Prolog

10.5K 730 140
                                    

Sebuah pintu usang terbuka perlahan-lahan, membuat engsel tuanya berderit hingga membuat telinga seseorang menegak waspada, siapa pun yang mendengarnya mungkin akan bergidik ngeri. Sama seperti pemilik sepasang mata yang terpejam ketakutan di balik selimut tebalnya.

Krak... krak... krak...

Tubuh anak laki-laki itu bergemetar hebat saat lantai kayu mulai berderak, pertanda bahwa ada seseorang atau bahkan bukan orang yang masuk ke dalam kamarnya. Perlahan-lahan, suara langkah kaki itu semakin mendekatinya.

Krak... krak... krak...

Ranjang di sisi kanannya berguncang, ada sesuatu yang duduk di balik punggungnya. Tangan mungilnya mengeratkan remasan pada ujung selimut sebagai penutup tubuh yang sedang meringkuk ketakutan. Mulutnya ingin berteriak, tapi seolah terkunci oleh sesuatu sesaat setelah tangan berkuku panjang menyentuh punggungnya. Napasnya tercekat, ujung kuku runcing itu mulai berputar-putar pada punggungnya. Bulir-bulir air mata sudah muncul dari sudut matanya, mungkin sebentar lagi ia akan kehilangan kesadarannya.

"Jade?"

Selimut yang menutupi tubuhnya segera ia buka, matanya menatap seorang wanita yang duduk di dekatnya. Walaupun kamarnya dalam keadaan gelap, tapi cahaya kilat yang masuk ke kamar membuat wajah wanita itu terlihat sangat jelas. Senyum menenangkan wanita itu membuat tubuhnya segera menerjang memeluk. Wajahnya ia tenggelamkan pada dada wanita yang sudah sangat ia sayangi.

"Aunty, ada monstel," adunya cadel karena memang sampai saat ini ia masih kesusahan mengucapkan huruf r.

Tangan wanita itu mengusap-usap kepala anak laki-laki yang sebentar lagi genap berumur lima tahun. Masih bertahan di posisi yang sama, sepasang mata cantik menatap jendela yang terbuka lebar. Gorden tipis berwarna putih terombang-ambing mengikuti arah angin yang bertiup kencang. Malam ini, di desa tengah terjadi pemadaman listrik akibat hujan yang tak berhenti-henti mengguyur sejak pagi tadi.

Suara petir yang menggelegar membuat kedua tangan Jade lebih erat memeluk wanita itu, ditambah cahaya kilat membuat kamar itu terang sepersekian detik kemudian kembali gelap gulita. Tanpa ragu, bibir ranum itu mengecup puncak kepala Jade untuk menenangkannya yang tampak sangat ketakutan. Mungkin kehadirannya juga menjadi salah satu penyebab ketakutan Jade yang mengira bahwa sebelumnya ada monster yang biasa anak-anak pikirkan.

"Aunty, janji jangan tinggalin Jade," lirih Jade pelan, bahkan sangat pelan.

Wanita itu mengangguk-angguk mengiakan. "Aunty mau tutup jendela," ucapnya sembari sedikit memaksa melepaskan pelukan mereka.

Kaki jenjang itu berjalan perlahan memutari ranjang untuk mencapai jendela. Mata Jade selalu memperhatikan setiap gerak-gerik wanita itu, memastikan bahwa ia benar-benar tidak ditinggalkan sendirian. Wanita itu melongok keluar, desa terpencil ini benar-benar terlihat seperti desa tak berpenghuni. Bahkan pemandangan yang bisa dilihat dari jendela hanya hamparan hutan bambu, ada beberapa rumah di dekat sana tapi tidak bisa dijangkau mata saat tak ada setitik cahaya yang bisa dilihat. Cepat-cepat ia menutup jendela saat kesiur angin membuat tubuhnya menggigil.

Wanita itu berbalik, berjalan mendekati nakas dan membuka laci teratas. Tangannya masuk ke dalam laci untuk mencari-cari sebuah lilin. Setelah ketemu, dihidupkannya lilin itu dengan pemantik api. Kamar yang semula benar-benar gelap akhirnya sedikit lebih terang oleh temaram lilin yang tak akan bertahan lama.

HazelnathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang