Tandai Typo Hei!
.
.
.19. Kepergian selanjutnya.
"Itu dia orangnya, tangkap!"
James menggeleng tak percaya, ia sudah bersembunyi tapi kenapa para polisi masih bisa menemukannya. "Kalian mau apa?" gumamnya dengan nafas yang belum teratur.
"Jangan coba-coba lari lagi atau kami akan menembak anda."
James tidak bersalah. Ia tidak mau masuk penjara, ia tidak sengaja menembak om Rijal. Seharusnya yang terkena tembakan itu adalah si Zaqi bukan om Rijal. Dan seharusnya juga mereka menangkap Zaqi bukan dirinya.
"Gak, gak." James kembali berlari membuat spontan polisi ikut berlari mengejarnya.
"Berhenti disitu!"
James tetap berlari.
"Saya bilang berhenti! Atau anda kami tembak!"
James menengok kebelakang dan polisi semakin banyak mengejarnya. Sumpah ia merasa, ia tidak bersalah.
"Berhenti!"
"Awas!!!"
James menghentikan langkahnya namun ia malah berdiri di tengah jalan dan sesuatu terjadi begitu cepat. James terpental dan jatuh ke aspal setelah mobil truk menabraknya. Para polisi mendekati tubuh James yang sudah banyak dilumuri darah.
James menatap langit-langit dan tersenyum sebelum menutup matanya laki-laki itu bergumam..."Nadine, nunggu aku sayang."
James lebih baik mati daripada dia harus di penjara. Dia lebih baik menyusul Nadine daripada hidup tapi dihantui oleh rasa bersalah. Iya bersalah, bukan bersalah karena mau membunuh Zaqi, tapi karena ia telah salah sasaran.
***
Bak orang yang sedang kesetanan, Ali berlari dikoridor rumah sakit tanpa memperhatikan jalan. Bahkan beberapa kali Ali hampir membuat orang terjatuh.
Tiba disalah satu pintu laki-laki itu dihalangi oleh seorang polisi. "Maaf, anda dilarang masuk." cegahnya.
"Brengsek! Gue mau lihat keadaan abang gue!"
"Tidak bisa."
Ali mengeram karena mereka tidak mengizinkan dia menerobos masuk kedalam. Akhirnya Ali memilih untuk menunggu sampai dokter keluar.
"Dok gimana dok?" Ali berdiri dan langsung melemparkan sebuah pertanyaan kepada dokternya.
"Saya minta maaf. Tapi kami tidak bisa menyelamatkan."
"Apa? Anjing! Abang gue gak mungkin mati gitu aja dok!" emosi Ali meledak dan tak memperdulikan sekitarnya yang sudah membicarakan sikap Ali yang tidak sopan itu. Ali langsung masuk dan melihat wajah James sudah di tutup oleh kain.
"Bang!" Ali kembali membukanya padahal sudah ditutup suster.
Ali menatap wajah pucat James dan menangis. "Bang, kenapa lo harus berakhir tragis seperti ini bang?!"
"Maafin gue bang, maafin gue yang gagal menjadi adik yang baik buat lo."
Ali merasa gagal karena tak bisa melindungi abangnya sendiri. Bahkan dia yang menjadi saksi dimana abangnya tak sengaja menghilangkan nyawa om Rijal hanya bisa diam tak melakukan apa-apa untuk abangnya sampai akhirnya dia harus kehilangannya.
***
"James." Semua keluarga Ali berduka atas kepergian James. Namun sebagian orang yang berziarah pada berbisik bisik karena kematian James tak biasa. Dia mati karena di kejar kejar polisi dan bahkan polisi ada di sini juga.
Kedua orangtua James dan Ali pun tak percaya kalau anak pertama mereka telah menghilangkan nyawa orang lain.
"Dia pantas mendapatkan itu." Itu suara Prilly.
"Prilly?" Ali hendak bangun dan mendekati Prilly namun kedua orangtua Ali lebih dulu mendekati Prilly.
"Prilly maafin semua perbuatan anak tante sama om karena telah membunuh papa kamu Prilly."
"Iya Prilly. Om juga tak tahu kalau kejadian ini bakal terjadi pada anak om. Kami sebagai orangtuanya meminta maaf sebesar-besarnya sama keluarga kamu Prilly."
Prilly hanya diam.
Ali mendekati Prilly. "Gue tahu lo kecewa sama abang gue. Tapi dia gak bermaksud untuk melakukan itu Pril."
"Gak bermaksud apa Ali? Jelas-jelas kakak lo udah bunuh papah gue!"
Semua orang yang disana semakin yakin kalau anak dari Alkatiri adalah seorang pembunuh. Dan kedua orangtua Ali hanya mampu menahan rasa malu, sebagai orangtua mereka merasa tidak becus mendidik anaknya.
"Kami tidak tahu lagi harus menembusnya dengan cara apa ke keluarga kamu Prilly."
"Tante, om. Asal tante sama om tahu aja, aku udah gak punya siapa siapa lagi selain papah aku. Aku sekarang yatim piatu om tante. Dan itu semua karena anak om hiks." Prilly sudah menangis membuat Ali tak tega. Disini dia juga sedih atas kehilangan James, kakaknya. Kenapa disatu sisi dia tak Terima karena Prilly terus menyalahkan James, namun di sisi lainnya dia merasa kasian sama Prilly karena dia sudah tak punya orangtua.
"Ditambah lagi kakak aku, kakak aku masuk rumah sakit jiwa. Kata dokter, keadaannya semakin memburuk. Bahkan dia gak inget keluarganya sendiri."
"Astagfirullah, kami akan bertanggung jawab Prilly atas semua yang telah terjadi. Dan kami mohon maaf sebesar besarnya atas nama anak kami, James."
Kenapa rasanya sulit? Mereka sudah meminta maaf. Lagian James sudah tidak ada. Harusnya ia bisa mengiklaskan, setidaknya James sudah mendapatkan balasannya. Tapi Prilly memang belum bisa iklas.
***
Ali dari luar bisa melihat keadaan Zaqi bagaimana.
"Lo lihat. Kakak gue seperti itu karena siapa?"
Prilly terus saja menyalahkan abangnya yang jelas jelas sudah meninggal dunia.
"Terus gimana keadaan dia?"
"Ya lo lihat aja gimana keadaanya sekarang, ga ada perubahan."
Ali terdiam.
Lalu kedua orangtua Ali datang dan juga melihat keadaan Zaqi.
Prilly sedih sekali melihat kakaknya seperti itu. Walaupun tak pernah menganggapnya sebagai saudaranya. Tapi dia tetap menganggap Zaqi adalah kakaknya. Walaupun Zaqi terus menyalahkan mamanya yang penyebab bundanya meninggal tapi Prilly tetap menyayangi kakaknya.
"Lo itu anak haram."
"Lo itu anak gak tahu diri."
"Lo itu anak pembawa sial, kalau gue selalu dekat dekat lo tuh bawaannya sial terus."
"Dasar anak jalang."
"Mama lo itu ibaratnya kaya pelacur tahu gak. Perusak! Kotor! Gak ada harga dirinya!"
"Jangan pernah lo bilang gue kakak! Karena gue bukan kakak lo!"
"Lo sama mama lo itu gak ada bedanya! Sukanya mengambil milik orang lain. Bahkan papa gue sekarang lebih milih lo ketimbang gue."
Dan masih banyak lagi perkataan Zaqi yang selalu menghinanya tapi Prilly tak akan bisa membencinya. Apalagi mendoakan yang buruk buruk, tidak pernah sama sekali. Prilly selalu mendoakan kakaknya itu suatu saat nanti menerimanya sebagai saudaranya. Dan sekarang Prilly berdoa lagi agar diberikan kesembuhan dan kakaknya bisa berkumpul lagi bersamanya.
Ali yang melihat Prilly meneteskan air matanya, merasa sedih. Laki-laki itupun menghapusnya dengan lembut, hal itu spontan membuat lamunan Prilly buyar dan segera menjauhkan dirinya.
"Gak usah sok baik lo." sewot Prilly sembari menyeka air matanya kasar.
Ali mengerutkan dahinya. "Apa kata lo? Sok baik? Emang selama ini gue kurang baik apa sama lo?"
***
CollabStory
-muttstories
KAMU SEDANG MEMBACA
Magulo [END]
RandomTamat--- Tanpa desk! Sequel SILY (SORRY, I LOVE YOU) Kelanjutan dilapak @muttstories