28. Pulang

3.6K 216 6
                                    

Bismillah

Koreksi typo

Selamat membaca

***

Rumah adalah alasan setiap orang untuk pulang, alasannya pun berbeda-beda. Ada yang pulang karena lelah setelah beraktivitas sepanjang hari, ada yang pulang karena sekedar ingin saja, dan ada pula yang pulang karena merindukan rumah.

Sejauh apapun langkah kaki berpijak maka tetap saja rumah adalah tempat yang pertama kali dicari setelah kembali. Karena rumah lah yang akan selalu menyambut kepulangan dengan senyuman seindah mentari yang memberikan rasa hangat dan aman bagi setiap orang yang ada di dalamnya. Dan rumah lah yang akan meredam suara kebisingan yang mengganggu. Juga memberikan warna kehidupan pada penghuninya dengan keceriaan, kegembiraan dan kebahagiaan maupun dukanya.

Dan Jihan pulang dengan alasan merindukan rumahnya, merindukan sosok yang berada di rumah tersebut, merindukan segala kenangan yang terukir dan merindukan cintanya. Memang benar mau sejauh apapun kita pergi rumah akan selalu menjadi tempat yang paling nyaman untuk pulang. Tidak ada yang dapat menggantikannya.

Meski begitu artian rumah bagi setiap orang berbeda-beda. Ada yang begini dan ada yang begitu. Setiap orang mempunyai pandangannya sendiri akan rumah seperti apa yang akan menyambut kepulangannya.

Mobil yang di tumpangi oleh Jihan telah berhenti sejak lima belas menit yang lalu akan tetapi Jihan dan Adzan tidak kunjung turun. Lama Jihan terdiam menatap ke arah rumah yang lama tidak di kunjunginya.

"Bunda." ucap Adzan menyentuh tangan Jihan. Jihan tersadar menatap ke arah Adzan.

"Iya sayang, kenapa?" tanya Jihan menatap Adzan.

"Kapan kita turun?" tanya Adzan balik.

"Eh iya. Ayo kita turun."

Jihan dan Adzan turun di ikuti sang supir yang membuka bagasi mobil mengeluarkan dan membawakan barang-barang milik Jihan dan Adzan.

Jihan dan Adzan sudah berdiri di ambang pintu. Jihan juga sudah menekan bell rumah menunggu pintunya di bukakan. Jihan baru akan membuka pintunya dengan kunci cadangan saat sebelum pintunya terbuka. Seorang wanita paruh baya menyembulkan sedikit kepalanya keluar sebelum membuka pintunya lebih lebar.

"Maaf mbaknya cari siapa yah?" tanya wanita paruh baya tersebut. Meski sama-sama bingung dengan kehadiran masing-masing, Jihan tersenyum tipis.

"Mas Dimasnya ada?" tanya Jihan ramah.

Wanita paruh baya itu mengangguk, agaknya merasa familiar dengan perempuan di hadapannya.

"Ada. Tapi maaf mbak tuan sedang tidak ingin menemui siapapun." jawabnya sesuai dengan permintaan Zarra yang melarang siapapun yang berkunjung ke rumah untuk bertemu dengan Dimas.

"Oh begitu yah. Saya Jihanna istrinya Mas Dimas. Boleh saya masuk?"

Wanita paruh baya itu tampak terkejut mendengar pengakuan Jihan. Meski belum pernah melihat wajah Jihan sebelumnya tetapi ia sering mendengar nama tersebut. Wanita paruh baya itu membuka pintunya semakin lebar membiarkan Jihan dan Adzan masuk ke dalam. Dia baru menyadari bahwa wajah Jihan sama persis seperti yang ada di figura yang terpajang di setiap dinding.

"Maaf, Nyah. Saya gak tahu habisnya belum pernah liat juga cuma denger namanya aja."

"Iyah, gak papa. Oh iya maaf saya harus manggil ibu siapa yah?"

PULANG [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang