Siang ini rencananya akan Hazel habiskan untuk bermalas-malasan di dalam kamarnya yang benar-benar ia rindukan. Matanya terpejam, bibir itu mengukir senyuman terbaiknya, Hazel masih sangat begitu senang bisa kembali ke rumah ini.
Sesuatu yang pernah hancur sekali ternyata masih bisa diperbaiki, sesuatu yang pernah Hazel anggap sulit untuk dilalui ternyata bisa ia lalui, sesuatu yang pernah dipikirkannya begitu rumit ternyata tidak serumit itu.
Sekarang Hazel tersenyum-senyum malu, wajahnya ia benamkan pada bantal empuknya. Dari masalah yang kemarin, pikiran Hazel kini melayang pada Elnath. Sepertinya rencana awalnya akan ia batalkan, rasanya pasti lebih menyenangkan jika mengganggu Elnath.
"Hazel!!"
Hazel membuka matanya, menatap pintu kamarnya yang sedikit terbuka hingga membuat suara Hakan dari kamar seberang terdengar benar-benar keras. Ia menyayangi Hakan, tapi juga kesal sebab laki-laki itu telah merusak hari baiknya. Baru setengah hari berjalan, Hakan sudah membuatnya teramat sangat kesal. Terhitung dua kali laki-laki itu melongok ke dalam kamarnya, pertama hanya diam menatapnya, kedua mengacak-acak meja riasnya, lalu pergi begitu saja membiarkan pintu kamarnya tidak tertutup rapat.
Sekarang apa lagi? Laki-laki itu juga ingin merusak rencana hebatnya? Tidak akan Hazel biarkan! Hazel pasti akan mengunci pintu lalu teleponan dengan Elnath sampai mulutnya lelah berbicara.
"Adikku, Hazel!"
"Apa?!!" Teriak Hazel tidak kalah kencangnya. Satu fakta yang perlu Hazel beritahu, ia benar-benar benci dipanggil seperti itu oleh Hakan.
"Ambilin gue minum!"
Hazel meremas kuat-kuat selimut yang masih terlipat rapi di dekatnya. Bagian terburuknya kembali ke rumah ini seperti mengembalikan sifat lama Hakan. Hanya karena Hakan merasa sebagai seorang Kakak, ia membiasakan dirinya memerintah Hazel melakukan hal-hal kecil seperti ini.
"Gue haus, cepet!"
Walau kesal, Hazel turun dari ranjangnya. Berlari menuju dapur di lantai satu kemudian membawakan segelas air minum ke dalam kamar Hakan. "Nih!"
Hakan menerima segelas air putih itu tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponselnya. Nasib Hakan beruntung sekali, laki-laki itu sudah tidak perlu bekerja paruh waktu dan memikirkan biaya hidup dan kuliah untuk mereka berdua. Katanya nikmati saja uang Papa selagi masih bisa karena Papa mencari uang untuk mereka. Jika dipikir-pikir lagi, otak mereka berdua memiliki kesinambungan yang bagus jika mengenai uang.
"Ngapain masih disini?"
Hazel memutar bola matanya malas, manusia tidak tau terima kasih. Ia berbalik, berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya pertanda bahwa ia sedang kesal.
"Jalannya biasa aja, lebay."
Dari kesal, sekarang Hazel marah. Semakin keras ia menghentakkan kakinya tapi tetap diabaikan oleh Hakan.
"Tutup pintunya!"
Hazel berdiri di ambang pintu, bertatapan dengan Hakan yang memastikan bahwa pintu kamarnya benar-benar akan tertutup rapat. Tapi sayangnya itu tidak akan terjadi. Hazel menyentuh kenop pintu, berpura-pura hendak menutup pintu hingga mampu membuat Hakan bernapas dengan tenang. Tapi semua itu hanya tipuan sesaat Hazel kembali mendorong pintu itu hingga terbuka lebar.
"Tutup pintunya!" teriak Hakan tidak terima dari ranjangnya.
"Tutup sendiri." Hazel menjulurkan lidahnya. Seolah tidak ada kapoknya dengan kejadian-kejadian di masa lalu yang sama seperti ini. Perkara pintu, mereka bisa bertengkar hebat.
"Hazel!" Hakan memanggil cukup keras karena ia malas sekali untuk turun dari ranjangnya. "Tutup!!"
Hazel melipat tangannya di depan dada. "Nggak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazelnath
Teen FictionBukan mengenai Hazelnut, jenis kacang-kacangan yang tergolong dalam spesies Filbert. Tapi mengenai Hazelnath, dua anak manusia yang diciptakan dan dipersatukan dengan karakter yang sangat berbeda. Hazel tidak bisa hidup dengan tenang tanpa harta, po...