8. Maaf

176 77 139
                                    

"Maaf," lirih Kenny.

Satu kata yang sangat langka kini keluar dari dari bibir Kenny. Ia berharap kata maafnya bisa di terima, namun yang dimaksud tak menoleh sedikit pun. Hauraa tetap melanjutkan langkahnya, seakan tak memperdulikan perkataan maaf tersebut.

"Gue gak sengaja," lanjut Kenny lagi.

Masih tak ada respon. Kenny pun mulai bergerak dari tempatnya, berniat mendekati Hauraa yang semakin menjauh.

"Jan deket-deket!" ancam Charlina dengan mata melotot.

"Apaan sih, gak usah ikut campur! Gue gak ada urusan sama lo." Kenny semakin risih melihat Charlina yang selalu ikut campur.

"Lo ganggu sahabat gue, itu artinya lo berurusan sama gue." Bukan Charlina namanya jika menurut begitu saja dengan perintah orang lain.

"Udah, gak penting nanggepin dia." Akhirnya Hauraa buka suara. Tangannya meraih pergelangan tangan Charlina sembari melangkah menjauh dari Kenny.

Dengan hati yang kesal, Charlina mengikuti langkah Hauraa sambil melempar tatapan permusuhan pada Kenny. Ia masih ingin beradu mulut dengan biang onar satu itu.

"Oh iya, gue lupa," ujar Charlina tiba-tiba seraya menepuk jidatnya sendiri. Alhasil, Hauraa menghentikan langkahnya dan memandang Charlina bingung.

"Gue baru inget, tadi pagi nyokap gue pesen buat balik cepet. Minta di temenin belanja dia."

"Oh, teruss?"

"Ya gue kudu cepet-cepet nyampek rumahlah. Kalau telat bisa di gibeng gue." Hauraa tertawa samar melihat ekspresi Charlina yang mempraktekkan gibeng ala nyokapnya.

"Gue bisa pulang sendiri kok," kata Hauraa yang seakan tahu pikiran Charlina.

"Tapi firasat gue gak enak."

"Udah, jan kebanyakan firasat-firasat, pulang sono! Besok gak dapet uang jajan." Hauraa kembali terkekeh. Membayangkan Charlina yang merengek meminta uang jajan pada ibunya membuatnya merasa gemas dan lucu secara bersamaan.

Yah benar saja. Jika Charlina tidak memenuhi perintah nyokapnya, bisa dipastikan keesokan harinya ia tak diberi uang jajan sepeser pun.

"Yodah, lo hati-hati. Awas ada siluman kadal," ujar Charlina memperingati sambil melirik Kenny yang masih setia berdiri tak jauh dari mereka.

"Dadaaah, emuaachh," lanjutnya lagi seraya memberi kecupan melalui tangannya, lalu beranjak pergi mendahului Hauraa.

Hauraa hanya geleng-geleng dan tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Sungguh karakter yang mampu membuat Hauraa jengah dengan segala celotehannya, namun juga bisa membuatnya riang, hingga lupa pada kenyataan bahwa banyak orang-orang yang menjadikannya bahan diskusi.

Diskusi?
Tentu kalian tidak berpikir bahwa diskusi yang dimaksud di sini bukan seperti diskusi di dalam kelas untuk mempersentasekan pelajaran bukan?

Ya, diskusi yang dimakasud di sini adalah buah bibir, dalam artian ghibah.

"Maafin gue." Suara itu kembali terdengar di telinga Hauraa. Ia benci suara itu. Entah kenapa, setelah kejadian di kantin beberapa waktu lalu membuatnya tak ingin melihat manusia satu itu.

"Gue gak sengaja," ulangnya lagi.

Hauraa tahu itu. Ialah sebenarnya yang merasa bersalah dalam hal ini. Bagaimana tidak? Dengan teganya ia melayangkan tamparannya begitu saja tanpa berpikir bagaimana yang ditampar. Sedang semua kejadian bukan asli ulah laki-laki itu. Semua murni kejahilan temannya. Dan itu membuat Hauraa bertindak tanpa berpikir lagi.

"Gak usah ganggu gue," sahut Hauraa akhirnya. Ia juga merasa kasihan mendengar rengekan laki-laki itu. Tapi entah kenapa, hati dan bibirnya seakan bertolak belakang.

"Gue gak akan berhenti ganggu lo sebelum lo maafin gue," keukuh Kenny.

"Dalam arti, lo akan berhenti ganggu gue kalau gue maafin lo. Gitu?" Hauraa bertanya dengan alis yang terangkat sebelah

"Gue gak sebodoh itu," lanjutnya lagi seraya berbalik dan melanjutkan langkahnya.

Hauraa bukan gadis bodoh yang bisa percaya ucapan laki-laki seperti Kenny begitu saja. Dia tidak sebodoh itu. Dia tahu, meski ia memaafkan laki-laki itu, keesokan harinya laki-laki itu akan tetap mengganggunya, ia bisa jamin itu.

"Gue serius."

Hauraa tetap tak memperdulikannya. Ia tetap melanjutkan langkahnya tanpa berniat sedikit pun untuk merespon.

"Lo bisa buktiin itu besok," tawar Kenny. Namun percuma, Hauraa tetap pada pendiriannya. Diam dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Kalau lo gak jawab, gue anggap kita jadian," ujar Kenny kemudian.

Eitss. Apa hubungannya Kenny?

Sekejap Hauraa menghentikan langkahnya. Ucapan Kenny barusan berhasil menggugah pendengarannya. Jadian? Apa hubungannya? Oh tidak, ini terdengar sangat bodoh.

Sedang Kenny malah tersenyum penuh kemenangan. Ia tahu setelah ia mengatakan kalimat ini Hauraa akan menghentikan langkahnya. Oh, ternyata benar. "Kenapa gak dari tadi aja, elah." Kenny membatin.

Hauraa memutar badan menghadap Kenny. Sorot matanya menatap Kenny dengan lekat. "Terus, lo pikir gue mau?"

"Lo pikir gue main-main sama ucapan gue?" Kenny bertanya balik.

Benar saja, Kenny tidak pernah main-main dengan ucapannya. Apa yang ia ucapkan selalu ia lakukan.

Lamntas, apa yang harus Hauraa lakukan? Memaafkan laki-laki biang onar itu atau membiarkannya begitu saja tanpa memperdulikan berbagai ancamannya? Toh percuma kata jadian terungkap atau tersebar jika tanpa persetujuan salah satu pihak yang terkait bukan?

   -------

Uh akhirnya selesai.

Masih banyak kekurangan.

Kritik dan saran selalu Yaya terima. Yang membangun semangat baru ya 😊

Tegur jika ada kesalahan dalam kepenulisan. Biar kepenulisan Yaya makin baik kedepannya.

Jangan lupa vote & commentnya ya 🙏

Semangatin Yaya terus😫
Vomment dari kalian sangat berharga bagi Yaya.

Ajak juga teman-teman kalian mampir ke sini ya.

See you 😘


26

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang