38-MBA

465 66 3
                                    

Seperti pelajaran penjaskes umum di sekolah lainnya, kali ini kelas Alana dan kelas Senja di gabungkan untuk pelajaran itu.

Seluruh murid di kelas mereka akan dibina oleh Ardiansyah, atau kerab di sapa pak Ardi oleh murid-murid nya.

"Baik anak-anak, hari ini kalian berjumpa lagi dengan bapak. Senang tidak?"

"Senang pak! Gini dong pak, datang jangan telat-telat mentang-mentang pengantin baru!"

"Ya harus gitulah Yanto, kalau udah nikah harus menafkahi istri lahir batin."

"Ye, si bapak! Lagian nih pak kalau aja bapak gak datang tepat waktu pasti kita-kita sudah digorok sama ibu Jihan dengan ujian fisika mendadak!!" Yanto bergidik ngeri membayangkan otaknya yang akan pecah berkeping-keping jika di suruh hitung-menghitung.

"Kenapa begitu? Fisika itu asik anak-anak."

"Otak kami bukan kalkulator pak," sahut Alfaro tiba-tiba, Alana menatap lelaki itu dengan seksama kemudian memalingkan kembali pandangannya ketika Alfaro membalas tatapannya.

"Apalagi saya pak, seminus-minus nya Alfaro dalam hitung-menghitung lebih parah otak saya pak. Ibarat kecelakaan, otak Alfaro masih keluar dari kepala, otak saya hancur berkeping dan kepisah semua organ tubuhnya."

"Hushh! Ngomong apa kamu! Sudah-sudah."

"Bercanda doang pak, humor pak humor!" semuanya tertawa mendengar nada bicara Yanto yang terdengar tidak terima akan kekalahan debatnya dengan pak Ardi.

Pak Ardi menggeleng heran dengan ucapan Yanto barusan kemudian berkata. "Ya sudah sekarang pemanasan. Berbaris!"

Senja mengangkat tangan sembari tersenyum sinis melirik Alana yang berada di bagian belakang pojok. "Sepertinya ada yang enggak bisa pemanasan deh pak."

Suara Senja barusan menjadi sorotan utama semua orang yang ada di situ, pak Ardi juga ikut menoleh. "Loh? Siapa?"

"Alana pak."

Pak Ardi berjalan ke arah Alana berdiri dengan tegap. "Kamu sakit? Tapi sepertinya segar bugar gini kok Senja. Ah salah kamu ya?" Alana hanya tersenyum menanggapi ucapan pak Ardi.

"Iya sakit lah pak, karena semalam."

"Semalam?"

"Biasalah pak anak yang di terlantarkan abang sama mamanya. Berakhir jual harga diri, kenapa gak sekalian bunuh diri? Dari pada hidup jadi beban negara? Malu-maluin Indonesia!"

Alfaro mulai mengepalkan tangannya, sudah tidak tahan lagi mendengarkan hinaan yang di tujukan kepada Alana.

Sejujurnya yang ia katakan di depan semua orang tentang ia mengklaim Alana hanya terpaksa, semua itu adalah kebohongan yang muncul secara tiba-tiba di dalam ucapannya.

Lelaki itu memilih pergi karena sudah tidak sanggup mendengar semuanya.

"Heh Faro mau ke mana kamu?" teriak Pak Ardi tetapi Alfaro mengabaikan saja.

"Heh Senja! Mulut lo nomor berapa sih?!" Sisi ikut menghampiri Alana yang sudah terkepung oleh Senja yang terus mengitarinya sendirian.

Pak Ardi mulai gelagapan sendiri, tidak tau harus bagaimana. Jika guru-guru yang lain mengetahuinya mungkin murid-murid nya akan di bawa ke ruang BK, tetapi ia tidak menginginkan itu.

"Wow sesepuh sepergank-an keluar nih gaes," teriak Vinsky tiba-tiba.

"Tiga lima. Kenapa, hah? Iri?!"

Sisi tertawa. "Pantes aja, dower!!" semuanya menertertawakan Senja ketika mendengar ucapan Sisi.

My Boyfriend Alfaro (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang