Beverly POV
Aku menapaki beberapa anak tangga untuk mencapai pintu utama rumah. Aku memperhatikan sekeliling, tidak ada yang berubah dari rumah ini selama aku pergi, catnya masih sama berwarna putih. Papa dan Mama memang sengaja tidak mengubah struktur rumah ini, katanya agar aku cepat mengingat semuanya. Itu tidak berpengaruh sama sekali, sampai sekarang ingatanku masih hilang.
Aku hanya berdiri di depan pintu utama yang sudah terbuka lebar, aku belum berniat untuk masuk, aku hanya memandang dengan bingung orang-orang yang tidak aku kenal sedang sibuk dengan aktivitas mereka di dalam sana, bahkan mereka sampai tidak menyadari kehadiranku di sini. Tunggu, mereka itu wedding organizer, bukan? Aku mengetahui dari pakaian yang mereka gunakan. Sedang apa mereka di sini? Dan ini ada acara apa sebenarnya?
Aku menoleh menatap Kak Nichols yang baru saja berdiri di sebelahku, setelah selesai memarkirkan mobilnya. “Kak ini ada acara apa?”
Kak Nichols tersenyum seraya mengusap rambutku pelan. “Masuk aja dulu, nanti kamu juga tahu.” Kak Nichols menggandeng tanganku masuk ke dalam. Kami melewati ruang tamu yang ramai menuju ruang keluarga. Ruang keluarga sangat sepi tidak seperti ruang tamu.
Dari kejauhan aku melihat dua orang yang aku rindukan, Papa dan Mama. “MAMA! PAPA!” teriakku, mereka yang sedang berbicara entah dengan siapa langsung mengalihkan pandangannya padaku, mereka tersenyum lebar melihatku. Aku berlari kecil menuju mereka. Aku langsung memeluk mereka erat. Air yang keluar dari mataku, tidak bisa kutahan. Aku bahagia bisa bertemu mereka setelah sekian lama. Aku sangat merindukan mereka.
“Perjalan kamu lancar sayang?” tanya Mama yang baru kembali dari dapur dengan membawakan minuman. Aku mengangguk.
“Maaf ya Papa sama Mama tadi tidak bisa jemput kamu, kami harus ngurusin persiapan untuk acara nanti malam,” ucap Papa, beliau terlihat merasa bersalah. Aku mengangguk tidak apa-apa.
“Memangnya nanti malam ada acara apa? Aku sangat penasaran ada acara apa, dari tadi aku bertanya sama Kak Nichols tapi tidak dijawabnya. “Kayak acara lamaran aja sampai pakai WO gitu,” ucapku asal.
“Memang acara lamaran,” jawab Papa santai. Sedangkan Mama dan Kak Nichols terlihat was-was menatapku. Oh jadi acara lamaran−tapi siapa yang mau lamaran?
Keningku berkerut. Setahuku orang yang belum menikah di rumah ini hanya aku dan adikku, Kylie. Apa mungkin Kak Nichols yang mau menikah lagi? Tapi tidak mungkin, dia itu tipe yang setia. Apa Kylie? Itu sangat tidak mungkin, dia baru empat belas tahun. Terus siapa yang mau lamaran? Aku? Tidak mungkin.
“Memang siapa yang mau lamaran?” tanyaku, aku sangat penasaran.
“Kamu.”
“Oh…” ucapku santai. Tapi didetik berikutnya, aku baru sadar dengan perkataan Papa.
“Aku? Papa bercanda, bukan? Aku mau lamaran sama siapa?” aku tertawa menanggapinya, itu hanya lelucon pasti. Melihat ekspresi yang ditunjukkan Papa tidak bercanda melainkan serius, membuatku mengatupkan bibir. Aku mengalihkan pandanganku menatap Mama dan Kak Nichols melihat ekspresi mereka, mereka terlihat tegang dan serius. Ada apa ini?
“Papa serius. Papa tidak bercanda, kamu bakal dilamar malam ini. Papa mau jodohin kamu sama anak dari sahabat Papa.”
Aku membelalak tidak percaya. “Dijodohin? Papa mau jodohin Bev sama anak sahabat Papa?” aku berdiri. “Pah sekarang itu bukan zamannya perjodohan, Bev tidak mau dijodohin. Bev masih kuliah, Bev masih terlalu muda. Bev masih mau hidup bebas. Pokoknya Bev tidak mau dijodohin!” protesku, tanganku terkepal menahan emosi.
“Papa tau kamu masih kuliah, tidak ada salahnya menikah saat masih kuliah. Banyak juga yang menikah di usia muda. Kamu sudah besar, umur kamu juga sudah cukup. Papa ingin kamu menikah dengan orang yang tepat,” kata Papa.
Papa berdiri berusaha meraih tanganku, tapi segera kutepis. “Papa mohon sama kamu, turuti permintaan Papa. Terima perjodohan ini.”
“Bev tidak mau, Bev sudah punya pacar!” ucapku, Papa dan Mama menatap satu sama lain terkejut. Selama ini mereka tidak mengizinkanku pacaran tanpa memberitahu alasannya. Dan sekarang aku mengetahui alasannya, pastilah karena perjodohan sialan ini.
“Putusin dia. Papa tidak akan pernah merestui hubungan kamu dengan pacar kamu itu!” tegas Papa, kedua tangannya terkepal. Papa terlihat mulai emosi. Kak Nichols yang dari tadi hanya menjadi pengamat saja, berdiri dan menenangkan Papa yang mulai emosi.
Papa menghela napas pelan. “Papa sayang sama kamu Beverly,” ucap Papa berusaha setenang mungkin. “Papa ingin kamu−”
“Kalau Papa sayang sama aku, Papa tidak akan menjodohkan aku dengan laki-laki asing. Papa tidak menyayangiku, bukan?” ucapku dengan suara bergetar, sebisa mungkin aku menahan air mataku yang sudah ingin jatuh. Mama mengusap punggungku pelan, berusaha menenangkanku.
Papa menggeleng. “Papa sayang sama kamu. Papa punya calon yang terbaik buat kamu. Kamu harus percaya sama pilihan Papa, itu yang terbaik buat kamu, kamu pasti bahagia dengannya.”
“Papa yang bahagia melihatku menderita karena menikah tanpa cinta.” Aku membalikkan tubuhku. “Kalau tau bakal dijodohin, Bev tidak akan pulang ke sini.” Aku melangkah berniat menuju kamar.
“BEVERLY AYU KEYL!” teriak Papa. Mataku spontan tertutup dan langsung berhenti melangkah. Baru kali ini, aku mendengar Papa meneriakiku. Aku sedikit takut.
“Mau tidak mau, kamu harus menerima perjodohan ini. Kalau tidak, Papa tidak akan menganggap kamu sebagai anak Papa lagi!”
Aku mengepal tanganku kuat dan langsung berlari ke tangga dengan berderai air mata. Papa jahat! Seharusnya aku tidak kembali ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise Captain [TAHAP REVISI]
RomanceTAHAP REVISI & UNPUBLISH Setelah kecelakaan nahas yang membuat seluruh ingatannya hilang. Beverly Ayu Keyl memutuskan untuk pergi dari negara tanpa kenangan itu, karena suatu alasan. Sepuluh tahun pergi, Beverly memutuskan untuk pulang, karena desak...