Typo tandain!
--
"Ga! Ga mungkin!"
Ailen mengambil sebuah kursi kayu lalu melemparkannya ke arah kaca itu, hingga pecah. Sontak semua orang yang ada di dalam gereja itu terkejut.
"Ailen?!"
Ailen mendongak saat ia mendengar seorang laki-laki memanggil namanya dengan nada deras. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil pecahan kaca yang ada di hadapannya. Kesadarannya sedikit berkurang. Ia benar-benar terlihat gila. Raut wajahnya berubah devil. Tidak seperti Ailen yang sebelumnya.
Ia berjalan dengan perasaan kesal ke arah Gisella yang ada di belakang Eric. Wanita itu tengah berdiri, terlihat ketakutan.
Ailen mengeraskan rahangnya. Matanya menatap tajam Gisella. Seakan-akan ingin memakan wanita itu hidup-hidup. Tanpa berpikir panjang Ailen menusukkan pecahan kaca yang ada di tangannya ke arah pipi Gisella.
Detik itu juga, Eric mencekal tangan Ailen kuat. Laki-laki itu melemparkan jauh tangan Ailen, hingga pecahan kaca yang dipegangnya terpelanting ke atas lantai.
"Kami apa-apaan, sih?! Dasar bodoh!" umpat Eric.
Alien mendengus kesal. Ia mendongak menatap sinis Eric. "Kamu yang apa-apaan. Bisa-bisanya menikah dengan wanita lain. Emang, laki-laki itu ga cukup dengan satu wanita. Mereka haus!"
"Alien!" bentak Eric.
"APA?!" tantang Ailen, ia mendengus kesal. Ia memainkan jari-jarinya sambil menumpukan tangan kanannya di tangan kirinya.
"Semua manusia munafik. Mereka pandai bermain-main," ucap Ailen.
"Yang baik belum tentu baik. Yang lugu belum tentu lugu." Ailen melirik ke arah Gisella. Ia menaikkan sudut bibirnya lalu berbicara.
"Yang pelakor, sudah jelas wanita murahan!" Sindir Ailen.
Plak!
Sontak Gisella menampar pipi Ailen, tanpa ia sadari. Ia menggigit jarinya ketakutan. Terlihat tubuhnya yang bergetar. Ia berjalan mundur lalu membalikkan badannya. Ia hendak berlari, tapi sayang, Ailen lebih dulu mencekal tangannya, Gisella.
Ailen menyeret paksa Gisella ke arah kaca yang pecah. Ia mengambil beberapa pecahan kaca lalu meletakkan tangan Gisella di atas meja. Tanpa berpikir panjang dengan diri yang tidak sadar, Ailen menusuk punggung tangan Gisella.
"AILEN!" teriak Eric tidak percaya.
Detik itu juga, Gisella berteriak sejadi-jadinya. Darah segar mengalir di punggung tangannya. Ia menangis sejadi-jadinya. Sedangkan, Ailen tertawa puas, tanpa rasa bersalah.
"GISELLA?!"
Tanpa berpikir panjang, Eric berlari ke arah Gisella. Ia langsung menggendong wanita itu ala bridal style ke luar dari dalam gereja, menuju rumah sakit. Beberapa orang yang ada di dalam gereja terkejut dan tidak percaya. Mereka sedari tadi hanya ketakutan lalu berlari berkerumun ke luar dari gereja, meninggalkan Ailen sendirian.
Ailen meringis kesakitan, saat punggung tangannya berdarah begitu saja. Ia menjatuhkan pecahan kaca yang ada di tangan kanannya. Ia berjalan beberapa langkah ke depan, hingga ia bersimpuh lutut. Air matanya menetes begitu saja. Ia benar-benar merasa bersalah. Ia sulit untuk mengendalikan dirinya.
"Maafkan aku...." lirihnya.
Ailen tertunduk sendu. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menangis sejadi-jadinya.
"Semuanya ada di dalam dirimu."
"Dirimu sendiri yang membunuhmu."
"Dirimu sendiri yang membuat luka."
"Dirimu sendiri yang bodoh."
"Dirimu sendiri yang membuat orang lain membencimu."
"Ailen... Kamu harus sadar. Jangan biarkan obsesi mengendalikan dirimu. Yang setia tidak akan pernah pergi. Ia akan datang dengan sendirinya."
Ailen mendongak. Ternyata itu suara Liam. Ia menyeka air matanya kasar lalu menatap Liam nanar. "Semuanya salahku. Diriku yang dulu sudah kembali. Secepatnya, aku harus menyelesaikan semua tugasku. Agar luka yang ku buat tidak membekas pada orang lain."
"Yang ada akan menetap. Jika, ia ditakdirkan untukmu. Siapapun tidak akan bisa melewatinya-" ucap Liam terpotong.
Detik itu juga Liam menghilang tiba-tiba. Kebetulan seseorang baru saja membuka pintu gereja.
Ailen langsung menoleh ke arah laki-laki yang berdiri sambil menatapnya nanar di depan pintu gereja. Ya, laki-laki itu Eric. Ia berlari menghampiri Ailen. Sontak, ia terkejut saat melihat tangan Ailen yang terluka.
"Apa yang terjadi?" tanya Eric seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Raut wajahnya terlihat khawatir.
Apa maksudnya? Batin Ailen. Jelas-jelas dia melihatnya.
"Kenapa tanganmu bisa terluka?" tanya Eric lagi.
Tanpa berpikir panjang, ia mengambil sapu tangan yang ada di saku bajunya lalu melilitkannya ke tangan Ailen yang terluka. "Agar darahnya berhenti. Aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Aku mencarimu kemana-mana. Aku sudah bilang, jangan oerny keluai rumah. Di luar berbahaya. Semua orang itu jahat. Mereka hanya berpura-pura baik untuk memanfaatkan kita," lanjut Eric.
"T-tapi-" ucap Ailen terpotong, saat telunjuk tangan Eric menyentuh bibirnya.
"Sekarang kita pulang. Kamu terluka dan butuh istirahat," ucap Eric lalu menggendong Ailen ala bridal style, keluar dari dalam gereja. Ailen tersenyum kecil.
"Gisella mana? Bukannya dia bersamamu?" tanya Ailen, reflek.
"Aku tidak melihatnya seharian ini. Mungkin dia jalan-jalan bersama temannya."
"Tapi, aku-"
"Percayalah, kami hanya teman kecil, tidak lebih. Jangan khawatir."
"Aku takut, kalau kamu-"
"Aku hanya milikmu...."
"....baby...."
____Batas Hidup____
Jika kalian bingung, minumlah Paracetamol.
Maaf, baru up:)
Sibuk nugas soalnya sama Diklat:)
Ga boleh main hp.
Sekalinya up, pendek ya:)
Spam next!
See you next part!!
Senin, 18 Oktober 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/259503776-288-k789650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Psikopat
Novela JuvenilSeorang psikopat berdarah dingin, kejam, dan sadis. Eric Vrans Aldergan, seorang cowok yang memiliki sisi gelap dan berjuta rahasia. Biasanya cinta dipertemukan dengan indah. Tapi, tidak dengan cowok itu. Afra Aileen Inara, seorang gadis polos yang...