“Baby, kemarin kamu ke mana? Kenapa kamu tidak angkat panggilanku?” tanya Xavier di sebrang sana.
“Aku ada urusan, Xav,” balas Beverly menjawab semua pertanyaan Xavier. Beverly memperhatikan keadaan kolam renang untuk memastikan aman dari Dimas.
“Let's meet tonight, ada yang ingin aku bicarakan,” ajak Beverly.
“Yes baby. Ada yang ingin aku bicarakan juga, about us,” ucap Xavier disebrang sana sambil tersenyum lebar.
“See you tonight,” kata Beverly lalu mematikan sambungan telpon tanpa menunggu balasan dari Xavier lagi.
Beverly menghela napas pelan, Beverly sudah sangat bertekad untuk menyelesaikan hubungannya dengan Xavier malam ini. Ini semua harus selesai, Beverly tidak ingin terus membohongi Dimas seperti ini. Beverly tidak ingin mengecewakan Dimas, dia begitu baik dan terlihat mencintai Beverly dengan tulus. Beverly ingin mencoba untuk membalas perasaan Dimas.
Beverly melangkahkan kaki memasuki dapur berniat membuat minuman kesukaannya sekaligus membantu pelayan menyiapkan sarapan. Beverly tersenyum pada pelayan yang menyambut kedatangannya.
“Maaf Nyonya, biar saya saja yang membuatkan hot chocolate,” tawar salah satu pelayan saat melihat Beverly mengambil coklat dan pisau.
Beverly menggeleng. “Tidak perlu saya bisa melakukan itu,” tolak Beverly, minuman itu bisa dia buat sendiri.
“Tapi Nyonya…” Pelayan itu menunduk ketakutan. “Tuan melarang kita membiarkan Nyonya menyentuh dapur dan pisau,” kata pelayan itu.
Beverly menghela napas pelan, dan meletakkan kembali pisau di tempat semula. “Baiklah.” Dia tidak ingin melihat para pelayan dimarahi lagi seperti kemarin oleh Dimas. Gara-gara tangannya yang luka, akibat ulah Beverly sendiri. Seluruh pelayan di rumah itu yang menjadi imbas kemarahan Dimas karena membiarkan Beverly menyentuh dapur, padahal kan Beverly yang salah. Maklum, soal Beverly Dimas terlalu sensitive.
Beverly memilih mendekati pelayan yang sedang memberi toping pada waffle, pelayan itu juga sempat melarang Beverly karena takut Dimas marah lagi. Tapi, karena Beverly memaksanya, mau tak mau pelayan itu membiarkannya.
“Morning, sayang,” sapa Dimas saat memasuki dapur. Para pelayan menunduk ketakutan, karena takut Dimas marah lagi karena mereka membiarkan Beverly menyentuh dapur. Dimas sudah melarang mereka.
“Maaf Tuan…”
“Tidak masalah,” kata Dimas mengerti arah ucapan pelayan itu, karena Beverly hanya memberikan toping pada waffle, itu tidak terlalu membahayakan, bukan?
Laki-laki itu mengecup pipi Beverly yang fokus memberi toping sampai tidak menyadari kehadirannya dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Beverly.
Beverly yang sadar dengan kehadiran Dimas di dapur, meringis pelan melihat tingkah Dimas. Astaga, ini masih pagi loh, kenapa Dimas hobinya buat jantung orang olahraga sih, ucap Beverly dalam hati. Selain membuat pipinya memanas, dan juga membuat jantungnya olahraga pagi-pagi begini. Dimas juga membuatnya malu, karena kelakuannya itu mendapat perhatian beberapa pelayan yang sedang menyiapkan sarapan.
Beverly tidak ingin terus seperti ini walau ya… bisa dibilang nyaman. Ini memang bukan pertama kalinya sih. Mereka sering seperti ini. Seperti semalam. Tapi selalu saja membuat jantungnya deg-degan. Beverly berusaha melepaskan lengan Dimas dari pinggangnya, namun gagal.
Beverly menghela napas kasar. “Bisa lepasin tidak?” tanya Beverly kesal.
Dimas meletakkan kepalanya di bahu Beverly. “Enggak bisa, tangan aku udah ada lemnya, jadi gak bisa dilepas,” ujar Dimas asal.
Tubuh Beverly meremang saat merasakan hembusan napas Dimas di kulit lehernya. Sensasi geli menyengat ke seluruh saraf tubuh Beverly. Beverly tidak tahan lagi.
Beverly berdecak. “Dimas lepasin, malu ada pelayan!”
“Kan aku udah bilang, gak bisa dilepas ada lemnya. Anggap aja kita di sini hanya berdua,” kata laki-laki itu santai. Dimas melirik pelayan memberi mereka isyarat, agar mereka pergi.
Oke, pelayan memasang sudah tidak ada, tapi tetap saja ada atau tidak ada pelayan disitu, tetap saja mengganggu kesehatan jantung Beverly karena Dimas enggan melepas pelukannya. “Dimas, kamu ganggu aku!”
“Kamu lanjutin aja buat waffle-nya, aku gak akan ganggu kok.” Dimas memejamkan matanya menikmati aroma vanilla khas tubuh Beverly.
Beverly menghela napas pelan, dan membiarkan Dimas memeluknya. Percuma saja dia meminta Dimas melepaskannya, tidak akan pernah berhasil. Beverly berusaha fokus kembali pada kegiatannya dan mengabaikan laki-laki itu. Dimas memang diam saja. Namun, itu sangat menganggu Beverly karena laki-laki itu seenaknya saja bernapas di lehernya. Itu membuatnya tidak fokus.
Dimas sialan!
“Dimas!” teriak Beverly frustrasi. “Kamu bisa berhenti bernapas tidak?”
Dimas mengernyit. “Kalau aku gak bernapas, aku bisa mati sayang,” ucap Dimas.
“Lebih baik seperti itu!” ketus Beverly.
Dimas mengerucutkan bibirnya kesal. “Kamu mau aku mati?”
Beverly menggeleng. “Bukan begitu maksudku.”
Beverly menghela napas pelan. “Kamu mengganggu aku, jika terus seperti ini,” ucap Beverly berharap Dimas mengerti dan melepaskan lengannya. Berada di kukungan Dimas, sama saja seperti berada di kandang harimau membuatnya selalu deg-degan, padahal ini buka yang pertama kalinya.
Dimas mengangguk paham, dia merasakan respon yang diberikan tubuh Beverly dengan tindakannya ini, itu membuatnya sport jantung, Dimas merasakan jantung Bevely yang tidak stabil seperti dikejar-kejar setan. Padahal ini bukan yang pertama kalinya, respon tubuhnya selalu sama.
Dimas melepaskan pelukannya dan duduk di kursi, menunggu Beverly selesai. Beverly menghela napas lega. Akhirnya laki-laki itu melepaskan pelukannya.
Setelah selesai Beverly membawa dua piring waffle ke meja makan. Dan setelahnya di susul beberapa pelayan yang membawa menu sarapan lain. Beverly meletakkan sepiring waffle di hadapan Dimas yang disambut senyuman. Beverly ikut duduk di kursi, menyantap sarapan.
“Sayang, nanti malam kita dinner diluar sama sahabat aku, bagaimana?” ajak Dimas.
Beverly berhenti menyantap sarapannya, beralih menatap Dimas. “Emmm…” Beverly menggaruk tengkuk lehernya bingung. Beverly harus bilang apa, malam ini dia sudah memilik janji dengan Xavier. Beverly tidak enak menolaknya.
“Kenapa?” tanya Dimas.
“Aku… aku tidak bisa, aku punya janji dengan Miley malam ini,” kata Beverly berbohong, tidak mungkin dia bilang ingin menemui Xavier, nanti Dimas malah tahu kebohongannya. Dan, dia kecewa. Beverly tidak ingin itu terjadi.
“Penting ya?”
Beverly mengangguk pelan.
“Enggak bisa ditunda?”
Beverly menggeleng, Beverly sudah sangat bertekad menyelesaikan semuanya.
Dimas menghela napas pelan, dia terlihat sedikit kecewa. Padahal dia sangat ingin memberi tahu pada wanita itu kalau Beverly adalah istrinya. Wanita itu pasti belum tahu, karena Beverly yang meminta untuk tidak memberi tahu sahabat-sahabatnya mengenai pernikahan mereka. Daniel yang sudah tahu pun, Dimas tidak yakin kalau laki-laki itu akan memberi tahunya. Sudah saatnya terbuka soal pernikahan mereka, Dimas tidak ingin terjadi kesalah pahaman dengannya.
“Maaf ya,” kata Beverly merasa bersalah karena lebih memilih Xavier.***
“Jo, makan malam sama Kakak aja ya malam ini,” bujuk Daniel pada adiknya yang sedang sibuk memilih dress untuk makan malam.
Jo membalikkan tubuhnya dari hadapan cermin. “Kakak kenapa dari tadi minta aku makan malam bersama. Kan Kakak tahu aku akan pergi bersama dia,” sewot Jo, dia sudah jengah dengan Kakaknya yang terus mengajaknya makan malam bersama dari tadi.
Daniel menghela napas pelan dan duduk di pinggir tempat tidur. “Kakak ajak kamu makan malam bersama. Kakak ingin kita quality time bersama,” jelas Daniel berharap Jo mau menurutinya.
Jo berdecak. “Dari aku kembali, kita sudah sering quality time bersama, jadi nanti malam kita tidak perlu melakukan itu. Aku ingin menemuinya Kakak.”
“Tapi Jo Kakak ingin kita quality time malam ini, makan malam sama Kakak aja ya, tidak perlu bersama dia,” bujuk Daniel lagi dengan wajah memelas.
Jo memicingkan mata curiga. “Kakak seperti ini, karna Kakak tidak senang aku makan malam dengan dia. Kakak tidak senang aku kembali seperti dulu lagi dengan dia?” tanya Jo dengan mata yang mulai memerah.
Daniel menggeleng, dia berdiri dan memeluk Jo. “Bukan begitu Jo, Kakak senang, tapi…” dia sudah milik orang lain, lanjut Daniel dalam hati.
“Tapi apa?” Jo menatap Daniel penasaran.
“Tidak ada, ya sudah kau pergi bersama dia saja malam ini. Kita bisa quality time lain waktu,” kata Daniel yang membuat Jo tersenyum lebar. Daniel mengusap puncak kepala Jo dan keluar dari kamarnya.
Daniel menghela napas pelan, kenapa sesulit ini mengatakan semuanya pada Jo.
“Kenapa wajahmu seperti orang belum bayar hutang Mr.Wallys,” ledek Xavier sambil tertawa melihat wajah Daniel yang begitu frustrasi.
Daniel tidak menanggapi perkataan Xavier, dia memperhatikan penampilan Xavier dari atas sampai bawah. “Mau ke mana kau?”
“Mau…” Xavier menjeda ucapannya, dia mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih, memperlihatkan pada Daniel sambil tersenyum lebar.
Daniel melotot tidak percaya, jangan bilang Xavier… Astaga! Daniel menarik rambutnya frustrasi. Daniel rasanya ingin terjun saja dari lantai lima puluh empat apartemennya. Daniel lelah menghadapi semua ini.Yok tebak, kotak putih yg ditunjukin Xavier itu apa?
🤔
Jawabannya ada di Next Chapter.
See you next Chap, VOTE jgn lupa😘
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise Captain [TAHAP REVISI]
RomansaTAHAP REVISI & UNPUBLISH Setelah kecelakaan nahas yang membuat seluruh ingatannya hilang. Beverly Ayu Keyl memutuskan untuk pergi dari negara tanpa kenangan itu, karena suatu alasan. Sepuluh tahun pergi, Beverly memutuskan untuk pulang, karena desak...