Seorang psikopat berdarah dingin, kejam, dan sadis. Eric Vrans Aldergan, seorang cowok yang memiliki sisi gelap dan berjuta rahasia. Biasanya cinta dipertemukan dengan indah. Tapi, tidak dengan cowok itu.
Afra Aileen Inara, seorang gadis polos yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mencintaimu! -Eric
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku tidak mau apapun -Ailen
Sider bisulan!
Jangan lupa vote coment dan bagikan ke teman-temannya.
Happy reading
***
Eric terbangun dari tidurnya. Cowok itu membuka matanya perlahan-lahan. Dia menatap langit-langit ruangan tengah. Kepalanya terasa sangat sakit. Masa lalu itu selalu berputar di otaknya. Dia selalu mimpi yang aneh. Dia merasakan kalau hidupnya tidak asing dan gadis yang ditemuinya tadi juga tidak asing di matanya.
Eric bangkit lalu duduk. Dia mengusap matanya lalu meregangkan otot-otot tubuhnya. Cowok itu menghela nafas kasar.
"Semua terasa membosankan hari ini," ucapnya sendirian.
Eric bangkit lalu berjalan ke arah televisi dan mematikannya. Tidak terasa sudah berjam-jam cowok itu tertidur. Dia benar-benar sangat kelelahan. Tubuhnya yabg sakit sudah lumayan membaik, setelah berbaring seharian.
Duar!
Petir menyambar deras di luar, air hujan turun dengan sangat deras. Eric langsung membalikkan badannya, setelah selesai mematikan televisi. Pikirannya teringat kepada seorang gadis yang bernama, Ailen. Gadis asing yang bertemu tanpa sengaja dengannya. Gadis yang membuat kepalanya selalu terasa sakit.
Eric langsung melangkahkan kakinya, berjalan ke arah jendela kaca yang lumayan besar. Kaca transparan. Malam terlihat mencekam dengan rintikan air hujan yang turun sangat deras. Tidak terasa, ternyata langit sudah gelap. Entah, beberapa lama cowok itu tertidur, hingga dia lupa kalau malam telah tiba.
Mata Eric menatap dingin ke arah seorang gadis yang masih setia duduk di depan tangga hotelnya. Ternyata, gaduys itu belum pergi. Gadis itu masih setia duduk di tangga itu sambil tertunduk seharian, tanpa bergerak sedikitpun.
