Hazel sudah libur sekitar dua hari lamanya karena gadis itu benar-benar malas pergi sekolah, lebih tepatnya takut diperlakukan seperti tempo hari lalu. Tapi untuk hari ini, Hazel yakin untuk kembali bersekolah karena Hakan akan menemaninya. Selama beberapa hari lalu, Hakan sudah mengurus surat kepindahannya ke sekolah Hazel. Sekarang laki-laki itu sudah berdiri di belakang Hazel, menunggu Hazel berdandan yang tidak ada selesai-selesainya sedari tadi.
"Cepetan!!" Entah sudah berapa kali Hakan melontarkan keluhannya pada Hazel walau gadis itu tampak tidak peduli dan masih asyik bercermin. "Itu kaca lama-lama bisa retak karena mual lihat lo," celetuk Hakan.
Hazel melirik sinis pada Hakan tapi tetap menyisir rambutnya. Setelah merasa sempurna, Hazel bangkit dan berputar-putar di hadapan Hakan. "Cantik nggak?" tanyanya riang, Hazel benar-benar merasa senang hari ini.
Hakan diam, wajahnya datar serta enggan membuka mulutnya. Hal itu justru membuat Hazel tertawa, gadis itu mencolek dagu Hakan walau segera ditepis oleh laki-laki itu. Mata gadis itu meneliti penampilan Hakan dari atas sampai bawah. Jari-jarinya ia bentuk seolah membingkai wajah Hakan. "Cakep, seragam sekolahnya cocok," puji Hazel jujur.
"Udah?" tanya Hakan yang sudah menahan kekesalannya sedari tadi. Salah satu hal rumit dalam hidupnya adalah menghadapi seorang wanita.
Hazel mengangguk semangat sembari mengapit lengan Hakan agar segera keluar dari kamar itu. Rasa senang Hazel tidak bisa dijelaskan lagi, ia merasa seperti kembali ke tahun-tahun dimana ia dan Hakan masih berada di satu sekolah yang sama, pergi ke sekolah bersama, pulang sekolah bersama, dan hari ini semuanya seolah kembali terulang.
Saat sudah duduk manis di atas motor Hakan, Hazel berbicara, "Lo kayaknya akan bikin geger hari ini, nanti jangan mau sama perempuan-perempuan caper."
"Geger gimana?" tanya Hakan yang masih fokus pada jalanan di depannya.
Hazel memegangi helm kebesaran yang melindungi kepalanya. "Kayak nggak tau aja. Gue aja cantik dan pernah jadi idola, apalagi lo."
"Hm," jawab Hakan malas.
Melalui jalanan pagi yang sedikit ramai tidak membuat motor yang dikendarai Hakan memelankan lajunya, hingga tidak butuh waktu lama motor itu mulai memasuki area sekolah. Semua tatapan siswa/siswi tertuju pada mereka, tepat seperti tebakan Hazel. Dengan sengaja ia memeluk pinggang Hakan, membuat beberapa orang memekik kaget. Pagi mereka benar-benar buruk, apa tidak ada kesempatan untuk mereka mendapatkan keromantisan masa sekolah? Muak sekali menjadi saksi dari kisah manusia-manusia seperti Hazel. Dunia benar-benar tidak adil bagi mereka, mana katanya masa sekolah menengah atas yang sempurna? Mungkin sempurna bagi manusia-manusia beruntung, tapi tidak bagi sebagian besar dari mereka.
"Lepas, bego!" ketus Hakan saat motornya sudah terparkir rapi.
Hazel tertawa pelan. "Mata mereka sampai melotot liatnya." Hazel turun dari motor, menyerahkan helm pada Hakan kemudian menunggunya. "Lo dapat kelas apa?"
"XII IPA 1."
Gadis itu bergidik ngeri mendengarnya. "Lo tahan sama orang-orang di dalamnya?" tanya Hazel sedikit dramatis. "Isinya manusia-manusia gemar belajar, nggak seru dan ambisius."
Hakan menarik tangan Hazel agar tidak lama berbincang di parkiran itu. "Gue suka belajar, gue nggak seru, gue ambisius, dan gue cocok ada di kelas itu."
Hazel sedikit mempercepat langkahnya saat Hakan menariknya dengan cepat menuju koridor satu. "Kenapa kita beda, ya? Padahal kita kembar, tapi kenapa bagus-bagusnya ada di lo semua?"
Bibir Hakan tersenyum tipis, matanya melirik Hazel yang berjalan di sisinya. "Kita saling membutuhkan, bukan saling mengungguli. Pasti ada sesuatu di diri lo yang nggak ada di diri gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazelnath
Teen FictionBukan mengenai Hazelnut, jenis kacang-kacangan yang tergolong dalam spesies Filbert. Tapi mengenai Hazelnath, dua anak manusia yang diciptakan dan dipersatukan dengan karakter yang sangat berbeda. Hazel tidak bisa hidup dengan tenang tanpa harta, po...