"Hazel!!" Elnath memanggil Hazel dari tempatnya berdiri, sedikit berteriak dengan nada tidak suka kala melihat pacarnya dan siswa baru itu tampak berbincang serius. Apa gadis itu lupa bahwa harusnya Elnath yang mengantarkan Hazel pulang?
Hazel menoleh, tersenyum lebar saat Elnath benar-benar menepati janjinya. Dengan sekali tarikan, helm di atas motor Hakan berpindah pada tangannya. "Gue pulang, jangan khawatir!" bisik Hazel pada Hakan yang tampak tidak peduli.
Berlari kecil, Hazel akhirnya sampai di dekat Elnath. Masih dengan senyum yang sama, Hazel memakai helm-nya seperti yang diajarkan Hakan. "Ayo!" ajak Hazel penuh semangat, bahkan ia sudah bersusah payah naik ke atas motor sebelum Elnath naik.
Hazel mencebikkan bibirnya saat Elnath hanya diam menatapnya seolah meminta penjelasan. "Gue cuma minta helm, nggak ngapa-ngapain. Serius!!" Jari telunjuk dan jari tengah Hazel terangkat ke udara membentuk huruf V.
"Hm." Elnath naik ke atas motornya dan mulai melajukannya keluar area sekolah.
Baru dua menit menempuh perjalanan, Hazel mencondongkan kepalanya mendekati kepala Elnath. "Boleh peluk?" tanya Hazel dengan harapan yang begitu besar, bertahun-tahun ia belum pernah memeluk Elnath.
"Nggak," tolak Elnath cepat.
"Velyn dipeluk tanpa minta, sedangkan gue nggak boleh," gerutu Hazel pelan. Sebenarnya ia ingin Elnath luluh dan memperbolehkannya untuk memeluk laki-laki itu, tapi sayangnya Elnath hanya diam.
Sudah tidak tahan karena percuma saja mendiami Elnath, gadis itu memeluk erat leher Elnath hingga membuat laki-laki itu tersentak kaget bahkan sedikit tercekik.
"Lepas!" Perintah Elnath sama sekali tidak didengarkan oleh Hazel. Tidak punya cara lain, tangan kirinya ia gunakan untuk melepaskan pelukan Hazel pada lehernya. "Lo bisa diem nggak?"
"Gue bicara karena kita sama-sama manusia, bukan batu!" geram Hazel. "Lo punya waktu sepuluh detik buat jawab pertanyaan gue."
"Pertanyaan yang gue boleh peluk ini atau nggak," lanjut Hazel sembari menepuk-nepuk perut rata Elnath.
"Satu." Hazel mulai menghitung sembari memperhatikan sekitarnya.
"Dua, tiga, empat, lima," lanjutnya sedikit cepat.
"Enam." Hazel meneguk ludahnya saat Elnath tidak mengatakan apa pun.
"Lima," ucapnya kembali ke awal untuk memperlambat hitungan.
"Enam." Hazel mendesah kecewa. "Tujuh."
"Delapan." Hitungnya semakin lesu. Baik Hazel, saatnya bangun dari mimpi-mimpi memampuskan.
Elnath sesekali melirik wajah cemberut Hazel dari kaca spionnya, bibir laki-laki itu tersenyum kecil. Elnath hanya sengaja membiarkan Hazel kesal, ingin melihat sampai mana kesabaran gadis itu. Harusnya ia cukup sabar, mengingat bertahun-tahun lamanya tidak pernah goyah mengganggu dirinya.
"Sembilan. Lo masih bisa bicara, kan?" tanya Hazel memastikan bahwa Elnath sedang tidak sariawan hingga membuatnya enggan berbicara.
"Sepuluh."
Tidak terjadi apa-apa, padahal Hazel sudah berharap banyak. Mungkin belum beruntung, besok akan Hazel coba lagi. Berusaha menyembunyikan kekecewaannya, Hazel memeluk dirinya sendiri. Dalam hati ia berkata pada dirinya sendiri bahwa besok Elnath yang akan memeluknya. Tidak berselang lama dari itu, tangan Elnath menarik tangannya kemudian mengarahkannya pada pinggang laki-laki itu. Mata Hazel berbinar, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ia segera memeluk erat tubuh Elnath.
"Ternyata gini rasanya," gumamnya pelan tapi masih bisa didengar oleh Elnath.
"Gimana?"
"Hah?" Hazel kelabakan, wajahnya memerah seperti tomat matang. "Gue nggak ngomong apa-apa," kilahnya menyelamatkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazelnath
Teen FictionBukan mengenai Hazelnut, jenis kacang-kacangan yang tergolong dalam spesies Filbert. Tapi mengenai Hazelnath, dua anak manusia yang diciptakan dan dipersatukan dengan karakter yang sangat berbeda. Hazel tidak bisa hidup dengan tenang tanpa harta, po...