Semua yang ada di cerita ini hanyalah fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama tokoh, alur, tempat dan lain sebagainya merupakan unsur ketidaksengajaan.
Happy reading!
-----------------------------------------------------------
Sebulan yang lalu...
Sebelum menjadi satu tim redaksi untuk program TV berita siang, Gue dan Nimas memiliki jam kerja yang berbeda. Ini berawal dari gue yang saat itu mendapat jam kerja shift siang tiba-tiba dipindah menjadi pagi. Padahal kalau menjadi reporter untuk program TV berita sore, sudah pasti nama gue akan semakin melambung karena hasil beritanya akan selalu ditayangkan saat prime time. Namun hal itu hanya terjadi selama satu bulan, kemudian gue dipindah masuk ke dalam tim redaksi pagi.
"Ini Dewantara, dia dari tim siang dan per hari ini akan bergabung di sini bareng kita tim pagi." sebut Bang Levan saat memperkenalkan diri. Gue masuk pada saat meeting redaksi berlangsung.
Sampai situ gue belum kunjung sadar jika ada satu perempuan yang hadir di sana. Baru pada saat gue duduk berada di seberangnya, gue terlonjak melihatnya tengah sibuk menyeruput kopi hitam panas sambil memainkan tablet PC. Sadar sedang diperhatikan, dia mendongakkan kepala lalu tersenyum di sana. "Dia berarti masuk rubrik mana, Bang Lev?"
"Masih sama, dia tukeran shift sama si Kalil. Toh lo gak keberatan kan, Wan?"
Gue terkesiap ketika ditanya, "Oh, nggak kok, Bang. Kebetulan juga gue lebih suka masuk pagi, biar cepet pulang" terkekeh pelan. Alasan basi sih ini mah.
"Gue Nimas, rubrik pendidikan dan kesehatan. Selamat join ya!" sapanya mengacungkan tangan setengah lengan seraya tersenyum.
Sejak itulah, gue jadi incaran pertanyaan beberapa teman yang masuk tim siang. Gue sering ditanyai seberapa dekat dengan Nimas, sudah pernah mengobrol sebanyak apa. Atau ada juga yang menanyakan sudah pernah hangout bareng perempuan tinggi itu atau belum.
Boro-boro hangout, bahkan untuk ketemu saja hanya pada saat kesempatan meeting. Gue juga terlalu sibuk untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan mereka yang tidak ada korelasinya dengan pekerjaan.
Pernah sekali, gue tak sengaja mengintipnya di ruang meeting tengah sibuk menelpon seseorang dipojok ruangan. Keadaan siang hari saat itu memang sedang sepi. Gue juga tidak bisa mendengar suaranya dari luar. Karena penasaran, gue iseng mengetuk pintu kaca lalu masuk. Dia seketika membalikkan tubuhnya dan langsung mematikan telepon.
"Sendirian aja?" tanya gue membuka suara seraya mengambil kursi, duduk tepat di dekat jendela persis dibelakangnya.
"Iya. Mau dipake?" maksudnya ruangan meeting.
"Nggak sih, gue butuh ketenangan aja," kata gue meregangkan otot kaki dan tangan.
"Oh, kalo gitu gue keluar duluan ya?" pamitnya berjalan menuju pintu.
"Okay. Eh iya Nim!" panggil gue sekali.
"Iya?"
Mencari topik, "Besok evaluasi jam berapa?"
Bodoh, pertanyaan gue terlalu klasik.
Bingung, "Jam 3 bukan? Emang ada yang berubah?" pasti dia dalam hati menganggap gue aneh sekarang. YAKIN.
Menyengir kuda "Oke, cuma mau mastiin aja."
"Gue kira ada apaan. Gue keluar ya." setelahnya pintu ditutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] INVESTIGATE YOU - The Announcers Series ✔
Ficción GeneralPada awalnya Dewantara Wiryawan (Wawan) menganggap peserta populer di pelatihan jurnalistik bernama Nimas Gheafinka (Nimas) itu seperti biasa saja layaknya perempuan lain pada umumnya. Namun saat didapati informasi secara dasar melalui teman-temanny...