02

3.5K 517 18
                                    

Kepala tegak menatap lurus ke depan. Rambut berwarna kecokelatan dibiarkan tergerai bebas di punggungnya. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, senyum tipis, dan wajah yang nyaris sempurna membuatnya melangkah anggun dan penuh percaya diri pada koridor sekolah. Aroma parfum khas Hazel bisa tercium bahkan seolah mengikuti setiap langkah kaki gadis itu. Memandang tatapan penuh kagum dari siswa/siswi untuknya, Hazel tersenyum.

Hari ini tepat tahun ajaran baru dimulai, itu artinya Hazel sudah resmi duduk di kelas XII. Menjadi pusat perhatian seperti ini adalah hal nomor dua yang ia rindukan dari sekolah, Hazel selalu senang saat semua orang mengagumi kecantikannya. Dan apa yang paling ia rindukan? Tentunya bertemu Elnath, pacarnya.

"Freya!" sapa Hazel saat hampir melewati tubuh gadis yang mematung menatapnya tanpa berkedip.

"Gue cantik nggak?" tanya Hazel dengan nada sombongnya. Hazel memang begitu, hidup berkecukupan dan memiliki paras yang mendukung membuatnya sering mendapat pujian. Hal ini menyebabkannya tumbuh menjadi gadis yang sombong dan selalu merasa selangkah lebih tinggi dari teman-temannya.

Freya mengangguk seperti orang bodoh. "Cantik," jawabnya jujur.

Hazel melipat tangannya di depan dada, tak lupa melemparkan senyuman termanisnya hingga membuat beberapa laki-laki di sana menahan napasnya. "Cantik aja atau cantik banget?"

"Cantik banget!" seru laki-laki di belakang Freya secara bersamaan. Freya yang ditanya mengangguk menyetujui. "Bener kata mereka, cantik banget."

Hal ini membuat Hazel semakin percaya diri, salah satu jarinya memelintir rambutnya sendiri. "Kalau gitu, cepet sebarkan beritanya!" perintah Hazel sembari menggerak-gerakkan tangannya untuk mengusir Freya. "Bilang ke orang-orang yang belum tahu, kalau hari ini Hazel kelihatan lebih cantik dari yang kemarin-kemarin."

"Siap!" Freya segera berlari meninggalkan Hazel dan yang lainnya.

Sedikit informasi, Freya merupakan ratu gosip seantero sekolah. Berita terhangat apa pun pasti datang dari mulutnya. Tidak heran jika semua orang di sekolah selalu percaya padanya. Gadis berpenampilan mencolok dari siswi lainnya itu tidak suka berada di tempat sepi, tidak suka perpustakaan, dan tidak suka ketenangan. Freya selalu berpindah-pindah dari koridor bahkan lantai satu, dua, dan lainnya untuk menyebarkan berita-berita yang ia ketahui. Karena hal ini membuat teman Freya sangat banyak, ia sangat suka bergosip di mana pun dan kapan pun.

Kini mata Hazel menatap beberapa laki-laki yang terlihat sangat mengaguminya. Dengan jahil ia mengedipkan sebelah matanya hingga membuat mereka semua bersorak senang. Melambaikan tangannya pelan, Hazel segera pergi dari sana untuk masuk ke dalam kelas barunya. Tapi sebelum ia sampai, matanya terpaku menatap Elnath yang berjalan tak jauh darinya.

"Elnath!!"

Elnath menolehkan kepalanya, wajahnya yang semula segar berubah menjadi lesu saat menatap wajah Hazel. Selamat datang penyiksaan, mulai hari ini ia kembali dihadapkan oleh setan berwujud manusia seperti Hazel. Tidak peduli pada panggilan gadis itu, Elnath melanjutkan langkahnya. Langkah kakinya ia percepat saat hendak naik ke lantai dua tempat kelasnya berada.

"Tungguin gue!!" pekik Hazel dan segera berlari menyusul Elnath.

Hazel sudah mampu mengimbangi langkah besar Elnath. Kepalanya mendongak, menatap wajah Elnath yang sedikit lebih tinggi darinya. "Selamat pagi, pacar." Hazel tersenyum manis berharap bahwa itu bisa membuat hati Elnath mencair.

Elnath diam, fokus menatap jalannya di depan sana seolah tidak ada Hazel di dekatnya. Tak sedikit pun ia melirik Hazel yang menggerutu di sebelahnya. Hazel itu tidak penting, Elnath harus bisa bersabar selama satu tahun ini sampai ia lulus dari sekolahnya dan tidak akan pernah bertemu dengan Hazel lagi.

"Pasangan paling kece akhirnya dateng," pekik Jack dari dalam kelas XII IPA 2.

Hazel mengangguk setuju. "Nih gocap buat lo," ucap Hazel sembari memberikan uang pada Jack yang kegirangan. Hazel sangat mudah memberikan Jack uang bahkan ketika laki-laki itu melakukan hal-hal kecil seperti tadi.

"Sanjaka, nanti duduk sama Elnath. Jagain pacar gue, jangan sampai disentuh orang lain," perintah Hazel pada teman Elnath.

Beno menahan tawanya saat raut wajah Jack berubah. "Dengerin tuh, nyonya lagi nyuruh babunya."

"Lo bisa nggak ngomongnya pelan-pelan? Panggil gue Jack, jangan Sanjaka," geram Jack sembari menatap siswa/siswi di dalam kelas yang ternyata menatap mereka, tapi sedetik kemudian mencoba mengalihkan perhatiannya.

Hazel tampak tak peduli, ia berjalan mendekati tempat duduk Elnath dan tanpa permisi duduk di sebelah laki-laki yang fokus pada ponselnya. "Lo mau cookies?" tanya Hazel sembari mengeluarkan sekotak cookies cokelat kesukaannya.

Elnath masih diam, dan itu membuat Hazel kesal. Tanpa takut ia menarik ponsel Elnath dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya. "Bisa minta waktunya sebentar aja?"

"Apa?" tanya Elnath datar.

Dengan tangan kanannya Hazel mendorong kotak cookies itu ke hadapan Elnath. "Mau cookies?"

Elnath menggeleng sebagai penolakan, dengan sekali gerakan ia berhasil merebut ponselnya dari Hazel. "Pergi, ini bukan kelas lo."

Bibir Hazel mengerucut kesal, ia segera berdiri dari duduknya. Hazel menarik tangan Jack dan memerintahkan laki-laki itu duduk di sebelah Elnath. "Duduk di sini, jagain Elnath."

"Gue bukan anak kecil." Elnath bersuara dengan tatapan yang semakin menajam ke arah Hazel.

"Gue tau, kalau gue mau dia duduk di sini emang kenapa?" tanya Hazel menantang.

Merasa sudah tak ada yang ingin dibicarakan lagi, Hazel melenggang pergi dari kelas itu. Sebelum ia benar-benar pergi, Hazel menatap keadaan kelas yang tampak tenang. Beberapa orang bahkan tampak membaca buku-buku yang tidak ia ketahui mengenai apa. Tapi buku-buku itu sangat tebal, tampak tebal seperti sebuah kamus.

"Gue bakal sering-sering ke sini." Suara Hazel yang keras membuat semua mata menatapnya, kecuali Elnath tentunya.

Kini tangan kanan Hazel melambai-lambai di atas udara. "Gue pergi dulu manusia-manusia ambisius."

Hazel akhirnya benar-benar meninggalkan kelas itu menuju ruang kelas XII IPS 1, tempatnya menimba ilmu selama satu tahun ke depan.

Jack beranjak dari tempatnya, kini ia duduk di sebelah Beno yang posisinya tepat di depan bangku Elnath. Elnath memang selalu duduk sendiri, jika Jack tetap duduk di sana ada kemungkinan besar jika Elnath memukulnya.  "Lo kenapa cuek banget sama dia? Lo itu beruntung bisa jadi pacarnya Hazel."

Beno yang sibuk menyisir rambutnya membuka mulut hendak berbicara. "Pacarnya dia banyak," ucapnya mengingatkan.

"Tapi yang paling spesial siapa?" tanya Jack hingga membuat Beno tersenyum bodoh.

"Elnath," jawab Beno sembari meletakkan sisir keramatnya ke dalam kolong meja.

"Gue nggak suka dia."

Kepala Jack dan Beno kompak menoleh ke arah Elnath. "Yakin?" tanya kedua laki-laki itu kompak.

Elnath diam, tidak memberi reaksi apa pun hingga membuat kedua temannya mulai tersenyum mengejek. Elnath memang berkata bahwa tidak menyukai Hazel, tapi mereka tahu bahwa Elnath sudah terbiasa dengan kehadiran gadis itu. Entah benar atau tidak, mereka menduga bahwa sudah ada rasa suka dalam hati Elnath. Kalau pun sedikit, setidaknya Hazel telah berhasil membuat Elnath marah saat gadis itu sedang bersama laki-laki lain. Elnath memang tak pernah memperlihatkannya, tapi mereka sebagai sesama laki-laki dengan mudah menebak gelagat Elnath.

***

To be continued...

HazelnathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang