Aku duduk merenung di kamar, menggigiti ujung kuku memikirkan sesuatu. Haruskan menerima ajakan Yibo tadi pagi?
Sudut hatiku mengatakan iya, mana bisa aku menolak ajakan seseorang. Sementara logikaku mengatakan tidak. Bagaimana aku bisa bertahan dengan Yibo setelah semua yang terjadi?
Aku mengulang lagi semuanya dari awal, setiap detail kejadian. Yibo yang suka membully, playboy dan pembuat onar. Tiba-tiba menawarkan kebaikan membantuku belajar. Kuakui berkat dirinya aku masuk tiga besar.
Lalu scene di kepalaku memperlihatkan kekejaman Yibo,yang mengusirku dengan kata-kata kasar. Aku masih ingat dengan jelas setiap ucapannya. Huruf yang ia rangkai menjadi satu kalimat 'pengganggu' 'muak'
Pikiranku berhenti di situ, setiap kali mengingatnya kenapa hatiku nyeri. Aku tak bisa berpura-pura baik-baik saja setelahnya. Bahkan patahnya kaki dan patahnya hatiku, peristiwa itulah penyebabnya.
Aku mengusap muka, menatap cermin yang berisi gambar diriku. Zhan kau jangan jadi orang yang bodoh dengan memaafkan Yibo begitu mudah. Sadarlah dan lawan dia. Tolak ajakannya, cari pasangan lain di sekolah.
Aku mengangguk pada cermin, setuju pada pemikirannya. Kabar buruknya, kelasku yang konon banyak yang menyukaiku, sudah memiliki pasangan masing-masing untuk pergi ke pesta dansa.
Satu-satunya yang tersisa hanya Luhan, dan Luhan tentu saja akan datang bersama Sehun. Tinggalah diriku menangis meratap sepi. Barangkali di kelas lain ada jawabnya, mungkin salah satu dari mereka belum menemukan pasangan.
(kek lirik lagu jadinya, hahaha)Lalu, aku teringat Ji Li. Siswa kecil mungil yang selalu jadi bahan bulliying. Aku berasumsi tak kan ada yang mengajaknya pergi. Siapa juga yang mau datang dengan siswa yang sudah diberi tanda oleh Kris dan kawan-kawannya.
Hanya aku, ya ... hanya aku yang berani mengambil resiko itu. Bukan sok pahlawan, sebab tak ada pilihan lain. Bersama Yibo yang sudah menyakitiku atau bersama Ji Li yang akan membuat kami menjadi pusat perhatian untuk dibulli.
Aku jelas memilih yang kedua. Tak peduli ocehan orang dan tingkat perundungan yang akan aku terima nanti, kalian tahu aku sudah terbiasa. Daripada bersama Yibo nanti. Tentu aku lebih menyayangi hatiku, dan juga harga diriku.
Aku menghubungi nomor ponsel Ji Li dan mengirim pesan padanya.
-Mau datang ke pesta dansa bersamaku?
Ji Li membalas dengan cepat.
-Aku memang sedang mencari pasangan. Tak kusangka ada yang mau mengajakku.
Yeay. Aku berhasil, rencanaku berjalan mulus tanpa hambatan. Sekarang giliranku mengirim pesan pada Yibo.
-Maaf aku sudah janji datang bersama Ji Li dari awal.
Tak ada jawaban, tapi kutahu tanda centang biru dua di layar. Artinya Yibo sudah membacanya. Urusanku dengannya selesai. Sekarang tinggal memikirkan persiapan untuk datang ke acara itu. Baju, sepatu dan dandanan yang 'wah' tapi natural harus kusiapkan. Tentu dengan bantuan si pakar fashion Cheng Xiao.
.
."Kak, ini kupinjamkan baju pada kakak temanku. Tenang saja, kawan-kawanmu di sekolah tak akan mengenalinya." Cheng Xiao membawa paper bag hitam ke kamarku, tersenyum dengan barang bawaannya.
"Ini juga masih baru, dan aku sudah melihatnya, ini cocok untukmu." Cheng Xiao menyodorkan tas di tangannya. Mengamatiku yang sedang memakai lotion di tangan. Aku harus memastikan, orang yang berdansa denganku tidak merasakan tanganku yang kasar.
Aku bisa bernapas lega, satu kebutuhanku teratasi tanpa harus membeli. Kau tahu, harga baju pesta terlalu mahal bagiku, aku tak mau menyusahkan ibu. Setelah memakai setelan hitam yang sedikit mengkilap itu, aku berputar di cermin. Melihat pantulan diriku, yang kurasa sudah keren.