Her, Not You

891 151 145
                                    


"Apa yang kau maksud dengan tunangan?!" Bisik Mina.

"Sudahlah tidak apa apa." Bisik Jeongyeon.

"Apanya yang tidak apa apa?! Kalau aku disuruh menikah denganmu bagaimana?!" Bisik Mina dengan nada kesalnya.

"Dari pada aku menikah dengan Sana, lebih baik denganmu. Memangnya kau tak mau menikah denganku?" Bisik Jeongyeon.

"Kau mau mati?" Tanya Mina.

"Hei Jeongyeon, Mina, ayo ke ruang makan." Ajak kakek Jeongyeon.

"Ne, harabeoji." Angguk Jeongyeon.

Ia pun menarik tangan Mina yang ia genggam sambil mengikuti kakeknya.

"Sana-ssi, Jeongyeon sudah datang." Ucap kakek Jeongyeon yang langsung membuat Jeongyeon serta Mina terkejut melihat Sana dengan ayahnya sudah duduk di ruang makan.

"Kau sedang apa disini?" Tanya Jeongyeon.

"Hei, jangan tidak sopan begitu. Sana dan tuan Minatozaki kan awalnya berencana membahas pertunangan kalian. Mana aku tau kau ternyata sudah melamar seorang gadis cantik." Kakeknya mengambil tempat duduk di paling pinggir.

"Mwo?!" Kaget Sana.

Mata gadis itu tertuju pada Jeongyeon dan Mina dengan tangan keduanya yang bertautan.

"Apakah harabeoji tak sadar mereka sedang berpura pura?? Jeongyeon hanya berusaha membatalkan perjodohan ini!" Tuduh Sana.

"Yak, jangan sembarangan bicara kau. Lihat ini, aku sudah melamarnya." Jeongyeon mengangkat tangan nya dan tangan Mina guna menunjukan cincin yang berada di jari keduanya.

"A-aniyo! aku tidak percaya! mereka itu hanya teman dekat, harabeoji." Sangkal Sana.

"Aniyo, kita memang teman dekat, tapi aku sudah melamarnya karena aku sangat mencintainya. Aku akan menikahinnya." Yakin Jeongyeon.

"Gadis gila!!" Pekik Mina dalam hati sambil berusaha keras menahan ekspresinya.

"Lihat saja, mereka kaku! ketawan sekali sedang berpura pura, sama sekali tidak mesra!" Tuduh Sana.

"Eoh, benar juga." Kakek Jeongyeon mengangguk angguk.

"Aniyo, harabeoji!! kami ini sangat mesra, tapi masa di depan kalian semua kami bermesraan?" Sangkal Jeongyeon.

"Baiklah, coba cium dia." Perintah kakek Jeongyeon.

"Ne?" Kaget Jeongyeon.

"Cium bibirnya jika memang benar kalian pasangan." Ucap Kakeknya lagi.

"H-harabeoji.." Bujuk Jeongyeon.

"Kalau kau bisa buktikan, aku akan membatalkan perjodohanmu. Kurasa tuan Minatozaki juga tidak keberatan kan?" Tanya kakek Jeongyeon.

"Hohoho, tentu tidak presdir Yoo. Saya tidak akan memaksakan perasaan nona Yoo terhadap anak saya." Ayah Sana mengangguk angguk.

"Ottosan!" Kesal Sana.

"N-ne, baiklah." Jeongyeon ragu ragu sambil menatap wajah Mina.

"Jangan berani berani kau melakukannya!" Mina memberi signal dengan kedua matanya.

Jeongyeon sangat ragu, namun dengan cepat segera meraih kedua pipi Mina dan mencium lembut gadis itu dengan mata terpejam. Mina yang awalnya kaget pun akhirnya ikut memejamkan kedua matanya. Ciuman itu begitu cepat namun juga begitu lembut. Setelah beberapa lumatan lembut dari Jeongyeon, ia melepaskan tautan itu. Waktu seakan melambat dan mata keduanya perlahan terbuka. Mereka saling menatap dalam diam.

"Ahh, maafkan aku yang telah meragukan kalian. Bagaimana jika menikah bulan depan?" Tanya kakek Jeongyeon.

"NE?!" Kaget Jeongyeon.

.
.
.

Sepulang dari rumah kakek Jeongyeon, terjadi keheningan antara keduanya. Mereka tak saling mengobrol di dalam mobil dan hanya fokus pada pikiran masing masing.

"Berani beraninya kau mencuri first kiss ku!" Mina membuka pembicaraan.

"Bibirmu lembut dan manis, hanya itu impressionku." Ucap Jeongyeon.

"Yak! kau mengapa kau malah mereview bibirku?!" Kesal Mina.

"I just wanna let you know." Ucap Jeongyeon.

"Apakah kau mau mati?!" Tanya Mina.

"Daripada membunuhku, lebih baik kau pikirkan cara mengembalikan wajahmu. Sedari tadi masih merah padam seperti itu." Jeongyeon terkekeh.

"INI SEMUA GARA GARA DIRIMU YANG MENCIUMKU SEENAKNYA!!" kesal Mina.

"Iya, maafkan aku." Sesal Jeongyeon.

"Cih!" Cibir Mina.

"Ayolah, lebih baik kau minta sesuatu padaku dari pada mengambek seperti itu." Ucap Jeongyeon.

"Kembalikan ciuman pertamaku!!!!" Teriak Mina.

*Ciiiittt

Jeongyeon menghentikan mobil mereka lalu menarik leher Mina hingga berada 5 cm di depan wajahnya.

"Kemarilah, biar aku kembalikan." Jeongyeon semakin mendekat.

Mina yang panik pun hanya bisa memejamkan kedua matanya.

"..." Mina kembali membuka matanya karena ia tak merasakan ciuman pada bibirnya.

"Apa kau begitu berharap aku akan menciummu lagi? Maksudku memang bibirmu mani, tapi bukan berarti aku ketagihan kan?" Canda Jeongyeon.

"Kurang ajar!!" Mina yang marah pun mendorong tubuh Jeongyeon lalu mengalihkan pandangannya ke arah Jendela.

"Aku menyukainya, tapi aku rasa kau tidak. Simpan saja untuk lucky bastard yang menjadi suamimu nanti. Kau masih suka pria kan?" Jeongyeon
terkekeh.

"Jika kau tertarik pada wanita, kabari aku. Aku mau menjadi kandidatnya." Mendengar itupun Mina menoleh dan memukul lengan atas Jeongyeon.

"Jangan bermimpi. Kalaupun aku suka wanita, aku takkan menyukaimu. Itu adalah option terburuk." Ucap Mina yang membuat Jeongyeon tertawa.

"Yeah setidaknya hubungi aku jika kau butuh kissing partner." Canda Jeongyeon yang langsung mendapat pukulan manis dari Mina.

"Hahahahah bercanda bercanda." Ucap Jeongyeon.

*Ting!

Notifikasi Jeongyeon terdengar.

"Aku selalu penasaran mengapa kau bisa mendapat begitu banyak notifikasi." Ucap Mina.

"Karna aku ikut ekskul peer counselor." Ucap Jeongyeon.

"Huh? kau adalah seorang council?" Tanya Mina.

"Yeah, nicknameku Ostrich. Mungkin temanmu salah satu 'pasien' ku." Angguk Jeongyeon.

"O-ostrich?!" Kaget Mina.

"Ne, ada apa?" Tanya Jeongyeon.

"Jadi selama ini?!" Mina kembali mengingat segala hal yang sudah ia ceritakan pada ostrich. Mina begitu sering curhat masalah sekolahnya, persahabatannya dengan Jeongyeon, kesehariannya, dan ternyata ia bertukar pesan dengan Jeongyeon?

Mina sungguh tak percaya. Ia begitu nervous dan ketakutan apabila Jeongyeon tau bahwa ia sering bercurhat mengenai Jeongyeon kepada Jeongyeon langsung.

"Hei!" Jeongyeon menyadarkan Mina.

"Ne?" Kaget Mina.

"Kenapa?" Tanya Jeongyeon.

"Aniyo." Mina segera menyembunyikan ponselnya.

"Dasar aneh." Jeongyeon menggeleng geleng.

"Bagaimana bisa aku tidak sadar selama ini?! bagaimana kalau dia tau tenang yang sebenarnya?? Aku harus bagaimana ini?! Kenapa yang tersisa di dalam otakku hanya ciuman tadi?!!" Kesal Mina.




























so sorry kemaren ga up

Beauty ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang