Sepertinya hari Minggu ini menjadi Minggu terbaik setelah drama panjang yang Hazel lalui karena ia akan pergi bersama Elnath. Kemarin malam Elnath yang mengajak, tentu saja Hazel tidak akan menolak. Malu untuk mengakuinya, tapi mungkin ini bisa disebut kencan mereka.
Satu persatu permasalahannya mulai terselesaikan. Mama dan Papanya memang masih kaku, tapi beberapa kali mereka sering pergi berdua. Bagian paling menyenangkan ketika mereka tidak memperebutkan mengenai hak asuh. Hazel dan Hakan masih tinggal dengan Papanya, tapi kadang-kadang juga menginap di rumah Mamanya.
Tentang Velyn, gadis itu sudah pergi meninggalkan rumah ini sekitar seminggu yang lalu. Entah kemana dia pergi, tidak ada yang tahu karena Velyn sendiri merahasiakannya. Mereka hanya bisa berdoa dimanapun Velyn berada semoga selalu baik-baik saja.
Hazel berlari penuh semangat menuruni anak tangga, rumah besar ini tampak sepi sebab Henry dan Hakan pergi mengurus sesuatu yang tidak perlu Hazel ketahui, katanya urusan laki-laki. Tapi Hazel tidak peduli akan hal itu karena ia terlalu sibuk merias dirinya sendiri agar terlihat sempurna di depan Elnath. Saking tidak sabarnya, Hazel sudah duduk manis di depan teras rumahnya walau Elnath mungkin akan datang sekitar lima belas menit lagi.
"Maaf, tidak ada yang namanya Velyn di sini."
Hazel mengerutkan keningnya saat mendapati keributan antara seorang satpam yang menjaga rumahnya dan seorang Ibu-ibu di depan gerbang.
"Ibu nggak boleh masuk, saya sudah bilang kalau Velyn sudah pergi dari sini."
Samar-samar Hazel bisa mendengar percakapan mereka. Ia meletakkan ponselnya di atas meja kemudian berlari mendekati gerbang rumahnya. "Ini ribut-ribut ada apa, ya?"
Pak Ahmad tersenyum sopan pada Hazel. "Ini ad—"
"Saya mau cari Velyn!" Ibu-ibu itu memotong ucapan Pak Ahmad. "Saya sudah tiga hari ada di sini, kesana kemari cari alamat rumahnya Velyn."
Ibu itu memperhatikan rumah Henry dengan seksama. "Ternyata hidupnya enak di sini, terus Bapak ini malah ngelarang saya buat ketemu Velyn."
Hazel meringis mendengar suara cempreng Ibu itu. "Pak Ahmad, tolong gerbangnya dibuka aja."
Tidak ingin membantah, Pak Ahmad membiarkan Ibu itu masuk. Sebelum mengomel lagi, Hazel menuntunnya untuk duduk pada meja yang ada di teras. "Sebelumnya kita harus kenalan dulu, saya Hazel."
Hazel tersenyum sopan. "Nama Ibu siapa?"
Ibu itu menyeka keringatnya yang bercucuran, entah sudah berapa lama ia berputar-putar di kota besar ini. "Bawain minum dulu kek, Velyn nggak mampu beli minuman?" sewotnya membuat Hazel harus menahan dirinya untuk tidak memaki.
Hazel tersenyum canggung, memerintahkan Ibu itu untuk menunggu selagi ia mengambil minuman ke dalam. Tidak berselang lama, Hazel kembali dengan lima gelas minuman berbeda jenis dan beberapa toples cemilan. Sengaja menunjukkan bahwa isi kulkas dalam rumah besar ini tidak bisa diremehkan. Tabiat Hazel tetap sama, sombong. Maka dari itu Hazel tidak suka direndahkan. Ia harus tetap di atas, akan tetap begitu selama-lamanya.
"Minum dulu, Bu." Hazel tersenyum manis tapi hanya pura-pura. "Pilih aja yang mana, kalau nggak suka masih ada yang lain."
Ibu itu sempat melongo selama beberapa saat sebelum meraih gelas berisi jus. Selama Ibu itu minum, Hazel memperhatikan balita yang sedari tadi menatapnya dari pangkuan wanita itu
"Ibu ini siapa terus kenapa cari Velyn?"
"Velyn itu anak kurang ajar," omelnya terlihat kesal.
Hazel ingin sekali adu mulut dengan Ibu-ibu pemarah didepannya ini, apa ia tidak bisa menyebutkan nama dan asalnya terlebih dulu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazelnath
Teen FictionBukan mengenai Hazelnut, jenis kacang-kacangan yang tergolong dalam spesies Filbert. Tapi mengenai Hazelnath, dua anak manusia yang diciptakan dan dipersatukan dengan karakter yang sangat berbeda. Hazel tidak bisa hidup dengan tenang tanpa harta, po...