Tandai Typo Hei!
.
.
.16.Mencari bukti
James, Ali, dan Keyla masih setia berjongkok di depan kuburan Nadine yang masih terlihat basah itu. Keyla tak berhenti menangis. Sedih dan hancur karena kepergian putri satu satunya yang dia punya sudah pergi. James menatap nanar nisan yang bertulisan, Nadine itu. Sedangkan Ali hanya bisa diam sambil sesekali melirik abangnya yang terlihat sedih sekali. Dia tak menyangka kalau Nadine akan pergi secepat itu. Seandainya dia menjadi di posisi James, abangnya itu. Apakah dia sanggup kehilangan Prilly?
"Bang, gue pamit duluan yah." Kata Ali sambil berdiri dari sana.
"Pamit nak Ali?" Tanya Keyla dengan serak. Mungkin suaranya menjadi serak karena kebanyakan nangis tadi belum lagi matanya yang pasti sudah bengkak.
Ali mengangguk. "Iya tante, Ali harus ke rumah sakit lagi, teman Ali masih disana. Kalau gitu, Ali pamit yah tante."
"Iya nak Ali, hati hati yah."
"Iya tante. Tante harus tabah dan kuat yah, Nadine pasti sudah tenang di sana."
"Iya nak Ali, Terima kasih." Keyla berusaha untuk tegar.
"Bang, lo juga mesti pulang habis ini, mama dan papa pasti nungguin." Kata Ali sama James.
"Hmm." Bales James tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari nisan itu.
Ali menepuk nepuk punggung James sebelum dia pergi. "Gue pergi yah."
Setelah kepergian Ali.
James menoleh ke belakang dan mendapati Keyla yang masih menangis namun matanya tertutup oleh kaca mata hitam.
"Tante, James anterin pulang yah." Satu tangan James sudah merangkul pundak Keyla yang rapuh itu.
Keyla menggeleng. Dia ingin tetap disini, bersama putrinya. "Nggak James, tante gak mau pulang. Tante mau masih nungguin Nadine. Dia sendirian disini, dia pasti ketakutan disana. Gelap, sempit, dan gak ada udara didalam sana James."
Apa yang Keyla katakan? Memang keadaan dan suasana di dalam kubur memang seperti itu. James menghela napas, jujur dia rasanya ingin berteriak dan protes oleh takdir. Kenapa takdir Nadine dan dirinya malah berakhir seperti ini? Dan kenapa Tuhan begitu cepat mengambil orang yang baru dia sadari, kalau dia benar benar mencintainya.
"Tante, kita pulang yah." Bujuk James namun Keyla menggeleng sambil menepis tangan James.
"Tante bilang, tante masih mau disini James. Tante gak akan pergi dari sini, tante mau temenin nadine." Isak Keyla.
Tangisan Keyla, maminya Nadine semakin menjadi jadi. "Sayang, mami gak akan pergi dari sini yah. Kamu jangan takut yah, kamu gak kesepian sayang. Ada mami disini."
James mengepalkan tangannya kuat kuat. Dia berusaha berpikir jernih. Dia tak mau emosi mengendalikan dirinya.
"Tante, tapi James mesti ke rumah tante. Kita cari tahu bareng bareng siapa yang sudah melakukan ini pada Nadine. Kata Tante, James harus melihat CCTV di rumah tante kan?"
Keyla menghentikan acara tangisan dan beralih menatap James. Yang dikatakan anak pemuda itu ada benarnya. Dia harus tahu siapa yang sudah menyebabkan anaknya meninggal.
"Kamu benar James. Tante belum lihat CCTV di rumah tante. Kalau begitu kita pulang ke rumah tante."
"Iya tante." James membantu Keyla berdiri dan pergi dari sana. "Pelan pelan tante."
Keyla sebelum benar benar meninggalkan pemakaman putrinya. Dia mengatakan. "Mami sayang kamu. Semoga kamu bertemu papi sayang. Dan mami segera menyusul kalian."
James hanya diam tak bertanya apalagi bersuara. Dia tahu Keyla mengatakan itu karena terbawa suasana saja.
"Ayo tante."
***
"Gue bawain lo buah." Ali mengeluarkan buah jeruk dari kantung kresek.
"Gue gak suka jeruk."
"Dih kenapa? Jeruk itu bagus buat pasien kaya lo. Udah deh, makan aja. Ini manis, kalau kurang manis? Lihat muka gue aja, langsung hilang asemnya." Kata Ali membuat Prilly rasanya ingin muntah.
"Apaan sih. Gajelas."
"Mau jelas? Makanya pacaran sama gue. Gak mau pacaran? Yaudah ayo kita nikah." Canda Ali.
Prilly mendengus, bisa bisanya si alien ini bercanda. "Papah gue mana?"
"Kenapa sih cari cari papah lo terus? Papah lo itu udah mempercayakan gue buat jaga bidadari."
"Ali gue serius!"
"Nah kan baru aja diomongin, yaudah ayo kita—"
"Berisik!" Prilly buru buru membekap mulut Ali menggunakan telapak tangannya.
"Tangan lo wangi."
"Ihh!"
"Hahaha."
Prilly menggeleng dan menutup mulutnya rapat rapat saat Ali akan menyodorkan jeruk ke mulutnya.
"Buka mulut lo bego." Paksa Ali.
Prilly masih menutup mulutnya.
"Hmm!!""Apa?"
"Gue gak mau—"
"Nah, anak pinter." Ali berhasil memasukkan jeruk ke mulut Prilly yang terbuka tadi.
Prilly menatap Ali tajam namun pada akhirnya dia makan buah jeruknya juga.
"Ali." Panggil Prilly.
"Naon?" Ali kembali menyodorkan jeruknya. "Aaaah... "
"Ntar dulu ih! Gue mau ngomong Ali."
"Oh mau ngomong, bilang dong." Kekeh Ali. Dia memasukkan jeruknya yang terakhir ke mulutnya sendiri.
"Gue juga mau lihat kuburannya nadine."
"Ntarajajakakahdndkck."
"Ngomong yang jelas kek lo!"
"Jadinskdmkskkkknadineekdk."
Prilly semakin menatap Ali jengkel.
"Di kunyah cepetan ih!"Ali turut, dia mengunyah dengan cepat dan menelannya. "Jadi tadi gue lihat tante Keyla sedih banget hampir mau pingsan. Apalagi abang gue, baru kali ini gue lihat dia sesedih itu. Kayanya abang gue cinta deh sama nadine. Lo sih makanya jangan larang larang abang gue sama nadine."
Prilly diam. Tapi dia melakukan itu semua demi kebaikan mereka juga. Tahu sendiri, kakaknya itu berani berbuat nekat. Dan Prilly curiga kalau semua yang terjadi pada Nadine itu karena perbuatan Zaqi.
"Ciah, dia malah bengong. Awas kesambet sama hantu penunggu disini." Kata Ali mencoba menakut-nakuti Prilly.
Prilly menggeplak kepala Ali.
"Aduh! Kasar lo mah sama laki sendiri. Lembut kek gitu, lagian baru sadar dari koma udah bisa geplak pala gue lagi njir." Oceh Ali.
"Ali, Nadine hiks." Prilly tiba tiba saja menangis.
Ali tersenyum. Ini kesempatan bagus nih. Dia langsung saja menarik kepala Prilly agar bersandar di bahunya.
"Iya, udah yah. Gue tahu lo sebagai sahabat nya pasti sedih juga. Sabar yah sabar." Ali mengelus ngelus kepala Prilly sambil mengecup kepala Prilly.Prilly yang baru sadar apa yang Ali lakukan itu. Dia menjauh dan memukulnya. "Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan!"
"Lah, gue salah lagi? Lo sedih kan? Yaudah, sini siapa tahu lo butuh sandaran kan. Gue selalu ada buat lo kok Pril. Sini, uhhh cayangnya Ali."
"Ihhh Ali apa apaan sih!"
"Udah diam, jangan ngelawan terus lo! Nurut sama suami."
Prilly mendengus karena Ali kembali menarik dirinya agar mendekat dan menyederkan kepalanya di pundak cowok itu. Tapi kenapa dia nyaman sekali berada di dekat cowok tengil ini?.
***
Collabstory
-muttstoriesMAAF KEMARIN LUPA PUB! MINGGU INI 2 PART DEH.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magulo [END]
AcakTamat--- Tanpa desk! Sequel SILY (SORRY, I LOVE YOU) Kelanjutan dilapak @muttstories