"Apa benar kau tidak butuh bantuan?" Itu pertanyaan Luhan saat kami memasuki gerbang sekolah.
"Tidak, aku bisa berjalan meski pelan," ujarku meyakinkannya.
Ketika kami tiba di parkiran, aku terlebih dulu ke luar dari mobil, lalu berjalan ke samping. "Lihat! Aku bisa berjalan dengan mudah, kan?" seruku pada Luhan agar ia tak khawatir lagi.
"Aku hanya tak bisa berlari," bisikku padanya setelah kami sama-sama berjalan di koridor sekolah.Luhan berusaha menyamai langkahnya denganku dengan mengurangi kecepatan. Sementara Sehun mengikuti bagaimana Luhan berjalan.
"Aku rasa sebentar lagi akan hujan," ucap Sehun pada kami. Ia menengok langit yang sedikit mendung.
Apa-apaan itu? Baru saja aku melihat mentari tersenyum padaku seolah mengabarkan cerahnya cuaca hari ini. Apa matahari tak tepati janji, atau awan berusaha membuat langit muram.
Langit saja kadang tak bisa memberikan kepastian, kadang cerah kadang hujan. Apalagi mantan.
-author just kidding, hahahaAku harap tidak, aku ingin suasana hari ini tetap hangat. Sehangat roti yang baru saja dipanggang.
Aku memasuki kelas dengan langkah pelan. Pintunya tertutup dari dalam, aku harus mengetuknya beberapa kali dibantu Luhan.
Suara gaduh di dalam tiba-tiba senyap, aku menoleh pada Luhan dengan beragam pertanyaan. Apa di dalam terjadi perkelahian? Itu yang benakku lontarkan.
"I'm coming ....' Luhan berseru.
Seketika, pintu dibuka lebar oleh dua orang teman sekelasku Yuchen dan Jiyang. Mereka berdua pengurus kelas.
"Welcome back Xiao Zhan!!!" Aku mendengar teriakan banyak orang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dan bawah meja. Mereka membawa kue kecil dan terompet, menyambut kedatanganku dengan meriah.
Ini berlebihan, pikirku. Aku tak pernah menyangka teman-temanku akan menyayangiku seperti ini. Aku hanya berfokus pada orang-orang yang tak kusukai, orang-orang yang tak punya hati. Sampai lupa pada mereka, yang sebenarnya ada. Mereka yang bersamaku selama tiga tahun tanpa pernah menyebutku seorang pengganggu.
"Aku cinta kalian!!!" seruku kemudian berhambur ke pelukan mereka.
Aku tak sadar dua pasang mata yang menengokku dari jendela. Entah sudah berapa lama.
.
.Aku duduk di kantin bersama teman-teman sekelasku. Di kursi pecundang hanya ada Baekhyun dan Kris Wu. Aku tak melihat Yibo dan Sehun di sana. Hah, aku baru sadar Luhan juga tak ada di antara kami. Aku pikir ia bersama Sehun memadu kasih. Mungkin di toilet, taman belakang, atau gudang. Hahaha pikiranku mulai bergerilya kemana-mana.
Pengeras suara yang berada di kantin berbunyi. Memperdengarkan suara Pak Kim, kepala sekolah yang mengatakan hasil kelulusan sudah bisa dilihat di depan kantor TU. Ruangan yang tepat berada di seberang kelasku.
Teman-temanku mulai beranjak, mereka sangat antusias mendengarnya. Aku pun juga. Tapi aku harus mencari Luhan dan mengabarkannya. Aku memutuskan kembali ke kelas, ponselku tertinggal di sana di dalam tas yang kumasukkan ke loker.
Aku berjalan pelan sambil berpegangan pada dinding. Lumayan jauh jarak kantin ke kelasku. Aku harus melewati tiga ruangan dulu.
Aku sampai di kelas yang sudah sepi, para penghuninya berlari ke depan kantor. Berbondong-bondong ingin membaca pengumuman.
Aku mendekati lokerku, mencari ponselku di dalamnya. Hanya ada satu pesan di layar dari Cheng Xiao.
"Semoga lulus, Kak!" Itu yang adikku katakan. Aku mengucapkan amin dalam hati, kemudian teringat tujuanku ke mari. Ingin mengabari Luhan.Aku menelponnya beberapa kali tapi tak ada respon. Apa ponsel Luhan juga ketinggalan? Saat aku ingin meletakkan kembali ponselku, Luhan mengirimiku pesan.
"Aku masih sibuk dengan Sehun. Kau carikan saja namaku di sana. Semoga lulus, kawan." Itu isi pesan Luhan, dan kuakui kali ini temanku itu sudah dijangkiti virus yang bernama bucin. Iya, tak salah lagi. Dia bucin Sehun, dan sebaliknya. Sehun bucin Luhan.Aku memutuskan berjalan sendirian menuju kantor TU di seberang kelasku. Melewati lapangan bola ukuran 10x12 meter. Cukup panjang ruteku kali ini. Untuk memperjarak singkat, aku memilih menyeberang melewati lapangan. Kebetulan tak ada yang bermain bola hari ini.
Aku berjalan dengan kaki yang mulai lelah, tapi kupaksakan untuk terus melangkah. Aku tak akan mati hanya gara-gara sakit kaki, itu pikirku. Sampai di tengah lapangan, di mana tujuanku tinggal separuh lagi. Hujan tiba-tiba turun tanpa permisi. Aku terkejut tapi tak bisa berbuat banyak dengan keadaan kakiku yang begini.
Aku tetap berjalan pelan, berlari aku tak mampu. Aku mulai kebasahan, air hujan mengalir dari dahi hingga ke dagu. Aku menggigil kedinginan, tapi tak ada seorang pun yang menolongku. Ke mana perginya teman-temanku tadi?
Ketika aku mulai putus asa karena lelah dan hampir basah kuyup. Seseorang datang dari arah belakang, menutupi kepalaku dengan jaket tebal. Ia juga mengambil satu tanganku untuk diletakkan di pundaknya. Melingkarkan tangannya di pinggangku untuk menahan separuh berat tubuhku.
"Kau masih kuat berjalan?" Saat orang itu mengeluarkan suara. Aku sadar siapa dia.
Aku mengangguk, tak ingin mengeluarkan banyak kata. Aku memegang jaketnya di atas kepalaku dengan satu tangan. Ia memapahku dengan satu tangannya.
Aku bisa mendengar napasnya yang terengah-engah saat membantuku sampai di tujuan, dan bisa kulihat pakaiannya basah. Rambut dan tubuhnya juga. Aku merasa bersalah, melihatnya dengan tatapan kasihan. Ia mengacuhkanku yang melihatnya dengan muka melas.
"Kau ingin baca pengumuman ini, kan?" Ia menggiringku ke depan papan yang di lindungi lemari kaca. Kebetulan tempat ini telah sepi, banyak siswa yang telah kembali ke kelas mereka. Orang itu tetap berada di belakangku, seolah melindungiku dari kemungkinan jatuh.
Aku melihat daftar yang diketik di atas ketas putih itu. Membacanya dari bawah. Dari angka paling belakang, kuhitung mundur satu-satu, tapi tak kujumpai namaku. Aku heran juga cemas, jangan-jangan aku tak lulus. Hingga di angka 10 besar, aku menemukan nama Luhan di no. 9 dan Sehun berada di atasnya di no. 8
Setelah itu aku membaca nama Baekhyun lalu Kris Wu di nomer 6 dan 7. Aku mulai putus asa, ingin menangis saja.
"Baca terus ke atas!" ucap seseorang di belakangku.
Aku mengikuti sarannya, dan aku terperanjat dengan tulisan di sana. Di angka 5 besar, aku menemukan namaku yang langka berjejeran dengan siswa terpintar di sekolah. Tepat di nomer 3, disusul nama orang di belakangku yang biasanya berada posisi satu, kini berada tepat satu angka di atasku. Wang Yibo ada di no. 2. Aku menutup mulut tak percaya, Yibo mengelus kepalaku dari belakang. Aku tak tahu apa maksudnya, aku tak peduli juga, yang jelas hari ini aku sangat bahagia.
Sampai tak sadar aku memeluk orang yang sejak tadi berdiri di belakangku, yang baru saja mengelus kepalaku, yang namanya ada di atasku, Wang Yibo.
"Selamat, Zhan. Kau berhasil!" Setelah mendengar suara itu aku kembali sadar, dan melepas pelukanku dengan canggung.
Yibo tak melepas tatapannya padaku, yang menunduk sambil menahan malu.
"Mau datang ke pesta dansa denganku?"
-Jawab iya, apa gak ya???
Tbc.