2.

1.3K 138 8
                                    


Sebelumnya kasih vote and komen ya guys, biar sama sama enaks😭💚💚

Sebuah tamparan hampir saja melayang mengenai salah satu pria, namun dengan cepat tangan Ten bisa menahan kepalan tangan itu.

"Kau terlihat begitu dewasa untuk sekedar menampar seseorang" ujar Ten begitu dingin dengan aura mengintimidasi.

"Kau siapa ha? Jangan ikut campur"

"Aku tidak, aku menolong"

"ahh..dasar sialan, aku tidak peduli" lelaki kasar itu meninggalkan tempat dan kembali masuk ke dalam Club.

Ten menatap kepergian pria kasar itu dengan nyalang.

Lalu pandangan Ten teralih pada pria disampingnya, dan Ten baru sadar jika pria itu duduk di atas kursi rodanya.

Pria itu tetap menunduk, entahlah Ten tak tau apa yang dilakukanya dengan menunduk. Ten berniat langsung pergi tapi--.

"Terimakasih" -tapi tidak jadi karna mendengar suara pria itu.

"Tentu, pulanglah, disini tidak aman untukmu" ujar Ten.

Setelah itu dia bener bener pergi meninggalkan pria tadi yang bahkan dia sama sekali tak melihat jelas wajahnya. Namun satu yang terlihat jelas di mata Ten, yaitu ketika pria tadi mendongak mengucapkan trimakasih padanya, mata itu, mata pria itu begitu tajam, namun entah kenapa melihatnya begitu sakit.

Ah, Ten berusaha untuk tidak peduli dan berjalan ke dalam Club setelah mengambil iphonya.

"Lama sekali hanya mengambil ponsel" ujar Jeno.

"Yah, ada sedikit masalah tadi" ujar Ten dan sepertinya Jeno memang tidak begitu peduli, dia tau kakanya sudah pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Jeno" panggil Ten di tengah kebisingan Club dengan music music.

"Hm?"

"Kau kenal pria itu?" Tanya Ten.

"Dia? Jung Jaehyun" ujar Jeno dengan enteng sembari menegak minumanya.

"Kau mengenalnya?" Tanya Ten.

"Ah tentu, dia bekerja di cafe dekat sekolahku, dan aku sering ke cafe bersama dengan teman teman" ujar Jeno.

"Ada apa?" Tanyanya lagi.

"Tidak, hanya bertanya" ujar Ten sambil kembali memfokuskan dirinya pada minuman di depanya.

Entah kenapa pemuda tadi mengganggu sedikit pikiranya, terutama mata tajamnya itu, kenapa terlihat begitu menyedihkan.

Ten menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menghilangkan pikiran tak bergunanya itu dan kembali berfokus pada minumanya, bahkan sekarang Ten sudah mulai bergabung di dance floor sambil membawa sebotol wiskeynya. Jeno yang melihat itu hanya tertawa renyah, jarang jarang hyungnya itu menikmati waktu santai seperti ini bersamanya. Jadi Jeno berpikir untuk membiarkan saja hyungnya seperti itu.

***

"Presedir jadwal anda hari ini telah usai, disusul besok ada meeting dengan Tuan Jackson mengenai penanaman saham"

Ten mengangguk singkat tanpa memalingkan pandangnya dari laptop diatas meja.

"Supir sudah menunggu anda dibawah, sudah waktunya pulang"

Sang sekretaris --Moon Taeil kembali berujar membuat Ten spontan menutup MacBooknya dan menyambar jasnya yang tergantung di kursi.

"Hmm, presedir, diluar ada Tuan Johnny yang menunggu anda" lanjut sang sekretaris.

Ten tak mengindahkan, terlalu malas untuk bertemu dengan lelaki bermarga Seo itu.

"Hy baby, lama sekali tidak berjumpa hm" sudah Ten duga, lelaki Seo itu memang benar benar datang menemuinya.

Tubuh Ten dipeluk dengan begitu erat, tubuh besar lelaki Seo itu benar benar membuat Tubuh kecil Ten tenggelam dalam pelukanya.

"Hy John" -hm, baiklah, walaupun Ten tidak menyukainya, setidaknya bersikaplah profesional.

"Kau tidak rindu padaku baby?"

"Tentu, kupikir kau melupakanku disini" ujar Ten membuat wajahnya sesedih mungkin.

"Manisnyaa kucing kecilku hm"

-Seo Johnny, adalah lelaki tinggi nan rupawan yang merupakan kekasih dari Ten, mereka menjalin hubungan terbilang cukup lama, sekitar 3 atau 4 tahun lamanya. Johnny terlihat begitu mencintai Ten, memanjakan Ten dan begitu mempedulikan keadaan Ten.

"Apa kau baik disini selama tidak ada aku, tidak dekat dengan lelaki lain?" Tanya Johny tanpa melonggarkan pelukanya pada Ten.

"Hey, bahkan hanya sekedar untuk keluar dari kantor sialan ini saja susah, bagaimana caranya bertemu lelaki lain, kecuali kemarin sih, Jeno mengajaku ke Club malam" ujar Ten sambil mendongak menatap kekasihnya.

"Mwo? Club? Jeno? Wahh berani sekali bocah kecil itu ya, sudah merasa dewasa dia hm" ujar Johny sembari terkekeh.

"Kurasa dia memang sudah dewasa" balas Ten sambil terkekeh pula.

"Baiklah, hari ini ingin pulang bersama, makan atau yang lainya?" Tanya Johny sembari mengelus lembut surai abu milik Ten.

"Maafkan aku, kukira tidak, ini sudah malam dan yah..aku sangat lelah kau tau? Bagaiaman kalau besok, datang saja kerumah, aku akan meminta cuti" ujar Ten sembari memperlihatkan senyumnya pada sang kekasih.

Johny gemas sekali ketika kekasih cantiknya itu menyunggingkan senyum lebar, dengan gemas Johny menggigit kecil hidung mancung Ten dan menggesekanya dengan hidungnya.

"Jangan menggemaskan seperti itu baby, itu menyiksaku" ujar Johny memelas. Ten hanya terkekeh lalu mencuri kecupan di bibir sang lelaki.

"Baiklah sampai jumpa besok, supirku sudah menunggu" ujar Ten dan sekali lagi mencuri kecupan di bibir sang lelaki. Lalu pergi meninggalkan Johny yang tersenyum bahagia menerima kecupan singkat sang kekasih.

Ten berjalan ke mobilnya yang terparkir di baseman.

"Langsung pulang Tuan?"

"Hm, antarkan aku ke sungai Han paman" ujar Ten. Si supir mengangguk dan mulai melajukan mobilnya dengan pelan.

Di dalam mobil Ten hanya diam, tidak bergeming bahkan hanya sedikitpun.

Setelah ini sampai rumah biasanya dia akan tidur, lalu besok pagi bangun dan pergi ke kantor sampai malam, seterusnya begitu. Ten rasa hidupnya memang terlalu memuakan, namun apa dia bisa mengelak begitu saja? Tentu saja tidak. Sama seperti yang Jeno duga. Hyungnya ini memang tidak bahagia. Hanya terlihat bahagia sebagai seorang workholic.

"Tuan, sudah sampai"

"Aku hanya sebentar" ujar Ten lalu segera turun.

Sungai han di malam hari memang indah, tidak begitu banyak orang.

Sungai ini adalah saksi bagi Ten, saksi semua luapan perasaanya, saksi semua kesedihan, kebahagiaan, dan segala yang dirasa Ten. Airnya yang tenang membuat Ten ikut merasa tenang pula.

Tempat ini. Tempat dimana Ten selalu bisa meluapkan emosinya, tempat Ten merasa bisa keluar dari penjara sang ayah yang membuatnya hidup menyedihkan seperti sekarang. Dia punya segalanya, harta yang tak akan pernah habis, kekuasaan yang tinggi, kemewahan yang tiada tara, kekasih yang mencintai dan menyayanginya, serta semua yang dia inginkan selalu ada. Tapi itu bagi Ten bukanlah apa apa. Dirinya ingin hidup layaknya orang biasa di luar sana, bermain bersama teman seusianya di kampus di usia ini, bukanya bekerja di kantor seharian.

Tapi sekali lagi Ten menghela nafas, sepertinya hidupnya hanya akan berakhir seperti ini, sama sekali tidak bermakna dan tidak berkesan.

Ten melangkahkan kakinya untuk pergi, namun--

***

SWEET little MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang