Jemputan

1.8K 219 10
                                    

Berangkat bersama Yibo ke sekolah, lebih banyak tidak enaknya. Aku diperlakukan benar-benar seperti pelayan. Membawakan tas ranselnya yang lumayan berat, aku heran. Apa dia membawa bom ke sekolah.

Di depan gerbang sekolah. Kulihat gadis yang pernah kutemui di apartemen Yibo sedang bersandar di dinding dekat pagar. Sepertinya ia sedang menunggu Yibo di sana.

Hah. Aku jengah melihatnya, pasti mereka akan bermesraan lagi tanpa melihat situasi dan kondisi.

Yibo menurunkanku di depan gerbang. Menyuruhku membawakan tasnya ke dalam kelas. Sungguh pria yang semena-mena.

Dalam perjalananku menuju kelas Yibo, aku berpapasan dengan Luhan yang sedang membawa kotak makan. Ia sama sepertiku, menuju kelas yang sama. Kelas di mana Yibo dan Sehun belajar.

Aku bisa menebak, Luhan mendatangi kelas Sehun untuk memberikan bekal sarapan pada kekasihnya itu. Luhan melihatku yang kesulitan membawa tas Yibo. Ia mengerutkan dahinya.

"Tas siapa yang kau bawa?"

"Oh, ini," tunjukku pada tas Yibo yang kelihatan padat dan berat.

"Ini milik Yibo," jawabku.

"Jadi, dia benar-benar menjadikanmu pelayan?" Luhan melotot, bisa kulihat kemarahan dalam matanya.

"Akan kubuat perhitungan dengannya." Luhan mengepalkan tangan di bawah kotak makan.

Kadang Luhan berlebihan melindungiku, tapi aku cukup senang ia masih bersikap sama meski ia sudah berstatus sebagai pacar siswa terkaya di sekolah ini.

Sehun berdiri di samping kursi Kris, mereka terlibat obrolan yang asyik. Ketika Luhan dan aku datang. Mereka menghentikan obrolan, dan menoleh pada kami bersamaan.

"Hai, sayang!" Sehun menyambut Luhan dengan uluran tangan, mereka mengambil waktu berdua, ke luar dari kelas bersama-sama. Aku mematung di depan Kris dan Baekhyun.

Apa yang kutakutkan tidak terjadi, aku berpikir mereka akan membulliku. Ternyata tidak. Mungkin mereka sudah bosan melakukan hal itu.

.
.

Aku pulang ke rumah setelah jam sekolah usai. Tidur dan makan di sana. Menikmati jam-jam menyenangkan sebelum serigala tampan datang menjemputku.

Aku sungguh tak meminta Yibo melakukan itu. Tapi ia bersikeras, dengan alasan ingin bertemu adikku setiap hari. Cuih! Tak kan kubiarkan ia menyentuh Cheng Xiao meski itu hanya ujung rambutnya.

Cheng Xiao sendiri selalu terlihat berbunga-bunga saat Yibo duduk di sofa rumah. Apa ia tak punya idola lain yang lebih baik. Bukankah di dunia maya bertebaran wajah-wajah tampan penuh talenta seperti para member BTS. Kenapa adikku yang satu ini justru terjebak pada pesona Yibo yang palsu.

Aku mengambil kertas pengumuman yang diberikan guru di kelas. Kertas yang berisi jadwal ulangan minggu depan.

"Belajar lebih giat lagi," kata wali kelasku seusai mengumumkan jadwal ulangan. Aku jelas menjadi sorotan, bukan karena pintar. Tapi karena nilaiku selalu berada nomor dua dari belakang. Para guru merasa pesimis aku akan lulus tahun ini. Namun, tekadku untuk belajar sudah bulat, lebih bulat dari bola ping pong. Aku tidak akan menyerah. Tak peduli Yibo memperlakukanku seperti pembantunya, yang penting dia bisa membantuku belajar dan mendapat nilai biru. Bukan angka merah seperti biasanya.

.

Sore ini, aku menunggu Yibo di teras. Aku tak akan biarkan dia masuk dan duduk di sofa lagi. Begitu mendengar suara motornya, aku akan berlari ke pagar dan langsung duduk di boncengannya.

Aku sudah siap dengan ransel dan helm di tanganku. Tapi sampai setengah jam, Yibo tak kunjung datang. Padahal tadi ia mengirim pesan sudah berangkat. Jarak apartemen Yibo ke rumahku hanya 15 menit. Aku jadi khawatir, apa ia mengalami halangan di jalan.

Aku mengambil ponsel, mengecek pesan yang mungkin Yibo kirim. Tapi nihil. Aku menghubunginya via chat, tapi tak ada laporan dibaca.

Aku harus berpikir positif. Mungkin Yibo sedang dilanda macet di jalan. Atau ia masih mampir ke kedai kopi untuk menikmati secangkir espresso hangat.

Cheng Xiao mengintipku dari pintu, kepalanya menyembul. Ia tertawa melihat kegelisahanku. Dasar adik tak punya akhlaq, malah berbahagia di atas kegelisahan kakaknya.

"Sedang menunggu pujaan hati, ya?" ledeknya masih dengan tubuh separuh ke luar dari pintu.

"Jangan-jangan pangeran Yibo tersesat," goda Cheng Xiao lagi.

Aku pura-pura tak mendengarnya. Tapi jelas ada raut cemas di mukaku. Apa lagi ini sudah sejam sejak Yibo mengirimiku pesan 'sudah di jalan'
Aku cemas, dan ini bukan buatan. Aku benar-benar mencemaskannya.

Kuputuskan menelpon nomor Yibo melalui ponselku. Tapi tiga kali kucoba, tiga kali juga mesin penjawab yang menerima panggilanku. Aku kecewa. Tapi tak bisa berbuat apa-apa. Lalu timbul firasat buruk di benakku. "Apa Yibo berniat mengerjaiku?"

Sesuatu memang kadang tak sesuai ekspetasi. Saat kita sudah menyusun rencana, ternyata Tuhan punya rencana sendiri. Aku yang telah duduk di teras menunggu Yibo datang, harus menelan kecewa karena pemuda itu tak juga datang.

Aku kembali masuk ke rumah, berusaha tegar menerima ledekan Cheng Xiao. Yibo akan kubalas kau nanti. Batinku.

Aku bersiap membuka sepatu dan melempar tasku, saat sebuah panggilan masuk membuat ponselku berdering dengan nyaring. Aku terkejut melihat siapa yang menghubungiku.

Yibo. Itu yang ada di layar.

Anak ini, baru sadarkah dia ini jam berapa. Apa ia tertidur di jalan? Atau asik berkencan.

Aku mengangkat teleponnya, setengah hati berkata. "Iya, ada apa?"

"Aku sudah di depan rumahmu," jawab Yibo buatku melongo tak percaya.

Aku mengintip dari balik tirai. Benar,itu Yibo. Melambaikan tangan masih dengan helm hijau yang terpasang di kepala. Dia seperti memiliki radar yang memberitahukan keberadaanku. Padahal aku bersembunyi di balik tirai, tapi ia bisa menemukanku.

Aku mengembuskan napas kasar, kukira hari ini aku akan terbebas darinya. Aku mengambil kembali tas yang sudah kulempar tadi. Berkaca sekali lagi, apakah tampilanku ada yang kurang. Tidak, ini masih sama. Secantik dan semanis seperti biasanya. Hahaha, aku rasa aku mulai sadar akan kecantikanku. Sejak pacar Yibo selama dua kali bertemu. Selalu melihatku sebagai saingan.

Cheng Xiao sudah menungguku di depan pintu dengan wajah berbinar. Ia memainkan kedua alisnya menggodaku.

"Pangeran tampan sudah datang!!"

Aku melewati Cheng Xiao tanpa ekspresi. Sudah lelah rasanya untuk menanggapi.

Yibo di sana, di atas sepeda motor. Ia benar-bebar tidak turun. Seakan tahu, jika aku tak suka ia duduk di sofa ruang tamuku.

Memakai jaket kulit, Yibo terlihat lebih keren dari biasanya. Apa dia ingin pamer ketampanan padaku? Sial sekali, aku harus mengakui, ia memang mempesona.



Tbc.






Sex Paylater ff Yizhsn terbaru yang menyuguhkan visual terbaik
Cek di lapakku yo ...

My Lovely Enemy (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang