19. Secukupnya

130 18 2
                                    

Diri ini berkacak pinggang selama bercermin di standing mirror berukuran full body yang terletak di sudut kamar. Gue memperhatikan badan ini yang sedikit lebih berisi dari biasanya. Kayaknya gara-gara gue suka makan berat saat tengah malam, dan juga jarang olahraga. Gue dulu sempat diajak Bang Jeko buat ikut kelas gym gitu bareng dia. Tapi gue keburu nyerah duluan karena gak sanggup jalanin olahraga ketat yang bikin menyita waktu libur.

Malam ini gue berpenampilan sedikit lebih rapi dari biasanya. Memakai setelan jas berwarna khaki serta sepatu sneakers putih pemberian hadiah kado dari kakak gue. Gue sempat menghela napas panjang karena kali ini gue kembali direpotkan sama anak-anak KAJ. Secara tiba-tiba gue diajukan sebagai calon ketua umum KAJ menggantikan ketum sebelumnya yang habis masa periodenya.

Jelas perasaan gue saat ini campur aduk disertai mual karena gak punya persiapan sama sekali untuk hal ini. Kepala gue rasanya berat banget buat berpikir, gak ada bayangan kalo gue bakalan dicalonin jadi pemimpin komunitas yang udah dibentuk selama 16 tahun. Fyi, banyak senior-senior gue juga yang jadi jurnalis beken gara-gara ikut komunitas ini, malah salah satunya jadi pembawa acara terkenal di TV nasional. Tapi, boro-boro kepikiran jadi ketum, gue justru maunya di periode sekarang cukup jadi anggota yang biasa-biasa aja.

Usia udah seperempat abad gini mendingan jadi orang biasa aja, bisa gak sih? Bisa tidur terlelap aja rasanya udah bahagia. Kalau ngerasain jadi dewasa, kayaknya mengejar sesuatu yang menguras tenaga emang bikin lelah. Apalagi kalau sempat ngerasain rasanya gagal, pengen nyerah aja tapi gak bisa. Ingin santai tapi waktu seolah terus datang mengejar untuk tidak membiarkan gue melakukan hal yang sia-sia.

Rasa gugup menghampiri ketika gue diminta mereka untuk maparin apa aja visi dan misi gue buat KAJ kedepannya. Gue awalnya menyepelekan hal ini dengan maksud biar gak masuk kualifikasi mereka dan supaya diganti sama calon yang lainnya aja. Bahkan saking malasnya, gue cuma bikin tiga slide PPT yang tiap slide-nya berisi satu kata doang. Nahasnya, rata-rata dari mereka emang gak ada yang mau mengajukan diri dan berakhir dengan status gue sebagai calon tunggal. Sialan banget, kan.

Segala keraguan yang gue rasakan saat ini semakin jelas saat menghadapi 30 orang yang tengah duduk di hadapan gue. Gue takut kalau apa yang akan gue jalankan nanti gak sesuai rencana dan malah keteteran karena kesibukan di kantor juga. Lagian siapa yang menyangka kalo gue bakalan jadi ketua? Enggak ada!

Gue jadi penasaran, siapa sih orang yang sok-sokan ngasih usulan nama gue untuk masuk list calon ketua?

Belum tahu aja mereka kalo gue anak investigasi, yang kalo nyari jawaban bakal sampai ke akar-akarnya.

"Ciye jadi ketua... Selamat, Bang Wan!" Nimas datang berdiri di sebelah gue yang tengah asyik berbincang dengan anggota-anggota gue di divisi 1. Jumlahnya ada 4 orang dan masing-masing dari mereka udah memilih divisi mana yang akan dipilih untuk jalanin tugas periode berikutnya.

Tangan Nimas secara sengaja menyikut pada lengan gue. Ketika gue menoleh ke wajahnya, menelaah ekspresinya yang nampak tersenyum ceria dengan mata berbinar. "Ehm, temen gue sekarang bukan orang yang sembarangan, nih! Keren banget lo, Bang Wan!" pujinya kemudian.

"Keren darimananya anjir? Pemaksaan mah iya!" ungkap gue masih diliputi rasa kesal.

"Tapi dari awal gue udah nyangka, sih. Kalo lo bakal jadi ketum selanjutnya. Udah keliatan, Bang."

"Keliatan karena gue ganteng, ya?" Pede gue menunjuk diri sambil senyum lebar.

Kedua bola matanya memutar, "Idih muji diri sendiri..." kayaknya di mata dia gue jadi cowok yang sok kepedean banget.

"Haha. Emangnya kenapa, sih, muji diri sendiri? Ada yang salah gitu?"

"Kagak ada yang salah. Tapi kalo alasan mereka milih lo karena ganteng... Nah itu baru yang salah."

[4] INVESTIGATE YOU - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang