Berjalan

1.9K 232 46
                                    

Seminggu setelah aku kembali ke rumah. Keadaan jadi lebih baik, aku biasa melakukan latihan dibantu adikku di taman belakang rumah kami. Aku mulai bisa menggerakkan kaki dan berjalan sejauh 50 senti. Bagiku itu prestasi. Kalian tidak tahu bagaimana perjuanganku untuk berjalan lagi? Ini sedikit melelahkan fisik dan pikiran.

Minggu depan pengumuman kelulusan, begitu kata Luhan saat menjengukku kemarin. Jika aku bisa berjalan, ia memintaku untuk datang ke sekolah. Teman sekelasku menungguku di sana. Mereka mengkhawatirkanku, kata Luhan. Aku bersyukur ternyata ada juga yang menyadari bahwa di sekolah ada makhluk bernama Xiao Zhan. Kupikir, mereka tidak akan peduli padaku. Mau aku jatuh, patah, atau mati. Ternyata tidak semua orang sejahat Wang Yibo.

Aku berlatih semakin giat, alasannya cukup kuat. Impianku sejak lama adalah, berdiri di depan papan pengumuman dan melihat namaku ada di daftar kelulusan. Seperti di film-film anak sekolahan. Aku sudah terbayang wajah sumringah ibu, saat mendengar aku lulus. Meski aku sedikit pesimis tentang itu. Bagaimana jika tidak. Tapi aku sudah belajar dengan giat bersama Yibo sebelumnya.

Yibo lagi, Yibo lagi. Kenapa dia selalu muncul di pikiranku.

.

Hari ini aku kembali ke rumah sakit. Melakukan pemeriksaan rutin mingguan. Jika dokter mengatakan aku sudah bisa melakukan kegiatan seperti biasa, aku akan datang ke sekolah besok.

Ibu mengantarku. Cheng Xiao sedang ujian di sekolahnya. Aku tidak khawatir padanya. Ia cukup pintar, sama sekali tidak sepertiku. Aku yakin dia akan lulus dengan nilai yang bagus.

Aku dan ibu duduk di kursi panjang, sambil menunggu giliran di panggil. Nomor urut kami 21, aku mendengar nomor terakhir yang dipanggil tadi 13. Kurasa masih lama untuk sampai ke urutanku. Aku memutuskan untuk ke kamar kecil terlebih dahulu. Karena sejak tadi aku menahannya.

Aku menolak saat ibu ingin mengantarku, "Ibu, aku bukan anak kecil lagi. Anakmu kan kuat. Jangan khawatir ya ...." ucapku sambil tersenyum. Meninggalkan ibu di kursi panjang, untuk menuntaskan hajat.

Kamar kecil terdekat ada di ujung kiri, aku memasuki ruangan bertanda 'Man'. Di dalam ruangan, ada dua kamar kecil yang kesemuanya masih terisi. Aku menunggu di depan wastafel sambil melihat wajahku sendiri di cermin. Semakin putih, karena sudah lama tidak dibakar panas matahari di lapangan sekolah, saat jam olahraga. Aku sudah terlihat seperti Edward Cullen.

Hentikan dulu khayalanku tentang Edward, aku merasa aku masih berhayal sekarang. Dari salah satu bilik di belakangku, aku melihat seseorang yang sangat aku benci ke luar. Ia melihat cermin besar di wastafel dan mata kami terkunci di sana. Aku mengeratkan genggaman di gagang keran. Tiba-tiba aku lupa tujuanku ke toilet. Rasa ingin buang air jadi berubah ingin membuang sumpah serapah.

Yibo mendatangi wastafel di sebelahku, ia melirik kakiku. Aku bergerak tak nyaman. Berusaha menghindar menuju pintu ke luar, saat kudengar Yibo memanggilku di belakang.

"Zhan, bagaimana kakimu?"

Aku terdiam di sana, di depan pintu toilet. Seperti orang yang sedang melamun. Jangankan menjawab pertanyaan Yibo, menoleh pun rasanya tak sanggup. Aku masih berdiri menghadap pintu, tertegun. Sampai seseorang membuka pintu dari luar dan mengenai hidungku. Aku terdorong ke belakang, hampir terjatuh karena sebelah kakiku yang masih belum kuat menopang tubuhku.

Beruntung, ada seseotang yang menahan tubuhku dari belakang. Tangannya menangkap lengan dan menyandarkanku di pundaknya. Aromanya segar membuatku sadar, siapa pelakunya. Aku menoleh ke belakang, tangan Yibo di lenganku. Kepalaku di dada Yibo. Seperti adegan romantis di drama percintaan. Kami terdiam sejenak, saling menatap. Sampai Yibo bertanya, "Kau tak apa-apa?"

Aku menggeleng, dan lekas menyesuaikan posisiku untuk berdiri dengan kakiku sendiri. "Maaf, untuk perkataanku yang sangat kasar di apartemen," ucapnya.

Aku tak tahu Yibo mengatakan itu dengan tulus atau tidak, yang aku tahu semenjak aku lahir hingga tumbuh menjadi remaja seperti sekarang ini. Baru hari ini, aku memilih tidak menjawab pertanyaan seseorang, mengabaikannya. Terlalu sakit mengingat itu semua.

Aku membuka pintu dan berjalan tergesa, tak sengaja membentur seorang wanita yang berada di luar toilet. Tunggu, aku sepertinya pernah melihat wanita itu. Tapi di mana? Ketika pikiranku berkeliling mencari jawaban. Aku mendengar suara Yibo di belakang, "Ayo, Bu!" ajaknya pada wanita itu.

Kepalaku berputar lagi, baru kemarin aku tak memikirkan Yibo. Hari ini, pria itu kembali menjadi trending topik di otakku. Kenapa Yibo di sini? Apakah benar itu ibu Yibo? Apakah Yibo menyesal mendengar aku jatuh ditabrak mobil dan kakiku patah? Apakah ia benar menyesali itu? Apakah dan apakah lainnya memenuhi otakku.

Aku pulang ke rumah, setelah dokter mengatakan kakiku sudah hampir pulih. Aku bisa melatih kakiku dengan gerakan ringan, seperti naik tangga, turun tangga dan menendang bola. Ibuku senang mendengarnya. Melihat ibu senang, sudah cukup membuatku terhibur dan sedikit bisa menyingkirkan nama Yibo di kepalaku.

Aku siap kembali ke sekolah.

.
.

Hari senin yang cerah. Matahari bersembunyi di balik awan putih. Aku melihatnya tersenyum malu-malu padaku. Ada kehangatan yang terselip, ada harapan yang kuapit. Hari ini, aku akan melihat namaku sebagai siswa yang lulus, meski itu berada di urutan nomer tiga terbawah.

Luhan datang menjemputku, ia bersama kekasihnya di dalam mobil. Mereka benar-benar membuatku iri. Dua manusia dengan ketampanan dan kecantikan setara, betapa serasinya mereka. Seperti melihat Hua Cheng dan Xie Lian versi dunia nyata.

Luhan tersenyum bahagia melihatku bisa berjalan ke mobil tanpa bantuan orang lain ataupun besi penyangga.

"Cepat sekali pulihnya?" Luhan langsung bertanya, saat aku sudah masuk dan duduk di kursi belakang.

"Aku berlatih dengan baik setiap hari,"

"Apa ini karena kau ingin datang di pesta dansa minggu depan?" Luhan bertanya lagi, aku menyanggahnya dengan suara tawa.

"Tidak sama sekali, aku tak tertarik ikut," jawabku.

"Tapi, semua siswa yang lulus wajib ikut!" Sehun berkata dengan wajah datar.

Seketika aku menyesal, kenapa sembuh secepat ini. Bukankan rencanaku di awal tidak perlu datang ke pesta dansa dengan alasan kaki yang patah. Jika seisi sekolah melihatku berjalan seperti tadi. Bagaimana aku bisa mencari alasan lagi?






Tbc.






Apakah Zhan akan datang ke pesta dansa? Siapa pasangan yang akan ia pilih?

My Lovely Enemy (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang