"Dan begitulah kisah Hazelnath berakhir. Aunty tau kalau cerita itu mungkin tidak seperti dongeng yang Jade harapkan."
Sudut bibirnya berkedut menahan senyum. "Tapi hanya itu yang aunty tau, hanya itu satu-satunya jalan cerita yang sangat aunty pahami."
"Kalau seandainya Jade tanya kenapa, jawabannya karena Hazel itu aunty, Jade." Hazel tersenyum lembut, di kepalanya masih terputar kenangan manis yang tidak akan pernah dia lupakan dan akan selalu dia ceritakan selagi dirinya masih bisa berbicara.
Matanya terbuka setelah selesai menceritakan perjalan singkat yang masih bisa dia ingat dengan baik. Kepalanya menoleh ke samping, menatap Jade yang sudah tidur pulas. Bahkan ketika anak laki-laki itu sudah tidur saat dia baru mendengar seperempat ceritanya, Hazel tetap melanjutkan bercerita. Membiarkan dirinya sendiri bercerita sekaligus mendengarnya.
Hazel duduk, bersandar pada kepala ranjang lalu membenarkan selimut yang menutupi tubuh kecil Jade. Laki-laki yang berhasil mencuri hatinya setelah Elnath. Hazel begitu menyayangi Jade, bahkan mungkin lebih dari dirinya sendiri. Termenung dengan pikirannya yang kembali melayang entah kemana, Hazel tiba-tiba tersentak kaget.
Krak... krak... krak...
Lantai kayu itu berderak, pertanda bahwa ada seseorang yang mendekat ke kamar mereka.
Krak... krak... krak...
Mata Hazel menatap awas pada pintu kamar yang lupa dia kunci. Mengandalkan temaram lilin yang sebentar lagi habis, Hazel berusaha memberanikan dirinya untuk mendekat.
Baru saja kaki putih Hazel menyentuh lantai kayu, pintu itu berderit. Matanya mendelik, sedikit terkejut menatap Elnath berdiri di ambang pintu. Cepat-cepat Hazel berjalan mendekati Elnath yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar lalu menutup pintunya.
"Ngapain ke sini?" bisiknya pelan.
"Ketemu kamu." Elnath mengusap sayang kepala Hazel.
"Nanti ketahuan sama Hakan." Hazel menatap khawatir pada pintu kayu yang ditahan oleh punggung Elnath. Bukannya apa-apa, status mereka sampai saat ini masih belum jelas. Bukan begitu maksudnya, mereka belum menikah jadi sedikit berbahaya jika mereka kepergok berada di dalam kamar yang sama malam-malam begini. Mereka juga masih sangat muda, masih banyak hal yang perlu dikejar.
Elnath menggeleng. "Nggak akan, dia udah tidur."
Hazel menahan tangan Elnath yang mulai menarik pinggangnya. "Elnath!" pekiknya tertahan. "Jangan macem-macem kalau nggak mau dimarahin Hakan."
"Aku nggak takut." Elnath justru tersenyum menantang, terlihat menyebalkan bagi Hazel. "Dia bukan apa-apa," jawabnya meremehkan. Elnath yang dulu dan sekarang tetap sama jika berhubungan dengan Hakan, tidak mau dikalahkan oleh Hakan hanya karena laki-laki itu merasa menjadi Kakak dari Hazel yang patut dihormati.
Hazel berusaha melepaskan dirinya walau Elnath semakin mengeratkan tangannya pada pinggang Hazel. "Denger, besok kita pergi dari sini. Masih ada banyak waktu buat bicara."
Hazel menengok ke belakang, memastikan Jade masih tidur. "Jangan sekarang," ucapnya tanpa suara.
Elnath menggeleng, membuat Hazel mendesah kesal. Ia benar-benar takut, jika ketahuan Hakan bisa bahaya. Apalagi di dalam sini ada Jade yang bisa terbangun kapan saja. Mereka berempat memang sedang menginap di kampung Velyn, sampai umur Jade hampir lima tahun tapi wanita itu tidak pernah menampakkan dirinya lagi.
Entahlah Hazel harus senang atau tidak. Bohong jika dia mengatakan rela suatu saat Jade yang sudah dia rawat sedari kecil akan direnggut darinya. Tapi Jade juga tidak bisa selamanya bersama Hazel, anak itu perlu bertemu orang tua kandungnya. Jade yang sudah mulai mengerti selalu menanyakan Velyn, tapi Hazel hanya bisa membawa anak itu berkunjung ke rumah ini untuk sekedar mengalihkan perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazelnath
Teen FictionBukan mengenai Hazelnut, jenis kacang-kacangan yang tergolong dalam spesies Filbert. Tapi mengenai Hazelnath, dua anak manusia yang diciptakan dan dipersatukan dengan karakter yang sangat berbeda. Hazel tidak bisa hidup dengan tenang tanpa harta, po...