nineteen

478 47 2
                                    

"Olivia !" seru Fabio saat ia melihat gadis pujaan hatinya telah kembali.

"Maaf karena aku telah membuat kalian menunggu lama. " ujar Oliv pada Fabio dan Tom.

"Kau kenapa, bro ?" tanya Tom pada Joan yang sedang mengatur napasnya.

"Gadis ini memang gila, ia sepertinya akan menjadi saingan berat kita jika ia turun ke ranah motogp. " jawab Joan sembari menggelengkan kepalanya.

"Jangan bilang bahwa Oliv yang menyetir motor ?" tanya Tom.

"Tentu, aku yang menyetir motor. Saat ingin kembali ke rumah sakit, Joan masih dalam keadaan mengantuk. Ia tertidur karena lelah menungguku. " jelas Olivia.

Fabio kemudian tersenyum, "Impressive, aku bangga padamu. " ujarnya pada Olivia. Gadis itu hanya tertunduk malu, semburat merah muncul di kedua pipinya.

"Sekarang kau boleh pulang. " ucapnya pada Joan.

"Yang benar saja ? Kau tidak memberiku uang ? Kau telah menggunakan jasaku. " ujar Joan dengan tatapan nanarnya.

"Hey, ingat. Gaji mu di motogp juga sudah sangat besar. " balas Fabio

"Masa bodoh, aku ingin di sini dahulu. Aku masih mengantuk. " kini lelaki Spanyol itu telah membaringkan tubuhnya di sofa.

"Olivia ?" lanjutnya.

"Ya ?"

"Tolong bangunkan aku jika hari sudah sore, meminta bantuan pada kedua cecunguk itu tidak ada gunanya. " ujar Joan dengan mata tertutup.

"Well, aku akan membangunkanmu. Kau tidur saja yang nyenyak. " jawab Olivia

"Kau memang yang terbaik, tidak seperti mereka. " ledek Joan.

Tom dan Fabio melotot, "Ingat ini adalah ruang rawat milikku. " ucap Fabio tidak terima.

"Yang benar adalah ini milik rumah sakit, bukan milik kau, pirang jadi-jadian. "

"Hey aku pirang sejak dini !"

Joan tidak menggubris perkataan Fabio, ia memilih untuk membalik posisinya menjadi telungkup.

"Ada banyak hal yang harus aku urus, aku pulang dahulu. Get well soon, bitch. Bye, Olivia !" seru Tom.

"Bye, asshole !" jawab Fabio.

"Bye, semoga selamat sampai rumah. " balas Olivia.

"Thanks !" ujar Tom kemudian pergi meninggalkan Olivia dan Fabio, oh dan juga Joan yang sudah berada di alam mimpi.












Hening menyelimuti ruangan, Tom telah kembali karena ia harus menyelesaikan beberapa urusan. Kini tersisa Fabio, Olivia dan juga Joan.

"Olivia, bisa kau bantu aku ?" tanya Fabio memecah keheningan, lelaki itu kini sedang terduduk di ranjangnya.

Gadis itu segera mendekat, "Kau butuh bantuan apa ?" tanya Olivia.

"Uhmm.... ini sedikit memalukan, tapi aku ingin ke toilet. "

Olivia kemudian mematung, ia bisa saja membantu tapi ia ini sungguh memalukan baginya. Kemudian ia segera berjalan ke arah Joan yang masih tertidur di sofa, berniat membangunkannya.

"Joan, bangun, aku butuh bantuanmu. " ujar Olivia sembari menepuk pelan pundak Joan.

Lelaki itu kemudian membuka matanya, ia terkejut saat melihat wajah Olivia yang sangat dekat.

"Begini, aku butuh bantuanmu. Tadi Fabio menyuruhku membantunya namun aku tidak sanggup. Karena kau dan Fabio sama-sama lelaki, aku pikir ini akan mudah membantunya ke toilet. " jelas Olivia dengan tatapan puppy eyes-nya.

"Huh, baiklah. " ujar Joan, mau tak mau.

Lelaki itu segera berjalan ke arah Fabio dan membantu Fabio berjalan ke toilet yang berada di ujung ruangan.

"Tunggu !" seru Fabio saat Joan berusaha menutup pintu toilet.

"Apa lagi ?" ujar Joan, jengah.

"Kau harus membantuku membuka celanaku. "

"Ya Tuhan !" seru Joan yang kini mengusap wajahnya frustasi.

Kemudian Joan segera masuk ke dalam toilet dan membantu Fabio.

"Hey, milikmu kecil sekali hahaha. " ledek Joan, mereka berdua kini masih di dalam toilet.

"Yang benar saja, ini besar. " balas Fabio, tidak terima.

"Milik ku lebih besar, percayalah. Ukuranmu hanya separuh dari ukuranku. "

"Hey, meskipun seperti itu, pria dari Prancis lebih lihai di atas ranjang. "

"Oh kau tidak kenal betul bagaimana perkasanya kami para pria Spanyol."

"Bisa kalian diam ?!" seru Olivia, gadis itu kini sedang memerah bak kepiting rebus karena mendengar obrolan vulgar dari kedua lelaki sinting itu.

"Ya Tuhan, apa itu tadi ? Ukuran ? Lihai ? Perkasa ? Huh, lama-lama aku bisa gila jika dikelilingi orang seperti mereka. " monolog Olivia sembari menepuk-nepuk dahinya.










"Baiklah, aku pulang dahulu. Bye, jangan rindu aku, ya !" ujar Joan sembari ber-dadah ria ke arah Fabio dan Olivia.

Fabio hanya menanggapinya dengan mimik wajah ingin muntah, berbanding terbalik dengan Olivia. Gadis itu terkekeh, "Hati-hati di jalan !" seru nya.

Joan hanya mengacungkan ibu jarinya, kemudian berjalan dengan cepat meninggalkan ruangan.

"Personal Assistant"   [Fabio Quartararo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang