"Apa?? Wang Yibo dan kawannya memaksamu datang ke pesta Sehun malam sabtu besok??" tanya Luhan saat sekolah usai. Aku menceritakan semua yang terjadi di kantin, dan Luhan tampak tak senang.
"Yeah," jawabku pasrah.
"Dan kau akan datang?" Luhan bertanya lagi, tak percaya dengan jawabanku.
"Yeah."
"Kau gila!"
Aku lebih takut membayangkan jika aku tidak datang. Mereka akan semakin menindasku di sekolah. Apa itu disebut gila?
"Aku akan menghajar pantat putih Yibo itu. Sekali kali dia harus tahu dia berurusan dengan siapa." Luhan menggeram.
Temanku ini manis sekali. Aku hampir menitikkan air mata saat Luhan mengatakan ingin menghajar Yibo.
"Oh, bagus sekali!" seru Luhan tiba-tiba. Dia mengepalkan tangannya bersiap. Aku melihat ke depan. Tebak. Yibo sudah ada di sana bersandar di motor terbarunya. Dia memang keren tapi tetap saja. Dia menyebalkan.
Yibo menghampiri kami. Luhan mulai memasang kuda kuda karatenya melindungiku.
Bagus Luhan. Hajar dia. Aku bersorak dalam hati.
"Hei!" sapa Yibo sok ramah berjalan ke arah kami. Tatapannya tak pernah lepas dariku.
What? Tidak, itu hanya perasaanku saja.
Luhan mulai meluncurkan tendangan putarnya, yang secara mengejutkan, Wang Yibo dapat dengan mudah menghindarinya. Wow.
"Jangan gunakan kekerasan okay. Aku hanya ingin mengobrol." Yibo berusaha memberi tanda dengan kedua telapak tangannya.
"Mengobrol? Itu kah yg kalian lakukan tadi pagi pada Xiao Zhan?" ujar Luhan melirik padaku.
"Dengar Wang! Di mataku kau hanya kera kecil. Aku tak takut padamu, dan aku tak akan biarkan sahabat baikku jadi pelampiasan kalian!!" Luhan memberi acaman. Meski memiliki wajah cantik, dalam keadaan begini, Luhan lebih terlihat menakutkan.
Aku memang selalu bisa andalkanmu Luhan. Kau memang sahabat terbaikku.
"Aku kenal kau. Kau Luhan si juara karate di sekolah kita. Aku tak akan berani berurusan denganmu," ucap Yibo sambil menggelengkan kepala.
Yibo beralih menatapku.
"Dengar, kuharap kau tidak melarikan diri besok, atau sesuatu yang lebih buruk terjadi padamu ...."
Entah kenapa saat Yibo mengatakan itu aku merasa dia juga mengkhawatirkanku. Mungkinkah apa yang dia lakukan tadi pagi untuk menolongku agar teman-temannya tidak menindasku di kantin? Tidak mungkin, mana mungkin manusia seperti dia memiliki empati pada orang lain. Itu hanya bagian dari rencananya untuk membuatku terpedaya.
Gila.
"Aku akan menjaganya." Luhan menyahut dari sebelahku dengan wajah serius, ia masih dalam posisi siaga. Antisipasi terhadap kemungkinan Yibo berulah lagi.