Rival

2.5K 303 18
                                    

Aku terdiam tak percaya ada di sini. Berdiri di depan pintu berwarna hitam yang tampak kokoh dengan nomor di depannya 1312.  Alamat apartemen yang Yibo kirim padaku. Aku tahu Yibo berasal dari keluarga berada dengan mewahnya apartemen ini. Bajingan yang sangat beruntung. Aku semakin tidak percaya ketika aku mengangkat tanganku menekan tombol bel apartemennya.

Aku terdiam menunggu pintu itu terbuka tapi tidak terbuka juga. Semenit kemudian aku menyadari. Oh shit! Sebaiknya aku pulang saja. Yibo pasti mengerjaiku. Memberikanku alamat palsu orang asing. Aku memilih berbalik hendak pergi dari tempat ini kemudian aku mendengar suara pintu terbuka.

"Hoi! Cupu!"

Suara khasnya. Aku menoleh melihat Yibo dengan kaos dan celana pendeknya. Dari penampilannya aku tahu sekali dia baru bangun tidur. Ini jam sepuluh dan dia baru bangun. Dasar pemalas.

Aku memperhatikan lehernya yang selalu ditutupi kerah seragam sekolah. Ternyata Yibo memiliki leher yang menarik, ya menarik itu terlihat kuat dan berotot. Berbeda sekali dengan yang kupunya. Tatto di lengannya juga terlihat jelas.

"Cupu, apa kau suka dengan apa yang kamu lihat?" ledek Yibo tersenyum menyebalkan di depan wajahku.

"A-cuih! mana sudi aku," elakku menghindari tatapannya. "Apa kau lupa, kau yang berikan alamatmu padaku, kau akan membantuku belajar?" ujarku dengan raut muka kesal yang dibuat-buat.

"Oh yaaa ... aku lupa," katanya sedikit menguap. Aku ingin meninjunya tapi sebelum aku melakukannya Yibo membukakan pintunya lebih lebar.

"Ayo masuk!" ujarnya.

Aku melangkah masuk ke dalam apartemennya dan disambut kucing berbulu putih yang langsung mendekati kakiku. Kucing itu sangat manis aku hendak mengelusnya.

"Heloo ... puff ball, siapa namamu?" ucapku mengusap kepala kucing itu.

"Namanya Lucky," sahut Yibo.

Seperti nama anjing pikirku.

Yibo menungguku melepas sepatu di ruang tamu. Diluar dugaan Yibo cukup ramah mempersilahkanku masuk. Apartemennya sangat rapi dan bersih. Semuanya berwarna putih. Cat dan perabotnya. Yibo menyuruhku duduk di sofanya yang panjang dan berwarna putih itu.

"Tunggu disini!" ucapnya dan aku menjawab dengan anggukan ringan. Yibo tersenyum singkat dan melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Aku diam menunggu dengan kucingnya yang duduk di pangkuanku. Menunggu Yibo bersiap.

Selang setengah jam Yibo akhirnya sudah selesai mandi dan berpakaian lebih rapih. Yibo memilih memakai kaos band lokal dan celana jeansnya yang ada robekan di lututnya. Yibo selalu tampak keren pakai apapun.

"Ayo!!" ajaknya, mengambil dompetnya.

Aku tertegun.

"Kita mau kemana?"

"Sarapan, untuk belajar kita butuh energi yang cukup. Makan yang cukup pula. Ayo! aku tahu tempat sarapan enak!" jelasnya.

Tanpa menjelaskan lebih Yibo sudah lebih dulu berjalan menuju pintu apartementnya. Aku masih sedikit tak percaya Yibo mengajakku sarapan bersama. Aku menggelengkan kepalaku menjauhkan pikiran kalau masih ada kesempatan kami menjadi akur seperti seorang teman.

Di tempat yang kami tuju ternyata berada disebelah gedung apartemen Yibo. Ada bunyi lonceng ketika kami melangkah masuk. Tempatnya bukan restaurant mewah. Hanya cafe biasa. Mereka menyediakan pancake dan susu hangat yang lumayan setidaknya itu penjelasan Yibo saat kami turun dari lift.

Yibo memilih meja menghadap jalan dan duduk di seberangku. Ini dua kalinya aku duduk dekat dengannya. Pertama di perpustakaan dan sekarang di sini. Sedikit buatku berdebar. Sesaat pesanan kami tiba Yibo langsung makan dengan lahap sekali seolah ini hari terakhir dia hidup.

"Sungguh. Ini sarapan yg paling enak!" katanya riang sambil meminum susunya.

Seperti anak kecil. Batinku tertawa.

"Ah ... apa yang akan kau ajarkan padaku?" tanya ku setelah menghabiskan sandwich yang kupesan.

"Wow! wow! jangan terburu buru, santai saja ...." katanya sambil melirik anak gadis pemilik cafe yang sedang melayani meja disebelah kita.

"Sexy!" ucapnya menjilati bibirnya.

Aku bengong. Ternyata Yibo sedang mencoba mendekati gadis di sini.

"Aku ke toilet sebentar, kau tunggu disini, ok!" ucap Yibo berdiri dan langsung mendekati pelayan itu.

Playboy sialan.

"Eh? kamu mau ninggalin aku?"

Jujur aku tidak nyaman ditinggal sendirian. Yibo tidak menjawabku dan malah menoleh ke arahku sebentar. Mengedipkan mata kanannya dan tersenyum. Menyebalkan. Kenapa aku harus percaya padanya. Kenapa aku harus menurutinya sampai di sini, dan yang paling menyebalkannya lagi, kenapa jantungku pernah berdebar tak karuan padanya. Aku pasti sudah gila. Benar benar gila hingga aku tak sadar mulai menyukainya.

Aku tak tahan lagi. Jadi kuputuskan berdiri menuju kasir membayar sarapanku dan mengambil tasku ke luar dari sana.

Nasibku benar benar sial. Baru aku akan membuka pintu. Seseorang berjalan masuk di sana dan menabrakku. Membuatku jatuh terduduk. Aku mengaduh sakit. Tapi tidak ada seorangpun mengulurkan tangan membantuku berdiri.

"Oi! oi! lihat ini ...."

Aku mengangkat wajahku mengenali pelaku yang menabrakku.

Sial. Dia Kai. Ya. Kai siswa sekolah tetangga yang pernah berkelahi dengan Yib, karena Yibo merebut kekasihnya. Dia mendekatkan wajahnya padaku. Ya Tuhan, aku harap aku punya sinar laser dimataku jadi aku bisa membunuhnya sekarang.

"Apa ada yang kau ingin katakan pemuda culun! " katanya tertawa.

"Ma-maaf," ucapku gemetar.

"Apa?? kami tak mendengarmu ...hahaha!!" ucapnya mendekatkan telinganya di depan wajahku.

"Bagaimana kalau kau mentraktirku dan teman-temanku makan? jadi kita impas kan??"

what??

"Hayooooo ...."

Dia langsung menarikku berdiri dengan mudah dan kembali masuk ke dalam.

Sialan.

Kai memang bocah tengil lainnya. Dia tidak hanya tukang bully dan biang onar. Dia juga sama seperti Yibo. Dia tukang makan. Tak heran badanya lebih besar dari Yibo, makannya mengalahkan porsi makan Yibo. Gila. Wajah Kai cukup tampan dan tubuh tinggi seperti model k-pop terkenal, cuma satu hal yang membuatku sedikit jijik dengannya saat Kai tersenyum. Terlihat seperti seringai monster.

"Kenapa kau memperhatikanku?"

Aku tak sadar aku terus melihat Kai makan. Aku mengelengkan kepalaku sebagai jawaban.

"Mungkin dia suka padamu, Kai!!" jawab salah satu anak buahnya tertawa. Aku melotot padanya, siapa yang menyukai tukang makan seperti dia??

"Hei, cupu!!!"

Terdengar suara tak asing memanggilku dari arah belakang. Kai yang duduk di hadapanku langsung menjatuhkan ayam gorengnya dan menatap seseorang di belakangku dengan mimik penuh amarah.

"Jadi kalian saling kenal?" tanya Kai pada Yibo melempar makanan yang ada di tangannya ke meja.

"Cupu, ayo pulang!!" kata Yibo menarik tanganku kasar berdiri dari posisi dudukku. Astaga. Kenapa dia tak pernah bersikap halus padaku.

"Hei! apa kau takut Yibo? takut pacarmu ku rebut??" Kai mulai berkelakar.

Pacar? maksudnya aku? siapa yang sudi jadi pacarnya.

"Ahahahahahahaha ...." tiba-tiba saja Yibo tertawa. Buatku menutup telingaku, anak ini sakit jiwa.

"Dia bukan pacarku bodoh!! bukannya justru kau yang khawatir pacarmu kurebut lagi? pantas saja sih ... habis kau bodoh!!"

Wajah Kai makin merah. Dia membalikkan meja menimbulkan keributan lebih.

"Ayo kita duel!!"










Tbc.

My Lovely Enemy (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang