satu judul puisi yang tertempel di sana, seketika dadanya berdenyut nyeri ketika ia mulai membaca syairnya. Davio menekan dadanya kuat-kuat, berusaha mengurangi rasa sakit tersebut.

Siapa bilang aku adalah sosok yang kuat dan tegar? Sesungguhnya akulah yang paling munafik disini. Selalu bersikap biasa saja seolah bahagia namun hati dipenuhi bekas singgah jutaan luka. Davio tersenyum miris, air mata yang berada disudut matanya segara ia hapus.

Teruntuk Kamu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang