Chapter : 43

595 48 8
                                    

DOR!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DOR!

Dimas yang sedang berlari kembali menuju rumah pohon setelah mengambil obat untuk istrinya, tiba-tiba di kagetkan dengan bunyi itu. Laki-laki itu langsung menghentikkan langkahnya, dan memegang dadanya yang bergemuruh akibat suara itu.

Suara tembakan? Dimas mengernyit bingung mendengar suara itu. Suara itu, suara tembakan kan? Kenapa ada suara tembakan? Tidak mungkin itu suara tembakan orang yang sedang berburu, hutan ini tidak terdapat hewan untuk diburu, dan Dimas bisa jamin, tidak ada pemburu. Lalu, suara itu? Atau jangan-jangan berasal dari rumah pohon?

“Beverly.” Dimas langsung berlari secepatnya menuju rumah pohon. Wajahnya sudah begitu panik memikirkan istrinya, berbagai macam pikiran buruk memenuhi pikirannya, apalagi Xavier belum tertangkap.

Dimas langsung menaiki tangga rumah pohon agar sampai ke atas. Sesampainya di atas, matanya dibuat melotot tak percaya, wajahnya yang penuh keringat pucat pasi, di depannya istrinya terbaring di lantai dengan kepala yang mengeluarkan cairan berwarna merah. Dan tangan kirinya dia gunakan untuk menekan cairan yang terus keluar dari pundak. Keadaan rumah pohon lumayan kacau.

“Sayang!” teriak Dimas. Dia langsung berlari mendekati istrinya, duduk di sebelah Beverly, mengangkat kepala Beverly agar berbaring di pahanya. Kepala istrinya itu terus mengeluarkan darah, entah apa yang terjadi, Dimas yakin kepala Beverly di hantam oleh kursi kayu. Dimas melihat kursi kayu yang berada di depan istrinya sudah dalam keadaan hancur. Dan pundak Beverly tertembak.

Beverly tersenyum tipis melihat kehadiran Dimas, air matanya sudah jatuh. Beverly bahagia bisa melihat wajah Dimas, dia tidak yakin bisa terus menatap wajah itu nantinya. Beverly takut dia tidak tertolong atau apa pun itu nantinya yang membuat mereka terpisah. Perasaannya mendadak tidak enak. Beverly meringis ketika sakit dikepalanya semakin menjadi akibat lemparan kursi kayu tadi.

Beverly menggerakkan tangannya perlahan menghapus air mata Dimas. Ini pertama kalinya Beverly melihat Dimas menangis. “Jangan nangis, aku tidak apa-apa,” ujar Beverly serak. Setelahnya sepasang mata itu langsung tertutup rapat.

“BEVERLY, SAYANG, HEI, BANGUN!” teriak Dimas panik. Dimas langsung meletakkan kedua tangannya di belakang lutut Beverly, dan mengangkat tubuh istrinya. Dimas langsung turun dari rumah pohon, berlari cepat menuju mobilnya.

Mengabaikan perintah Beverly, Air mata Dimas sudah membasahi wajahnya. Dia tidak bisa menahan air matanya melihat keadaan istrinya. “Please, jangan tinggalin aku,” pintanya memohon menatap wajah pucat pasi istrinya.

“Kamu harus kuat, sayang,” ujar Dimas parau.

“Astaga tuan!” teriak supir kaget ketika melihat bos mereka menggendong istrinya dalam keadaan yang bercucuran darah. “Apa yang terjadi?”

“Buka pintunya!” teriak Dimas, dia tak menjawab pertanyaan supirnya. Supir itu langsung menurut dan membukakan pintu mobil.

Dimas langsung membawa Beverly masuk ke dalam mobil, membaringkan kepalanya di pahanya.

I Promise Captain [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang