18. Rumah Sakit

6.4K 427 15
                                    

Absen dulu!

Intinya, jangan lupa vote coment dan bagikan ke teman-temannya.

-Happy Reading-

***


Duarrrrr!

Eric langsung menundukkan kepalanya saat mendengar letusan besar dari bom yang berasal dari dalam gereja. Pria itu masih menggendong istirnya, Ailen.

Ailen mendongak. "Ric, a-aku t-tidak sanggup lagi."

Eric menatap Ailen dalam dengan air bening yang jatuh di sudut matanya. Hujan terus mengguyur tempat mereka berdiri sekarang, di sebuah jalan yang menghubungkan gereja.

"Kamu jangan bercanda. Aku benar-benar takut," lirih Eric.

"Aku tidak pernah bercanda karena aku sangat mencintaimu-" detik itu juga Ailen jatuh pingsan dalam pangkuan Eric.

"Ailen?"

"Ailen?"

Eric mencoba membangunkan Ailen. Tapi, hasilnya nihil. Pria itu menangis tersedu-sedu seiringan dengan air hujan yang terus menghantam tubuh mereka berdua.

"Bangun, sayang!" seru Eric panik.

Tanpa berpikir panjang, Eric langsung berlari -mencari rumah sakit terdekat. Tidak peduli dengan hujan. Dia benar-benar tidak peduli apa yang terjadi sekarang. Yang dia peduli hanya Ailen. Bahunya yang tergores, terlihat mengeluarkan darah segar. Cinta pria itu terlihat sangat tulus.

____Batas Hidup____


Di rumah sakit, Eric tengah duduk di tepi brankar Ailen. Ailen terbaring lemah di atas brankar rumah sakit dengan mata tertutup. Terlihat tubuhnya yang dipenuhi dengan selang. Dan juga bantuan pernapasan atau oksigen. Mesin EKG terus berbunyi, menandakan bahwa wanita itu masih bisa bernafas.

Eric menggenggam erat tangan kanan Ailen dengan kedua tangannya. Sesekali dia mengecup tangan Ailen. Air bening terus menetes di sudut matanya. Dia sangat takut kehilangan istrinya, Ailen.

Tangan kanan Eric mengelus rambut Ailen, sayang. "Bangun, kalau kamu bangun. Aku berjanji tidak akan membunuh lagi."

"Bangunlah, aku benar-benar takut kehilanganmu. Bagaimana caranya agar aku bisa membuatmu bangun?" lirih Eric.

"Ini tidak lucu. Aku benar-benar hancur saat melihat dirimu terbaring sakit seperti ini. Apakah kamu tidak menghiraukan perasanku saat melihat dirimu seperti ini. Aku benar-benar tidak ingin melihatmu terbaring di atas beankar ini. Bangunlah, aku menunggumu," ucap Eric parau.

"Apakah suaraku terlalu serak dan parau? Sayang, kamu mendengarkanku atau tidak? Aku butuh kepastian. Bangunlah. Jangan membuatku menderita saat aku melihatmu sakit seperti ini. Aku benar-benar ingin melihatmu membuka mata."

"Aku berjanji! Jika, kamu bangun, aku tidak akan membunuh orang lagi. Aku berjanji...!"

Eric menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ailen yang kosong. Dia menangis tersedu-sedu. Rasanya dia tidak ingin kehilangan istrinya. "Aku mohon.... bangunlah....."

Aur bening jatuh dari sudut mata Ailen yang masih terpejam. Eric berharap kalau Ailen cepat sadar. Pria itu merasakan elusan lembut di rambutnya. Pria itu mendongak lalu menatap dalam Ailen yang telah membuka matanya. Ailen tersenyum kecil dari balik alat pernapasan.

Eric langsung menyeka air matanya. Dia mengecup kening Ailen sayang. "Akhirnya kamu bangun. Aku benar-benar khawatir."

"Aku tidak apa-apa," balas Ailen.

"Kata Dokter kemungkinan kecil untukmu bisa hidup. Itu membuatku-"

Ailen menyeka air mata Eric. Dia tersenyum kecil. "Sudah, aku bilang, aku tidak apa-apa. Jangan hiraukan aku."

"Tapi, aku benar-benar khawatir. Aku takut kehilanganmu," ucap Eric parau.

"Aku tidak akan pergi, hanya kamu yang bisa membuatku pergi untuk selamanya," lirih Ailen.

"Maksudmu? Aku?" tanya Eric heran.

"Tidak ada apa-apa. Aku berharap kamu tidak lupa dengan janjimu," ucap Ailen mengalihkan pembicaraan.

"Janji apa?" tanya Eric heran.

"Jangan pura-pura lupa. Kamu berjanji kalau kamu tidak akan membunuh siapapun lagi," jawab Ailen.

"Kamu mendengarnya?" tanya Eric heran. Bagaimana Ailen bisa tahu? Padahal dia kan belum sadar tadi.

"Tidak peduli aku mendengarnya atau tidak. Aku berharap kamu benar-benar menepati janjimu," ucap Ailen.

Eric mengelus rambut Ailen sayang. "Iya, aku berjanji."

"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Ailen khawatir dengan kondisi Eric.

Eric tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja."

Ailen menatap nanar ke arah bahu Eric. Dia memegang bahu suaminya itu lalu menyeka darah segar yang mengalir tanpa disadari oleh Eric.

Ailen menyodorkan tangan kanannya yang terlihat darah segar ke arah Eric. "Apakah ini yang kamu bilang baik-baik saja? Sudah berapa kebohongan yang kamu tutupi dariku? Aku tidak suka kamu berbohong. Aku tidak mau kamu melalaikan dirimu sendiri hanya karenaku."

Eric menoleh ke arah bahunya lalu dia menatap nanar darah segar yang mengalir di bahun kanannya tanpa disadarinya.

"Maaf, aku tidak tahu kalau aku terluka."

"Sudahlah, jangan hiraukan diriku. Aku sangat khawatir denganmu."

"Bagaimana aku tidak mengkhawatirkanmu, kamu adalah istriku. Aku benar-benar menyayangimu dengan tulus."

"Terima kasih. Maaf, jika aku akan melukaimu besok, lusa, atau kapan pun itu."

Dari depan pintu, terlihat Dokter yang masuk ke dalam ruangan tempat Ailen di rawat. Dokter menghampiri Ailen lalu mengecek kondisi wanita itu. Setelah selesai, Dokter benar-benar terkejut. Kenapa luka tembakkan tidak membuat wanita itu koma? Kenapa dia terlihat baik-baik saja? Padahal dia mendapatkan dua luka tembakan.

"Ini benar-benar keajaiban. Saya tidak percaya kalau pasien bisa sembuh secepat ini. Mungkin ini yang dinamakan dengan mukjizat." ucap Dokter kagum.

Eric menoleh ke arah Dokter. "Apakah istri saya sudah boleh pulang, Dok?"

"Besok, pasien sudah boleh pulang. Hari ini, biarkan saja pasien beristirahat dulu."

"Baik, Dok. Terima kasih," balas Eric.

"Saya permisi dulu," pamit Dokter lalu melangkah pergi keluar.

"Lusa, kita akan kembali ke Indonesia. Kita akan tinggal di Jakarta," ucap Eric kepada Ailen.

"Kemana pun kamu pergi, aku akan selalu di sampingmu," ucap Ailen sambil tersenyum.

____Batas Hidup____

Ada yang nungguin update ngga?

Nb : Cerita ini update setiap hari Senin, ya. Soalnya dua bulan ini aku benar-benar sibuk.


See you next part!

Spam, next!








Senin, 22 Maret 2021


My Sweet PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang