19. 2 M

123 38 127
                                    

Hayo, hayo, apa 2 M?  Wkwkwk

Sebelumnya Yayaa mau bilang makasih.
Makasih buat yang udah ngingetin di setiap ada typo. Apalah daya, Yayaa orang nya emang keseringan typo kalau nulis, hiksss, kok malah mewek sih? wkwkwk

Ingetin terus ya sayang-sayangnya Yayaa.🙃

Oke, Vote dulu sebelum membaca, siapa tau ntar lupa, hehehe
Disusul Commentnya yang buanyakkk ya, hahaha

    --------

Sahabat.
Satu kata yang bermakna istimewa.
Sesuai maknanya, keberadaannya juga sangat istimewa.
Memiliki teman banyak itu mudah. Namun, memiliki teman yang selalu ada itu sulit.
Memiliki teman di saat suka itu gampang.
Namun, memiliki teman di saat duka itu sangat teramat langka.

******

"Mau kamu apa, hah? Mau sampai kapan kamu begini terus?" Posisinya yang semula duduk berubah berdiri.

"Papa lagi bicara Kenny. Kamu dengar apa tidak?" Merasa dua pertanyaan awal tak direspon putranya, amarahnya pun semakin tersulut.

"Ya, dengerlah. Papa gak liat kuping Kenny masih utuh?" Bukannya menjawab dengan baik-baik, ia malah semakin membuat pria paruh baya di depannya semakin geram.

"Harus berapa kali papa bilang ke kamu?  Jangan bikin ulah lagi!" Ia heran dengan anak semata wayangnya ini. Tak pernah sekalipun putranya tersebut menurut akan printahnya.

Kenny tak merespon pertanyaan yang sangat ia hafal tersebut. Tangannya tengah asik mengotak-ngatik handphone yang sedari tadi mengalihkan fokus matanya.

"Papa capek melihat tingkah lakumu yang tak senonoh." Ia kembali mendaratkan bokongnya ke sofa.

"Ya udah, gak usah diliat. Gitu aja kok repot," sahut Kenny seenaknya. Tangannya masih setia mengotak-ngatik handphonenya.

"Gara-gara kamu Papa dipanggil untuk mengahadap kepala sekolah." Kenny terkekeh tipis.

"Ya udah, dateng!"

"Pekerjaan Papa itu banyak Kenny. Bukan hanya tentang mengurus kamu saja. Lagian kamu juga sudah besar, tapi selalu saja merepotkan orang tua."

"Ya udah, gak usah dateng!" Kini Kenny telah bangkit dari duduknya. Berada lebih lama di ruangan tersebut hanya akan membuat tuli telinganya saja.

"Bagaimana jika kepala sekolahmu mengskor kamu lagi, hah?" Sudah terlalu banyak skor yang didapat anaknya tersebut.

"Enak dong. Gak usah capek-capek ke sekolah," sahut Kenny seraya membenari letak tas ransel di punggungnya.

"Dan kamu tidak akan naik kelas lagi," serunya.

"Bodo!"

"Mau sampai kapan kamu tinggal kelas terus, hah?" Posisinya berubah kembali berdiri. Sungguh ia tak bisa tenang sekarang.

"Gak usah ngurus hidup gue! Urus aja kerjaan lo." Pria paruh baya tersebut pun melotot tak percaya. Lo? Pantaskah anaknya berbicara seperti itu kepadanya? Sutttt, jan ditiru!

"Kamu itu sudah tiga tahun tidak naik kelas. Dan sekarang? Arhhhhh," jeritnya frustasi. "Mau ditaruh dimana muka Papa, Kenny?" murkanya. "Bisa tercoreng nama baik Papa di depan kolega bisnis Papa," lanjutnya lagi.

Yah, akibat kenakalannya yang tak ada henti membuatnya harusbtinggal kelas selama tiga tahun sudah. Tentu ini membuat papanya murka. Ia khawatir jikalau kolega bisnisnya mengetahui kenakalan dan kebodohan anaknya, bisa mati setruk ia akibat menahan malu.

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang