31. Danau Penyejuk

88 43 205
                                    

Hallo, i'm comeback 🐣
Ada orang? 👁️👄👁️
Lama gak nongol, sekali nongol subuh subuh ,wkwk

Masih pada setia gak nih sama BIRU? Wkwk

Buat yang masih setia, i love you😘💙

Buat yang pergi, selamat jalan sayang😢 Semoga kau baik baik saja dan tetap dalam lindungan-Nya. Dan kembali lagi ke lapak Yaya (BIRU) wkwkwk

Cussss lah kuyyy👇

------

"Do'anya Abi, Umi," pinta Hauraa sembari mencium tangan kedua orang tuanya secara bergantian.

"Hati-hati, Sayang!" sahut Aisyah tersenyum. Hauraa mengangguk.

"Yang bener belajarnya! Maaf, Abi tidak bisa mengantarmu," ucap Abdullah sambil mengusap kepala putrinya lembut.

Hauraa tersenyum hangat menanggapi pesan dari Abdullah. Ia sudah menekankan pendirian di dirinya. Meski pesantren bukan sekolah keinginanya, sebisa mungkin ia harus belajar dengan sungguh-sungguh. Karena ia percaya, ini adalah jalan terbaik yang orang tuanya berikan. Tiada orang tua yang tak ingin kebaikan pada anaknya bukan?

"Pak Ujang. Jaga Hana baik-baik, ya! Antar sampai tujuan!" pinta Aisyah. Terlihat raut khawatir di sana.

Namanya juga seorang ibu tentu berat sekali untuk melepas anaknya. Orang tua mana yang tak khawatir kala akan berpisah dengan anaknya? Meski hanya sementara, tentu rasa khawatir dan sedih itu ada.

"Asiiiiiaaap, Nyonya," sahut Pak Ujang sambil mengangkat jempolnya. "Ayok, Non! Non teh udah siap?" tanya Pak Ujang pada Hauraa.

Hauraa tersenyum menanggapi pertanyaan Pak Ujang, lalu mengangguk mantap. Diliriknya sekilas Abdullah dan Aisyah, kemudian ia masuk kedalam mobil. "Bismillah," ucap Hauraa dalam hati.

"Berangkaatttt," kata Pak Ujang seraya menghidupkan mesin mobil. Lalu, menancap gas. Udah kek Tisna ae lu, Pak.

Sepanjang jalan, Hauraa hanya diam. Matanya menatap jalan raya yang dipenuhi kendaraan umum, sembari tersenyum kecut. Bahagia dan kecewa beradu menjadi satu. Entahlah. Ia juga tak tahu dengan kondisi hatinya saat ini.

Senang karena bisa memenuhi keinginan dari kedua orang tunya. Dan, sedih karena harus meninggalkan segala kehidupan beberapa tahun yang telah ia lalui di sekitarnya. Sedih karena harus berpisah dengan para teman dan sahabatnya.

Ah, Charlina. Bagaimana gadis itu nantinya tanpa Hauraa?

Kenny? Ah, sudahlah! Hauraa sedang tidak ingin membahas pria satu itu. Biarlah semuanya berlalu. Biarlah semuanya menjadi kenangan yang..... Memilukan? Atau menyenangkan? Ataukah menyedihkan? Hemmm.

"Eeee, Pocong ngesot!" kata Pak Ujang tiba-tiba. Mobil pun berhenti seketika. Hauraa yang sedari tadi termenung pun menatap Pak Ujang bingung. Pocong ngesot ya, Pak?

"Ada apa, Pak?" tanya Hauraa sambil mengusap pelipisnya.

"Gak tau, Non. Kayaknya ada yang bermasalah sama mobilnya. Bentar yah, Pak Ujang liat dulu," jawab Pak Ujang sambil keluar dari mobil.

Hauraa hanya diam mengangguk tanpa berniat ingin tahu lebih jauh. Entahlah, untuk saat ini ia memang terlalu malas untuk berbuat sesuatu.

"Aduh," teriak Pak Ujang dari luar.

Mendengar ringisan Pak Ujang. Sontak Hauraa mengalihkan perhatiannya pada Pak Ujang. "Kenapa, Pak?" tanya Hauraa dari jendela mobil.

"Ban mobilnya teh bocor, Non."

BIRU [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang