Yibo dengan santainya mencoret beberapa nomor yang salah. Lalu membubuhkan nilai lengkap dengan paraf di sampingnya, persis seperti guru-guru di sekolah dasar.
Yibo menyerahkan buku tugasku dengan mimik serius. Aku jadi cemas dan takut, apa benar jawabanku salah semua?
"Cupu, cepat ambil!" teriaknya mengagetkanku yang sedang bengong.
"Lumayan, salah dua soal saja," ucapnya santai, tanpa merasa bersalah tadi sempat membuatku hampir jantungan.
Jadi, yang tadi itu hanya drama? Saat Yibo mengatakan jawabanku salah semua dan mengataiku bodoh di depan gadis itu, apakah itu sekedar akting? agar gadis itu cepat pergi?
Wah, ge-er sekali aku malam ini."Lanjut kerjakan soal bahasa inggris!" Yibo melempar buku paket tebal ke meja.
"Halaman lima puluh dua, kerjakan sepuluh soal saja!" serunya, sambil menunjuk halaman yang ia maksud.
Aku mengangguk. Setelah melihat nilaiku tadi, aku jadi semakin percaya diri untuk menyelesaikan tugas-tugas lainnya.
.
.Ini sudah hampir jam sepuluh malam, saat kulihat Yibo masih setia menungguku mengerjakan soal biologi. Otakku rasanya retak dan hampir meledak, tidak ada sedikit pun kompromi. Yibo sama sekali tidak membiarkanku istirahat, bahkan aku makan malam bersama tumpukan buku pelajaran di ruang tengah.
Kepalaku mulai pening. Mataku berat, aku menguap sudah empat kali. Yibo masih bersama ponselnya, berbalas pesan entah dengan siapa. Sewaktu-waktu dia menengok tulisanku. Lalu melihat wajahku yang mulai kelelahan.
"Ini latihan terakhir. Setelah ini kau boleh tidur!"
Bahkan suara Yibo yang berbicara terdengar sayup-sayup di telinga. Jari jemariku yang menggenggan pulpen mulai mengendur. Pandangan mataku agak kabur, aku berusaha tetap terjaga. Tapi kantuk ini luar biasa, terlalu kejam jika aku memaksa otakku bekerja di saat tubuhku ingin istirahat.
Akhirnya, kujadikan buku tulisku sebagai alas dan tangan kananku sebagai penopang. Mataku menyatu dengan erat, otakku juga mulai memberi sinyal untuk masuk le alam mimpi.
Aku tak peduli lagi dengan teriakan Yibo, alam bawah sadarku mulai menyeretku perlahan. Sehingga suara-suara di luaran sana teredam dengan baik.
.
Sudah berapa lama aku tertidur. Aku tak merasakan tanganku yang sejak tadi jadi penopang, seharusnya kakiku juga pegal karena tidur sambil duduk bersimpuh di meja. Harusnya juga aku kedinginan. Tapi aku merasa nyaman sekali saat ini.
Aku seperti tidur di atas bantal dan kasur yang empuk, dengan selimut bulu halus menutupi tubuhku. Juga seseorang yang tidur di sampingku.
Tunggu! Apa aku bilang seseorang? Aku meraba samping tempat tidurku, dan menemukan tonjolan yang kuyakin sama seperti milikku.
"Ah ...." Aku berteriak tanpa memperhitungkan waktu dan tempat. Seseorang yang berada dalam satu selimut denganku, terjaga dari tidurnya. Menatapku tajam.
"Ma-maaf," ucapku terbata.
Mata Yibo merah, ia sangat tak suka jika tidurnya diganggu.
"Apa kau mau tidur di luar saja?"Aku menggeleng pelan. Aku sudah nyaman di sini. Empuk dan hangat. Aku juga menemukan sesuatu untuk dipeluk sepanjang malam. Sebuah guling mungkin, atau boneka teddy bear besar seperti yang ada di kamar Cheng Xiao.
.
Perlahan aku menggeliat, tanganku membentuk perisai di wajah untuk menghalau sinar mentari pagi yang mulai mengintip dari celah tirai jendela.