twelve

567 50 2
                                    

Oke gengs, aku memutuskan untuk double up ya wkwk. Selamat membaca dan jangan lupa pencet bintang 👍💖











Di perjalanan pulang








"Bagaimana tidurmu semalam ?" tanya Fabio pada Olivia yang berada di sampingnya.

"Aku tidur nyenyak, bagaimana denganmu ?" jawab Olivia.

"Aku tidak tidur dengan nyenyak, pikiranku terpusat padamu. " ujar Fabio yang kini menatap intens ke arah Olivia.

Yang ditatap pun termangu, ini sudah ke dua kalinya Olivia melihat lelaki bersurai pirang tersebut dalam jarak dekat. Nampaknya Olivia -dalam waktu dekat ini- harus mengakui bahwa Fabio telah berhasil membuat hatinya bergejolak. Sesaat kemudian, ia segera menepis pemikiran tersebut.

"Uh-uhmm... sorry, zone out. Tapi kenapa kau memikirkan ku ?"

"Aku hanya tak ingin ada yang menyusup ke kamarmu, kau semalam tidur dengan pintu kamar yang tak terkunci. Kemarin kau satu-satunya gadis di antara kami, jadi aku merasa khawatir. "

"Maksudku, kami semua adalah pria normal dan yeah begitulah.. " lanjut Fabio dengan nada menggantung.

Olivia kemudian terdiam, ia mengingat kejadian yang terjadi semalam ketika Luca menghampiri dirinya. Olivia pun yakin kesadaran dirinya saat itu masih 100% dan Luca tidak berbuat macam-macam pada dirinya. Namun ia merasa bimbang, haruskah ia memberitahu Fabio jika semalam Luca menghampiri dirinya ? Gadis itu melirik Fabio yang kini masih setia menatapnya, lalu ia kemudian menggelengkan kepala, pelan.

"Tidak tidak, aku tidak akan memberitahu Fabio. Aku tidak ingin mereka berkelahi, cukup aku dan Luca saja yang mengetahuinya. " ujar Olivia dalam hati.

"Kenapa kau melamun ? Apa ada masalah ?" tanya Fabio, lembut.

"Oh tidak ada, aku masih memikirkan mendiang ibuku. " sahut Olivia.

"Maaf karena aku sudah membohongimu, Fabio. Ini demi kebaikan kau dan Luca. " ujar Olivia dalam hatinya.

"Kau tenang saja, aku dan Tom akan membantumu menemukan tempat dimana ibumu itu dimakamkan. "

"Ya, kau tenang saja Olivia. Kau punya kami yang bisa diandalkan. " ujar Tom yang sedari tadi diam karena fokus menyetir.

"Merci, merci beaucoup. "

*merci beaucoup berarti terimakasih banyak*

"De rien. " balas Fabio dan Tom berbarengan.

*De rien berarti sama-sama*




"Terimakasih Tom. Hati-hati di jalan, see you. " ucap Olivia saat mereka sudah sampai di rumah Fabio.

"Thanks, Tom. " ujar Fabio.

"Sama-sama, kalian segera masuklah ke dalam. " jawab Tom kemudian pria itu segera melesat pergi.



Fabio masuk ke dalam rumah terlebih dahulu dibandingkan Olivia, karena meskipun rumah itu sudah dianggap sebagai rumahnya sendiri namun tetap saja ia masih menjujung tinggi kebiasaan orang Asia.

"Olivia. " panggil Fabio.

"Ya ?" jawab Olivia.

"Bisakah aku memintamu bantuan ?"

"Tentu, kau butuh bantuan apa ?"

"Tolong ambilkan aku air mineral, aku haus. "

Fabio tentu saja bisa mengambil air itu sendiri tanpa meminta bantuan, tapi setelah melihat bibir gadis itu yang kering, rasanya ia harus memberikan sebuah kode.

"Sure. " ujar Olivia sembari menuju ke dapur.

"Ini. " lanjut Olivia sembari memberikan botol air mineral pada Fabio.

"Merci. " jawab Fabio sembari menerima botol tersebut. Perlu diketahui bahwa Fabio meneguk air minuman tersebut sembari melirik ke arah Olivia.

"Kenapa gadis ini tidak menyadarinya ?" pikir Fabio.

"Uhmm... Olivia ?" panggil Fabio kembali.

"Ya, ada apa ?"

"Bibirmu kering dan pecah-pecah, apa kau baik-baik saja ?"

Olivia kemudian membuka kamera ponselnya,

"Oh! Aku lupa menggunakan lip- " seruan Olivia terputus karena Fabio yang kini sedang menubruk kan bibirnya pada bibir gadis itu.

Olivia tentu saja terkejut akan perlakukan Fabio, namun tubuhnya menolak apa yang ada dipikirannya. Ia hanya terdiam tanpa perlawanan, lama kelamaan lelaki di hadapannya ini mulai melumat bibirnya. Desiran demi desiran ia rasakan di dalam dadanya, perutnya pun seakan penuh oleh kupu-kupu yang sedang berterbangan.

Tanpa disadari, Olivia sudah mengalungkan lengannya pada leher Fabio. Ciuman Fabio pada gadis itu memang tidak menuntut, iramanya pelan namun bisa memabukkan, itulah yang dirasakan oleh Olivia saat ini.

Pasokan oksigen mulai menipis dan gadis pun itu segera memukul kecil dada Fabio, memberitahu lelaki dihadapannya bahwa ia butuh bernapas.
Kemudian Fabio menghentikan aksinya, lelaki berkebangsaan Prancis ini tersenyum lebar.

"Apa yang kau lakukan ?" tanya Olivia dengan muka memerah padam.

"Aku ? Tentu saja membasahi bibirmu. " jawab Fabio sembari mengedikkan bahunya kemudian lelaki itu pergi ke kamarnya.

Setelah Fabio meninggalkan Olivia sendirian di ruang tamu, gadis itu pun meraba bibirnya.
"Kenapa laki-laki itu aneh sekali ? Memang sudah tidak kering lagi, tapi kenapa harus mencium bibirku, oh my God ?" tanya Olivia pada dirinya sendiri. Kemudian gadis itu segera berlari ke kamarnya.
-berguling di kasur karena terlalu senang-


Keadaan yang sama nampaknya juga dialami oleh lelaki bersurai pirang tersebut, itu terbukti jelas saat Fabio segera membasuh wajahnya ketika ia sudah sampai di kamar miliknya.

"Ya Tuhan, akhirnya aku bisa merasakan bibir itu. " ucapnya sembari memantau pantulan dirinya pada cermin dihadapannya.

Ia kemudian meraih ponselnya dan segera mengetik sesuatu dan mengirimnya pada Tom.


Hey Tom

Yo, wassup?

Aku baru saja mencium Olivia !

For a God sake! Kau pasti bercanda ?

I'm not joking, ini real

Woah man,
itu suatu progress yang bagus.

Of course haha, masa bodoh aku bertingkah seperti seorang gadis. Aku sangat senang.

Yeah kau memang sedikit berlebihan untuk ukuran laki-laki. By the way, apa kau masih memimpikan dirinya ?

Sudah tidak, semenjak ia tinggal di sini, aku sudah berhenti memimpikan dirinya.

Itu tanda-tanda yang bagus, mate! Kau bisa melakukan 'sesuatu' yang kau lakukan di mimpi bejat mu itu secara sungguhan hahaha.

Hahaha kau ada benarnya juga. Aku harus melakukannya karena ia sudah terpampang nyata di hadapanku. Namun aku harus menjadikan gadis itu milikku terlebih dahulu, karena dia berbeda. Aku ingin memiliki hubungan dengannya.

Kau pasti bisa, mate.
Good luck, bitch :))

Merci beaucoup, u bastard!!


Kemudian Fabio segera meletakkan ponselnya di atas nakas lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang miliknya. Ia terus saja memikirkan gadis asia tersebut hingga tanpa sadar bahwa kini ia sudah jatuh tertidur.

"Personal Assistant"   [Fabio Quartararo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang