24. Mantan

3.3K 278 10
                                    

Typo, tandain!

Hai, lagi dimana, nih?

Askot mana aja?

Eric

Ailen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ailen

-oOo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-


Brak! Brak!

Eric terbangun dari tidurnya, saat mendengarkan suara pintu apartemennya yang berdentum deras. Ia masih memeluk Ailen, erat. Terlihat, wanita yang mengenakan baju piyama itu menenggelamkan wajahnya di dada bidang Eric.

"Sayang, bangun!" ujar pria yang hanya memakai singlet sembari mengelus rambut Ailen, sayang.

Ailen mnegerjapkan matanya  beberapa kali. Ia mendongak sambil meregangkan otot-ototnya. "Eunghhhhh."

"Ada apa?" tanya Ailen, saat duduk berhadapan ke arah Eric di atas kasur sambil mengucek matanya beberapa kali.

Brak! Brak!

Suara dentuman itu kembali terdengar. Eric menatap Ailen dalam. "Kamu dengar suara itu?"

"Suara apa?" tanya Ailen heran. Wanita itu benar-benar tidak mendengar suara apa-apa.

Ailen melirik ke seluruh sisi kamarnya. Tidak ada apa-apa. "Ga ada apa-apa, kok. Suara apaan, sih?"

"Dentuman pintu."

Eric bangkit dari atas kasurnya. Ia mengenakan sendal jepit lalu berjalan ke arah pintu kamarnya.

"Sayang? Mau kemana?" tanya Ailen sambil menoleh ke arah Eric.

"Ngecek di luar," jawab Eric lalu keluar dari dalam kamar.

"Mungkin dia ngigau kali. Mana ada suara dentuman. Yang ada suara perut keroncongan," ujar Ailen sambil memegang perutnya yang tiba-tiba saja berbunyi.

Ailen menghela nafas kasar. Ia turun dari atas kasur dalam keadaan setengah sadar. Rambutnya terlihat berantakan. Ia mengenakan sendal jepit lalu berjalan keluar untuk menyusul Eric.

Wanita itu melangkah gontai ke arah Eric yang berdiri di luar apartemen. Terlihat Eric yang melirik kiri-kanan di depan apartemennya. Tidak ada siapa-siapa di gang sempit itu. Ia menoleh ke arah pintu apartemennya. Pintunya baik-baik saja. Tidak ada yang aneh.

Eric menghela nafas kasar. "Mungkin tetangga sebelah lagi kdrt."

"Apaan, sih? Ada maling kolor?" tanya Ailen, tanpa ia sadari.

"Eh, njir, bukan, ha ha ha," kekeh Eric. "Sana masuk!"

Eric langsung melangkah masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Ailen sendirian di luar.

"Ho'oh," balas Ailen.

Cuaca di luar terlihat baik. Udara pagi yang segar. Awan juga cerah dengan warna birunya. Ailen mendongak sambil menghela nafas panjang. Terasa tenang. Seakan-akan tidak ada masalah apa-apa.

Saat Ailen membalikkan badannya hendak masuk ke dalam apartemen. Ia melihat seseorang yang berdiri di ujung gang sambil bersandar di dinding. Pria misterius itu tengah merokok. Ia membuang puntung rokoknya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.

Ailen mengucek matanya beberapa kali. Ia melihat pria misterius dengan pakaian serba hitam itu mengeluarkan pisau. Ia menghela nafas kasar lalu mengambil batu yang ada di dekatnya. Tanpa segan-segan, wanita itu melemparkannya dengan batu. "Pergi Lo! Kalau mau kurban jangan di sini!"

Pria misterius itu mengarahkan pisaunya ke Ailen. Ia kira Ailen takut. Wanita itu merogoh sesuatu dari saku celana piyamanya. Ia mengeluarkan sebuah pistol yang ia curi di dalam lemari Eric.

"Sini Lo!" tantang Ailen. "Gue tembak mati!"

Tanpa berpikir panjang, Ailen berlari mengejar pria itu. Sial! Pria itu berlari secepat mungkin. Ailen terus mengejarnya, hingga ia kehilangan jejak.

"Shit! Aku kehilangan jejak. Awas saja, tu orang, kalau ketemu, aku tembak sampai mati. Bisa-bisanya dia ganggu suami kesayanganku. Dia belum tau berhadapan dengan siapa."

Ailen kembali menyimpan pistol ke dalam saku celananya. Ia berjalan sambil ngos-ngosan ke arah apartemen. Keringat terus bercucuran di pelipis wanita itu.

"Ailen?" panggil seseorang dari belakang. Ya, itu malaikat maut, Liam.

Ailen membalikkan badannya. Ia menatap malas malaikat maut itu. "Apalagi? Kan masih ada sembilan hari lagi."

"Bukan, pria itu mengincar Eric. Dia ingin membunuhnya. Kamu harus menjaga Eric, kalau tidak ia bakalan-" Seketika malaikat maut itu hilang bak abu di hadapan Ailen.

"Bakalan apa?! Woi! Malaikat maut bangsat! Kalau ngomong tu yang jelas," gerutu Ailen.

Ia bedecak kesal lalu kembali berjalan ke arah apartemen. Saat berdiri di depan pintu masuk. Ia mendapati Eric yang menatapnya tajam.

"Darimana aja kamu? Pagi-pagi udah keluyuran. Mana keringatan lagi," tanya Eric, sedikit posesif.

"Pasti godain laki orang, ya?" tanya Eric menuduh.

"Ga. Habis olahraga."

"Olahraga apa? Belum puas yang semalam?" tanya Eric, mencoba menggoda Ailen.

"Eh, ga usah bahas di sini. Malu sama tetangga," rutuk Ailen.

"Masuk, gih!" titah Eric. "Terus mandi."

Ailen menghela nafas kasar lalu berdecak kesal. "Ntar aja."

"Mau gue mandiin?" tanya Eric serak-serak basah.

Ailen menelan susah salivanya. "Ga! Ntar kamu aneh-aneh. Ini aja masih sakit."

"Gimana? Puas?" tanya Eric sensual di telinga Ailen.

"Idih, geli!" gerutu Ailen lalu melangkah masuk ke dalam.

"Hai, Eric," sapa seorang perempuan yang baru saja datang di hadapan Eric dengan senyuman manisnya.

"Siapa?" tanya Ailen yang berjalan membelakangi Eric.

"Mantan. Kenapa?" jawab Eric dengan santainya.

"Suruh pulang! Bisa-bisanya dia gangguin suami orang!"

"Kan suami orang, buka suami kamu!" sambar Eric.

"Eric!" murka Ailen.

-oOo-


Tumben, rajin up, nih, cerita, hahaha.

Biasanya dianggurin terus.

Jangan lupa vote, komen, dan bagikan ke sosmednya.

Spam, next!

See you next part!

10 September 2021




My Sweet PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang