36. Aisha Cenayang?

87 38 171
                                    

Cek,
Ada orang?👁️👄👁️

------

Hari-hari terus berlalu, tak terasa entah berapa bulan lamanya Hauraa berada di rumah barunya ini. Yang jelas, ia sudah nyaman.

Nyaman di sini bukan berarti ia melupakan teman atau orang-orang di masa lalunya. Ia hanya nyaman dengan keadaannya sekarang. Dalam artian, ia sudah mulai terbiasa di kehidupannya yang sekarang. Bykan melupakan masa lalu.

"Sel, bangun!" Hauraa menepuk pelan pundak Sella yang masih tertidur nyenyak. Ah, gadis itu memang sulit untuk dibangunkan kala sudah terlelap. Apalagi subuh begini, huh. Jangan harap ia lekas bangun. Lihat saja! Sudah berkali-kali Hauraa mencoba membangunkannya, tetapi tetap saja tak ada perubahan. Malah ia menarik selimutnya kembali. Dasar kebo!

"Bentar lagi adzan loh." Hauraa masih melakukan upayanya untuk membangunkan Sella. Namun, tetap saja mendapatkan perlakuan yang sama. Sella tak bergerak sedikit pun.

"Ck." Aisha berdecak. "Bangunin Sella tidak akan mempan kalau cuma noel-noel gitu, Ra." Aisha yang sedari tadi sibuk membenarkan mukenanya pun akhirnya bersuara.

Hauraa menoleh menatap Aisha yang juga menatapnya. Belum sempat Hauraa membuka suara, Aisha kembali bersuara. "Begini baru ampuh," ucap Aisha sembari melangkah mendekat.

"Sel, Osima jagaan. Udah di depan pintu, bawa ember." Aisha sedikit mengeraskan suaranya tepat di samping telinga Sella. Jangan lupakan tangannya yang menggoncang kuat tubuh Sella yang masih terbaring.

Nb: Osima itu sejenis pengurus gitu. Beda pesantren beda pula nama sebutannya. Ada yang Ro'is, ada yang Isda, ada juga Osima, kayak yang Yaya pakai di 'BIRU' ini. Dan masih banyak lainnya sih. Kalau di SMA istilahnya anggota Osislah.

Dengan sekejap, Sella bangun dari tidurnya. Matanya sudah terbuka lebar sambil fokus menatap ke arah pintu. Hal itu tentu saja membuat Aisha dan Hauraa terbahak.

"Tuh, 'kan. Apa kataku? Manjurkan?" tanya Aisha dengan bangga. Hauraa hanya geleng-geleng dengan sisa tawanya. Ah, subuh-subuh sudah dibuat tertawa saja.

"Is, kebiasaan!" Sella merajuk. Tangannya menimpuk pundak Aisha. Al hasil, Aisha meringis sembari mengelus pundaknya yang terasa sedikit nyut-nyut.

"Sholat, Sel. Bentar lagi adzan."

"Lihat! Semua sudah pada bangun, tinggal kamu sendiri yang belum," timpal Hauraa.

Sella merengut. Tangannya memegang perutnya. "Duh, kayaknya subuh ini aku gak bisa ikut jamaah deh. Perutku sakit."

"Duh, kamu sakit perut? Sebentar, aku mintain obat sama Osima, ya?" Hauraa terlihat sedikit panik. Sedangkan Aisha, gadis itu hanya diam dengan mulut yang komat-kamit. Entah sedang membaca mantra apa.

"Gak usah!" larang Sella kala Hauraa hendak pergi. "Aku ada kok obatnya. Kalian pergi duluan saja," sambungnya.

"Di mana? Sini aku ambilin." Lagi-lagi Hauraa menawarkan bantuan.

Sella kembali menggeleng. "Aku bisa sendiri kok," tolaknya dengan suara yang tercekat. "Kalian duluan aja. Nanti masbuk."

"Ya sudah. Kita duluan," putus Hauraa akhirnya yang dijawab anggukan oleh Sella.

"Kalau bohong nanti beneran sakit loh." Aisha bergegas setelah meninggalkan satu kalimat itu. Teman macam apa itu?

"Husst! Temen lagi sakit gak boleh ngomong gitu!" tegur Hauraa di sela langkahnya.

Sepeninggal Hauraa dan Aisha, Sella bersorak senang. Dengan penuh kemenangan, Sella kembali menarik selimutnya dan melanjutkan acara tidurnya yang sempat terhenti. Mudah sekali membohongi dua gadis lugu itu. Upss, ralat! Hanya Hauraa yang tertipu. Kalian tidak lupa akan kalimat terakhir yang Aisha ucapkan bukan?

------

"Hauraa, Ustadzah Layla memanggilmu." Hauraa tersadar dari lamunannya. Bukan lamunan sih. Lebih tepatnya ke khusyukannya yang bersangatan saat menghafal bait-bait Al Fiyah, membuatnya terkesan melamun. Biasalah, di SMA-nya 'kan Hauraa murid teladan. Tentu di pesantren dia akan menjadi santriwati yang teladan juga.

Hauraa menoleh ke sumber suara. "Di rumah beliau," sambung Aisha yang seakan tahu pertanyaan yang akan Hauraa lontarkan.

Hauraa diam sejenak. Memikirkan prihal apa yang membuat ustadzah tersebut memanggilnya. Tumben sekali, pikirnya. Terlebih lagi ini masih di jam pelajaran. Meski kosong sih. Kemudian ia kembali menatap Aisha.

"Jangan tanyakan kenapa! Karena aku juga tidak tahu." Aisha kembali bersuara. Hauraa menautkan kedua pangkal alisnya. Ada apa ini? Kenapa Aisha selalu menjawab pertanyaan yang bahkan belum ia lontarkan? Selalu tepat pula. Wah, Hauraa mulai curiga. Apakah Aisha memiliki ilmu cenayang? Ah, tapi rasanya tidak mungkin.

"Jangan berpikir yang bukan-bukan! Lebih baik kau pergi dan segera temui beliau." Nah, kan. Aisha tahu bahwa Hauraa sedang berpikir yang bukan-bukan tentangnya. Apakah masih bisa dibantah perkiraan Hauraa?

"Baiklah." Akhirnya Hauraa mengangguk mengiyakan, sembari beranjak pergi. Berhenti berpikir mengenai Aisha. Lebih baik ia menemui  uztadzah yang telah memanggilnya.

Ada apakah gerangan? Satu pertanyaan tersebut kembali terbesit di benak Hauraa di sepanjang perjalanannya menuju kediaman Layla.

-------

Alhamdulillah. Akhirnya Yaya kembali, hehe.

Masih ada yang stay?
Atau pada ngilang? 😥

Kuy, tinggalin jejak 👁️
Vote dan komennya jan lupa ya, Say😚

Janji deh bakal up secepatnya✌️
Kalau masih ada yang stay tapi 😢

Kangen bilang sayang sama kalian.
Sayang banyak banyakkkk 😍💙💙💙

Makasih yang udah sempetin waktunya buat mampir 🤗

See you😘

06 Maret 2021

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang