2. Move On

409 164 429
                                    

  Jangan pernah putus asa.
Nanti akan tiba waktunya kau temukan pria yang benar-benar mencintai dan menyayangimu.
Percaya lah!

    
    ----------

"Umi, Hauraa berangkat," pamit Hauraa setelah keluar dari kamarnya.

Aisyah tak menjawab, ia hanya diam sambil menatap Hauraa dengan lekat. Nampak raut kebingungan di sana.

"Umi kok bengong? Ada yang salah?"

"Eh, apa Sayang?" Aisyah bertanya balik setelah buyar dari kebengongannya.

"Tuh 'kan, gak denger. Bengong aja sih. Ya udah, Hauraa langsung berangkat aja," ujar Hauraa seraya meraih tangan kanan Aisyah.

"Gak sarapan dulu?"

"Gak usah, Mi. Ini juga udah mau telat. Sarapan di sekolah aja nanti," tolak Hauraa lembut. Sangat lembut.

"Tapi beneran sarapan nanti ya!" tuntut Aisyah. Hauraa tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

"Ya sudah, hati-hati," ucap Aisyah kemudian.

Hauraa pun bergegas menuju gerbang. Di sana sudah terparkir taxi pesanannya. Ya, lagi-lagi hari ini Charlina tak menjemputnya, entah ada hal apa. Sang ayah juga lagi tidak ada di rumah, Abdullah sudah berangkat kerja 30 menit yang lalu. Itu artinya, Hauraa tidak harus menyusun kata-kata sopan untuk menolak tawaran ayahnya.

Hauraa segera masuk dan memberi alamat sekolahnya. Seperti biasa mobil melaju dengan kecepatan standar.

Sesampainya di sekolah tercintanya. Ia segera bergegas masuk, karena gerbang akan di tutup beberapa menit lagi. Jika saja ia telat 5 menit, mungkin dia tidak akan bisa masuk hari ini. Tentu saja sebelum ia pergi, ia terlebih dahulu membayar ongkos taxinya.

Sepanjang perjalanan, semua pasang mata tertuju padanya. Baik kaum Adam maupun kaum hHawa. Semua menatapnya seakan ada hal aneh di dirinya saat ini.

Bahkan ia sempat berpikir bahwa ia memakai seragam yang salah. Namun, nyatanya tidak. Seragam yang ia kenakan saat ini juga sama dengan yang lainnya, putih abu-abu.

Ia menatap dirinya sendiri dalam langkahnya. Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. Namun, ia tak mau ambil pusing. Selagi ia masih mengenakan seragam yang sama dengan murid yang lain, buat apa minder? Masalah tatapan mereka, bisa saja mereka menatap begitu atas unsur tak sukanya pada dirinya bukan? Toh memang di dunia ini selalu ada dua kenyataan yang harus kita terima bukan?

Pertama, orang yang menyukai kita.  Kedua,  orang yang tidak menyukai kita. Dua kenyataan tersebut tak dapat kita pungkiri. Bagaimanapun kita mencoba menepisnya, tidak akan membuat satu prihal yang tak kita sukai dari dua prihal tersebut menghilang.

Itulah kehidupan. Kejam memang. Namun, selagi kita jalani dengan tenang dan senyuman, tanpa rasa benci atau dendam. Maka, kebahagian akan kita rasakan. Mungkin sekarang kebahagiaan itu entah di mana. Namun percayalah. Ia akan tiba suatu saat nanti.

"Eh Char, tumben cepet? Biasanya juga gue yang duluan nyampek," sapa Hauraa pada Charlina saat tiba di kelas.

Charlina tak menjawab. Ia menatap Hauraa dengan sorot mata tak percaya. Kaget! Satu kata itu bisa mewakili dari arti tatapan Charlina saat ini.

Bagaimana tidak? Seorang Charlina yang selalu heboh saat bertemu Hauraa di awal harinya, kini menjadi bungkam. Matanya melotot menatap Hauraa yang ada di depannya dengan mulut yang terbuka.

"Chara!" panggil Hauraa lagi. Namun, tetap tidak mendapat respon dari Charlina.

"Tuhkan, hari ini semua orang kok pada aneh gitu sih?! Tadi di rumah Umi, di luar temen-temen, lah, sekarang Charlina. Nanti siapa lagi, guru?" tanya Hauraa pada dirinya lagi.

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang