** maaf up nya lama, kalau lupa sama alurnya boleh baca chapter sebelumnya ya **
Lusanya Celine menyiapkan semua barang-barang yang diperlukan ke dalam tasnya yang sudah diberi mantra perluasan. Dari senjata, ramuan-ramuan, dan kebutuhan lainnya tanpa sepengetahuan Draco. Laki-laki itu sedang menunggunya di bawah.
Celine sangat senang karena akhirnya rencananya akan berhasil. Namun sedihnya, ia harus mengecewakan Draco.
Dengan hoodie hitam pemberian Harry dan celana jeans, ia pasti akan lebih mudah untuk berlari ataupun ber-Apparate. Ia mengambil tasnya lalu ia selempangkan ke pundaknya.
Kemudian ia berjalan menuju ruang tamu dimana Draco menunggu, dan laki-laki itu benar ada di sana duduk di sofa dengan secangkir teh di tangannya. Entah Draco membuatnya sendiri atau Winter yang sudah membuatkannya, dirinya tak peduli.
Dengan riang ia berjalan ke arah si pria kemudian duduk di sampingnya. "Aku siap," kata Celine mencoba menahan rasa semangatnya yang berlebihan itu.
Draco meletakkan cangkir tehnya di atas meja kemudian bangkit dari duduknya. Ia berdiri tepat di hadapan Celine dengan raut wajah seperti tidak yakin atau bisa dibilang ragu-ragu.
Celine yang menyadari itu ikut merubah sedikit ekspresi wajahnya yang awalnya riang. "Ada apa, Draco?" tanyanya pelan.
"Tidak. Tidak apa-apa. Hanya saja... Kau tau, aku sedikit—"
"Ragu?" ucap Celine memotong ucapan Draco.
Draco langsung menatap langsung ke arah mata biru Celine dengan serius. Tanpa Draco menjawab pun Celine pasti tau jawabannya. Gadis itu menghela nafasnya kemudian menampilkan senyum kecilnya. Ia meraih salah satu tangan Draco dan menggenggamnya dan menepuk-nepuknya dengan tangannya yang lain.
"Aku tau kau khawatir, tapi aku yakin kita bisa menjaga diri di luar sana," jelas Celine mencoba meyakinkan lelaki di depannya sekali lagi.
"Apakah kau tidak takut?" tanya Draco.
Senyuman Celine semakin terangkat dengan tulus. "Kau tau Draco? Sorting hat menempatkanku di asrama singa, Gryffindor. Dan kau masih bertanya apakah aku takut?" jawabnya dengan sedikit kekehan di akhir.
Draco yang mendengarnya sedikit jengkel dan membuatnya memutarkan kedua bola matanya. Jika sudah membahas asrama, ia merasa sangat jauh dengan Celine karena mengingat kedua asrama tersebut jarang sekali akur.
"Trust me, Draco. I'll be safe."
Draco kembali pada Celine, tersenyum kecil padanya. Ia meraih salah satu pipi Celine dengan lembut yang mana membuat gadis itu melirik pipinya sendiri. Pria blonde itu mengusapnya dengan lembut. "Kau tau Celine, sebelum kita pergi aku hanya ingin mengatakan sesuatu yang belum sempat aku katakan sebelumnya."
Demi Merlin, jantung Celine benar-benar tidak bisa berdetak dengan normal secara tiba-tiba. Mendadak dirinya sedikit merasakan sesuatu yang berbeda di sekitarnya. Dan ia berharap semoga hal ini tidak dapat membunuhnya.
Akan tetapi, ia punya firasat. Dan dia tidak tau firasat itu adalah hal yang baik atau buruk untuknya. Jika firasatnya benar, semuanya akan menjadi lebih rumit.
"Celine, I really love you."
Gadis itu bungkam, bahkan untuk berfikir pun dia sampai tidak fokus. Ia tidak menyangka bahwa Draco akan mengatakan kalimat ajaib itu padanya.
Selama ini mereka memang tidak pernah membicarakan apa yang mereka rasakan. Namun tak lama kesadarannya kembali lagi ke bumi ketika ia merasakan bibir kenyal Draco mendarat di bibirnya secara lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Death
FanfictionCeline Abrianna Pevensie. Hidupnya dibayang-bayangi oleh kematian. Orang-orang yang ia cintai selalu meninggalkannya di waktu bergantian. Orang tuanya, keluarganya, temannya dan bahkan kekasihnya yang sampai sekarang masih ia cintai dibunuh oleh par...