"Hey pecundang!",
Taeyong menoleh dilihatnya seorang pria dengan turtleneck hitam menghampirinya. Ia seketika menunduk tak bersuara sambil menyeka bulir air mata sebelum jatuh di pipi.
"Jangan menahan diri, menyumpahlah",
Pria itu mendekati Taeyong, berdiri sejajar dengannya. Pria itu sempat menatap Taeyong bahkan mengabsen tubuh Taeyong dari ujung kepala sampai kaki
"Kubilang menyumpahlah!",
Taeyong bergeming, alih-alih menyumpah ia hanya mengepalkan tangannya. Pria itu bisa melihat garis urat dari tangan Taeyong yang mengeras. Ia melanjutkan,
"Aku tak tahu permasalahanmu tapi, jangan datang kemari hanya karena kau sedang marah. Untuk apa kau naik gedung ? Kau mau bunuh diri?" Pria itu menghela napas lalu menggelengkan kepalanya.
Bukan tanpa alasan Taeyong menginjakan kaki kemari. Banyak sekali hal yang ribut di pikirannya. Bahkan dadanya terasa tertusuk oleh kuku yang tajam. Pedih. Taeyong melihat pria itu merogoh sesuatu dari sakunya. Ia bisa melihat melalui ekor mata. Ia menyodorkan handphone nya,
"Jangan salah paham, aku sering kemari untuk menghirup udara jadi jika kau butuh teman telpon aku saja"
"Tak usah, kurasa ini menjadi terakhir kita bertemu" Ucap Taeyong, mundur dan memutar langkah ke belakang .
Ia meninggalkan pria yang masih berdiri dipinggiran gedung itu, ia menekan tombol lift, kemudian masuk tanpa ragu bahkan tak berpaling hanya untuk sekedar memastikan.
"Doyoung...namaku Kim Doyoung"
Taeyong menangkap teriakan itu sebelum masuk ke dalam lift....
Taeyong mendapat tamparan keras yang meninggalkan bekas di pipinya, ia menatap netra ayahnya yang penuh dengan amarah.
"Beraninya kau menatapku sialan!"
Taeyong berlalu ke kamarnya tanpa mengucap sepatah katapun. Pintu terbanting mengeluarkan suara. Ia memukul tembok dan menarik benda dari laci. Dengan mata yang berlari kesana kemari, bahkan nafasnya yang sedikit terengah-engah ia memberikan goresan di lengannya. Pikirannya terasa berputar bahkan bulir air matanya pun berjatuhan sudah.
Taeyong melirik arlojinya, pukul 23.00. Malam sudah sangat gelap dan dingin, ia putuskan untuk keluar rumah. Entah apa yang ada di pikirannya ia hanya ingin melangkah dari rumah sialan itu. Ia meraih gagang pintu kamar dan seketika tidak terbuka, "Sialan, dikunci dari luar" gumamnya.
Ia membuka jendela dan mampu keluar dalam hitungan detik, namun yang menjadi penghalang adalah kamarnya ini di lantai dua, ia harus melompat. Tak banyak yang ia pikirkan karenanya telah membulatkan tekad. Walau dengan beralasan sepatu saja, akhirnya badannya berhasil mencium rumput di halaman rumahnya. Nyeri di kakinya tak perdulikan lagi. Ia berlari di tengah gelapnya malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dotae Rise [Oneshoot]
Подростковая литератураDOTAE X TAEDO 🔞 leave comments and track ^^