Patah

2K 233 36
                                    

Silakan nikmati
Baca sampai selesai
Jika tak paham
Tunggu chapter depan

Karena setiap cerita yang sudah dibuat end di pdf
Telah dipikirkan secara matang

Dari awal hingga akhir dibuat berhubungan

Meski dari chapt 1-10 itu tulisan temanku
Tapi di chapt selanjutnya hingga end aku berusaha mengaplikasikan gaya cerita temanku yg menggunakan Pov 1 tanpa mengubah gaya tulisanku yang sudah jadi ciri khas

Kalian yang sudah sering baca ff-ku pasti paham bagaimana caraku membangun dan menyelesaikan sebuah tulisan

Maaf jika pembukaannya sangat panjang

Selamat membaca

Semoga suka















Aku tak jadi mati. Itu yang aku sadari saat membuka mata. Apa kata penulis novel tentang tokoh utama yang bangun dari koma dengan membuka mata perlahan. Itu tak berlaku bagiku. Aku langsung melotot, sampai Cheng Xiao yang duduk di sampingku melompat jauh. Mungkin dia kebanyakan nonton film horor.

Jelas aku masih hidup, dengan tubuh lengkap. Melihat secara sempurna, infus, selang oksigen, dan tirai putih rumah sakit. Aku juga bisa mendengar seperti biasa, suara mesin pembaca jantung, suara ibu yang berteriak memanggil dokter. Juga suara Cheng Xiao yang mengucapkan 'astaga' melihat mataku.

Aku bisa merasakan kepalaku, tanganku, perutku yang keroncongan  bibirku yang kering kerontang, juga wajahku yang berminyak. Aku hanya tak bisa merasakan sebelah kakiku. Iya, sebelah kakiku yang kiri yang kulihat disangga ke atas dan diperban dengan kain putih layaknya mummy.

"Aaaahhhhhhh!!!!!!!" Aku berteriak. Panik, karena mengira kakiku diamputasi dan aku lumpuh selamanya. Aku menangis seperti biasa, berderai-derai dipenuhi air mata. Cheng Xiao sampai kewalahan menenangkanku.

Dari arah pintu, kulihat ibu datang bersama dokter tua berkacamata yang botak kepalanya. Juga dua suster muda yang cantik dan mempesona.

Si dokter memeriksa denyut nadiku, mulutku, mataku, dadaku, terakhir kakiku.

"Apa kau bisa merasakannya?" Dokter mengetuk-ngetuk betisku pelan. Aku menggeleng, karena aku memang tak merasakan apa-apa.

"Kau tahu ini siapa?" Dokter menunjuk ibu yang berdiri di sampingnya.

"Ibuku."

Ibu tersenyum lega, dokter pun sama. Ia menarik ibu menjauh dua langkah dari tempat tidurku. Tapi aku masih bisa mendengar suara mereka.

"Kondisi tubuh dan organ vital anak anda, semua normal. Hanya kakinya yang patah dan butuh perawatan sekitar satu bulan."

Ibu mengangguk, "Tak apa, Dok! yang prnting anak saya selamat dan sehat." Itu jawaban ibuku, ia menitikkan air mata saat mengatakannya.

Aku merasa bersalah, telah membuat ibu menangis.

Aku mendengar dari Cheng Xiao kronologi kejadian yang menimpaku saat itu. Mobil itu menabrak kaki kiriku, aku terpelanting jatuh. Beruntung tubuhku tidak bersalto. Kecepatan mobil itu tidak terlalu tinggi, sehingga aku hanya mengalami patah kaki bukan amnesia seperti di drama indosiar.

Pengemudi mobil itu yang membawaku ke rumah sakit. Menurut Cheng Xiao, dia adalah pemuda paling tampan yang adikku lihat. Setelan yang berkalas, mata yang memukau dan suara yang memikat. Jelas itu bukan salah satu dari siswa yang aku kenal.

My Lovely Enemy (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang