[22] Chance

316 66 11
                                    

Ketenangan sedang menyelimuti suasana kamar Celine saat ini. Tapi tidak dengan perasaan dan pikirannya, keduanya tidak pernah membiarkan Celine untuk menenangkan diri sejenak setelah semua kejadian kemarin.

Dari dirinya yang dikejutkan dengan fakta bahwa sosok yang mulai ia beri kepercayaan adalah seorang pelahap maut, seorang penyihir terhebat di dunia sihir meninggal, dan ingatan kematian orang tuanya.

Semuanya bercampur jadi satu membuat Celine tak bisa hidup tenang. Winter bilang mansion miliknya adalah tempat paling aman, namun ia tetap saja khawatir. Ia tak bisa pergi kemanapun karena ia tak diberi akses, Winter juga tidak ingin membantu dirinya membuat Celine merasa seperti tahanan saat ini juga.

Yang hanya ia bisa lakukan sekarang adalah mencoba menjalani hari harinya di mansion ini seolah olah semuanya tidak akan ada yang terjadi walaupun itu mustahil.

"Bisakah aku berbicara sekarang?"

Suara laki laki yang duduk bersebrangan dengan dirinya memecah kegiatan membaca Celine yang sebenarnya ia hanya melamunkan semua ini. Celine melirik sejenak pria di depannya itu lalu kembali membaca bukunya. Ia bahkan sampai lupa jika ada orang di duduk di depannya.

"Kau sudah berada disini selama 1 jam, bukankah itu adalah waktu yang cukup lama untuk memberimu kesempatan untuk berbicara. Tuan Draco Malfoy." Kata Celine dingin tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang ia baca dan juga sedikit penekanan di akhir kalimat.

Posisi mereka hanya dibatasi sebuah meja sedang, Draco di seberangnya hanya bisa menghela nafas.

Setelah ia menemukan Celine di dapur kemarin malam dengan kondisi seperti itu, Draco tidak bisa tenang jika ia tidak menemui Celine lagi. Ia berinisiatif untuk menjelaskan semua yang terjadi secara jelas dan lurus tapi Celine tak menanggapinya dengan baik.

Dan asal kalian tau saja, sebelum ia masuk ke sini, reaksi Celine kepadanya sungguh tidak menyenangkan hati.

"Bagaimana bisa aku berbicara padamu jika kau tak mau mendengarkan ku," Jawab Draco setelah menghela nafas lelah.

"Aku mendengarkan." Celine membalikkan kertas bukunya, masih belum menatap Draco.

"Aku yakin kau tak akan mendengarkan aku."

Celine memberhentikan kegiatannya, dan secara tiba tiba ia menutup bukunya dengan keras membuat Draco tersentak pelan di tempatnya. Ia membenarkan posisi duduknya lurus ke arah Draco, menatapnya dingin membuat laki-laki itu sedikit ragu.

"Dengar, setelah semua yang terjadi kemarin hari dan sebelumnya aku hanya memiliki satu penyesalan," Celine berkata dengan nada datar dan sedikit marah. Terlihat kekecewaan dalam matanya. "Berteman dan mempercayai seorang pelahap maut."

Hati Draco sedikit teriris mendengarnya. Harusnya ia sudah bisa menerima semua ucapan sarkas nan pedas dari Celine, tapi entah kenapa kali ini cukup berbeda untuknya. Tapi itu kenyataan dan ia tak bisa memungkiri nya lagi.

"Sudah ku katakan padamu, aku terpaksa!" Draco menatap Celine sungguh sungguh, matanya memancarkan kelelahan dan ketakutan. Hidupnya juga sama sama hancur, ia hanya tak punya pilihan.

"Kau tak mengerti... Jika ada pilihan lain aku juga tidak akan bergabung dengan mereka! Nyawa ibu taruhannya," Suara Draco terdengar sedikit bergetar dan putus asa.

Ia menyibakkan lengan kemejanya dan disana menampilkan sebuah tanda yang sangat dibenci Celine. "Tanda ini... Tanda ini mengutukku. Dan kau pikir aku melakukan semuanya dengan senang hati? Tidak! Aku tersiksa!"

Celine memalingkan wajahnya tak ingin melihat tanda kegelapan di lengan kiri Draco. Ia memejamkan matanya mencoba meneguhkan diri. Ia tak boleh lemah hanya karena melihat Draco seperti ini. Ingat bahwa topi seleksi menempatkan dirinya di asrama pemberani.

Love and DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang