Warn: implicit moment.
~~~
"Welcome home!" Wonwoo merentangkan tangan untuk bersiap memeluk pria kesayangannya yang baru saja tiba dari perjalanan bisnis.
"Everything is good, darl?" Pria manis berkulit kecokelatan itu membalas pelukan Wonwoo tak kalah erat dan terlihat dari deretan geliginya yang tampak ketika tersenyum menggambarkan bahwa ia begitu merindukan Wonwoo.
Wonwoo mengangguk mengiyakan bahwa semua berjalan lancar ketika suaminya itu sedang tidak ada di dekatnya. Tangannya sigap mengambil alih koper Mingyu dan menariknya ke dalam rumah untuk dirapikan oleh asisten rumah tangga mereka. Melewati meja makan, senyuman Wonwoo merekah indah karena berhasil memasak dan menyajikan makanan kesukaan Mingyu hari ini. Asap beraroma sedap mengepul dari berbagai kudapan penggoda perut yang tersaji di atas meja. Tangan Wonwoo menggamit lengan Mingyu agar suaminya itu tak lebih dulu naik ke lantai dua untuk menuju kamar mereka.
"Sayang, hari ini aku memasak. Makan dulu saja ya? Aku siapkan." bisik Wonwoo malu-malu.
"Kau memasak? Hebat!" binar tatapan Mingyu menyiratkan kekaguman atas hal yang jarang sekali terjadi. Pasalnya terakhir kali Wonwoo menginjakkan kaki di dapur, dapur mereka hampir saja habis dilahap api. "Aku tidak sabar ingin segera mencobanya." sambung Mingyu sambil mempercepat langkahnya menuju meja makan.
Mingyu sekali lagi mengekspresikan kekagumannya pada Wonwoo, ia mencoba semua hidangan yang ada di atas meja. Mimik wajah yang berpikir meneliti hingga menimbulkan senyuman puas dan apresiasi yang baik pada masakan teman hidup kesayangannya itu.
"Kalau masakanmu seenak ini, aku rekrut saja dirimu menjadi koki utama di restoranku bagaimana?" kelakar Mingyu pada Wonwoo-nya.
"Maaf Pak Mingyu yang terhormat, aku lebih memilih berkas-berkas yang tertumpuk di meja kerja daripada aku harus mencelakakan dapur mahal restoranmu itu." ujar Wonwoo dengan mimik wajah memelas yang dibuat-buat.
Keduanya tertawa, melepas rindu ternyata begitu menyenangkan.
Mereka melanjutkan makan siang dengan khidmat, menikmati setiap suapan yang terselip rasa syukur di dalamnya.
~~~
Kamar tidur menjadi tujuan berikutnya untuk melepas lelah dalam setiap pelukan yang tercipta. Mingyu sudah melepas setelan semi-formal yang tadi dikenakannya dan kini menyisakan kaus dalaman berwarna putih yang pas membungkus tubuh tegapnya serta mengenakan celana pendek hitam sedikit di atas lutut. Pria tampan itu menyandarkan kepala dan punggungnya di headboard ranjang sambil membuka tabletnya entah untuk memeriksa apa. Wonwoo seketika menghampirinya, memeluk ringan, dan meletakkan kepala pada dadanya.
"Tidak mandi dulu?" tanya Wonwoo.
"Untuk apa mandi sekarang jika bisa mandi nanti dan bersama denganmu?" jawab Mingyu sambil berkelakar nakal.
Wonwoo-nya tertawa dan mendekatkan wajah tepat di depan wajah Mingyu. Bibir merah muda itu menginisiasi sebuah ciuman dalam yang menyiratkan kerinduan akan sosok Mingyu yang pergi beberapa hari ke belakang. Mingyu tentu bukan orang yang senang menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya, tangannya membelai lembut tiap inci tubuh Wonwoo yang berada di atasnya. Bibir Wonwoo berpindah menuju tulang selangka dan bahu Mingyu yang masih tertutup kaus, seketika kecupan kecil kupu-kupu itu berhenti saat Wonwoo mendapati bahwa aroma yang ia hidu bukanlah aroma segar Mingyu yang maskulin, melainkan sekelebat aroma vanila yang begitu manis.
"Aroma ini bukan milikmu." tegas Wonwoo langsung tanpa basa-basi.
"Ah iya, aku meminta parfum temanku. Karena saat packing kemarin sebelum berangkat aku lupa memasukkan botol parfumku." ujar Mingyu ringan tanpa ada rasa bersalah maupun panik sekali pun.
Wonwoo tahu jawaban dan tatapan mata Mingyu sama sekali tidak menyiratkan kebohongan. Namun tetap saja, menghidu aroma yang asing dan manis itu membuatnya tidak nyaman. Mingyu memilih meneruskan intimasi mereka ketika Wonwoo memilih diam. Belaian lembut masih Mingyu berikan untuk membayar tuntas rasa rindu yang menggebu di antara mereka. Namun api pada Wonwoo telah padam, ia memilih diam dan menerima apa yang Mingyu berikan untuknya tanpa mengambil andil sedikit pun.
Ternyata tak cukup hanya diam, perasaan campur aduk yang dirasakan Wonwoo membuatnya mengalirkan air mata tanpa bisa ia cegah. Mingyu menyadari itu, diamnya Wonwoo ketika intimasi mereka adalah hal yang tidak mungkin. Wonwoo tipikal yang sangat ekspresif jika berurusan dengan Mingyu, maka ketika Wonwoo diam dan menarik batas ketika itulah sesuatu hal telah terjadi.
"Sayang, ini benar parfum rekanku. Seorang laki-laki, telah memiliki pasangan juga dan ia bilang ini adalah parfum istrinya. Karena aku benar-benar tidak nyaman jika tidak memakai wewangian saat presentasi, sialnya aku lupa membawa parfumku. Sungguh aku tidak berbohong." tatap mata Mingyu menyiratkan penyesalan dan kata yang bersungguh-sungguh.
"Aku tidak apa-apa, Gyu." jawab Wonwoo sambil menyeka air matanya.
"Lantas mengapa menangis?" Mingyu beringsut memeluknya erat.
"Tidak tahu, aku hanya ... hanya merasa tidak nyaman. Jangan khawatir, kita lanjutkan saja." Wonwoo membalas pelukan hangat itu.
Membantu Mingyu mengurai semua lelah dan menggapai puncak pelepasan gairahnya. Namun Wonwoo tetap saja Wonwoo yang hingga akhir bahkan ia tak menggapai pelepasan gairah intimasinya bersama Mingyu karena perasaannya yang tidak nyaman meski ia telah memilih percaya.
Memiliki gangguan trust issue memang begitu melelahkan.
~~~
P.S
Hollaaa ...
Selamat membuka kotak Pandora 🍃💕
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Meanie] ✓
Fiksyen PeminatBittersweet moment kehidupan pernikahan Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu, apa jadinya?